BAB 16

74 5 0
                                    

"Molly baru saja pergi dengan seseorang," lapornya dengan amarah yang mendarah daging semenjak melihat wanita itu masuk ke dalam mobil seorang pria bertubuh tinggi, berpakaian mahal, dan berwajah tampan.

"Ke mana? Dengan siapa?" tanya pria itu cepat dan tegang.

"Aku tidak tahu mereka pergi ke mana. Yang kutahu, pria itu adalah salah satu pelanggan tetap di kafe," jawabnya disusul dengusan kesal.

"Baiklah. Aku akan melakukan tugasku, dan kau teruslah memata-matainya," perintah pria itu datar dan tegas.

"Kapan aku bisa melakukan bagianku? Ini sudah terlalu lama! Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi! Yang kulakukan di sini hanyalah buang-buang waktu!" protesnya meluapkan kekesalannya.

"Calm down, Lukas," bujuk pria itu, namun terkandung ejekan di dalamnya.

"Bagaimana aku bisa tenang kalau dia bebas berkeliaran setelah menyakitiku?" tanya Lukas geram seraya melayangkan tinju kuat ke tembok lorong tempatnya bersembunyi demi memata-matai Molly.

"Tidak lama lagi. Bersabarlah! Hanya menunggu beberapa hari lagi, maka kau bebas melampiaskan amarahmu padanya," ingat pria itu tenang, seakan kebenciannya terhadap Molly hanyalah hal sepele.

"Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi! Selesaikan secepatnya apa yang harus kau lakukan di apartemen Molly," geram Lukas yang sudah tidak mampu menunggu lebih lama lagi.

Lukas tahu kalau Molly tak sebaik yang orang kira. Tak sebaik yang ia kira. Molly sudah melukai perasaannya, bahkan meruntuhkan seluruh masa depan yang sudah ia susun demi membangun kehidupan yang bahagia dengan wanita itu. Namun dengan mudahnya Molly menolak dan mengatakan bahwa dirinya harus mencari yang lain. Molly mengatakan dirinya tak pantas untuk wanita itu. Dasar wanita jalang! geram Lukas dalam hati.

'Carilah yang lebih pantas, lebih baik, dan lebih sesuai untuk menjadi pendamping hidupmu, Lukas. Aku yakin pasti ada wanita di luar sana yang lebih baik dariku. Kita tidak akan pernah cocok, Lukas. Lagi pula, aku masih belum ingin menjalin hubungan asmara dengan siapa pun saat ini. Masih banyak hal yang ingin aku capai, dan menikah bukanlah pencapaian yang kuinginkan untuk waktu dekat ini. Maafkan aku, Lukas. Maafkan aku. '

Hingga saat ini, ia masih bisa mengingat setiap kata yang Molly ucapkan saat menolak lamarannya, seakan semua itu baru terjadi kemarin. Lukas pun masih ingat bagaimana wanita itu langsung pergi menghampiri Kevin setelah menolak dirinya. Molly malah memasang raut polos dan tersipu malu saat Kevin berbicara. Tidak! Wanita itu tidak sepolos yang Lukas kira, dan ia sudah tidak tahan ingin merusak wajah Molly agar tak seorang pun mau meliriknya.

"Tidak sampai seminggu. Aku jamin," janji pria itu santai. Terdengar suara pintu yang dikunci dari balik telepon. Tampaknya pria itu baru saja keluar dari apartemen.

"Yeah, cepatlah!" sahut Lukas geram sebelum akhirnya memutuskan pembicaraan itu. Tak ingin membuang waktu, ia bergegas masuk melewati pintu belakang kafe, lalu melangkah menuju ruang dapur. Masih dengan gelora amarah dalam dada, Lukas pun kembali berkutat dengan tugasnya sebagai koki.

Beberapa saat kemudian, Kevin muncul dari balik pintu. Lukas segera menghampiri pria itu dan mengatakan pada kerabatnya bahwa ia ingin ke toilet. Lukas terus mengikuti Kevin yang berjalan menuju ruang karyawan. Ia berniat mencari tahu tentang pria yang pergi bersama Molly. Saat tiba di sana, Lukas langsung memasang raut bersahabat yang selama ini ia gunakan sebagai topeng terbaiknya.

"Kev, kulihat tadi si Molly pergi dengan seseorang. Kau kenal?" tanya Lukas santai sembari berjalan menuju lokernya.

"Oh, si Cliff. Aku tidak terlalu mengenalnya. Memang kenapa? Apa kau cemburu?" tanya Kevin dengan nada mengejek sembari membuka loker pribadinya. Ejekan itu membuat dada Lukas terasa seperti terbakar. Ia pun membuka loker, lalu mengeluarkan sebungkus rokok dan meremasnya sekuat mungkin, melampiaskan kedengkiannya pada ejekan yang Kevin lontarkan.

Can I Trust You? (21+) - The "C" Series No. 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang