BAB 17

76 4 0
                                    

"Oh, Tuhan!" seru Molly terkejut sembari melangkah masuk. Napasnya tercekat, sementara matanya terbelalak menatap kekacauan yang terjadi di hadapannya saat ini. Bulu kuduknya yang bergidik ngeri menunjukkan betapa menakutkan kondisi apartemennya.

"Jangan sentuh apa pun!" perintah Cliff tegas yang langsung menggenggam pergelangan tangan Molly, mencegahnya agar tidak bersikap ceroboh. Langkah Molly pun terhenti tepat di samping Cliff.

Genggaman itu memberikan sensasi hangat yang mulai menjalar ke sekujur tubuh Molly. Namun saat ini ia tak menanggapi sensasi menggelenyar yang menggelitik hingga tengkuk akibat genggaman Cliff, karena pikiran serta perhatiannya tertuju pada kekacauan yang terjadi di ruang tamu.

Kulit sofa dirobek secara brutal, isinya mencuat keluar dan bantal sofa tergeletak begitu saja di lantai. Salah satu sofa bahkan dibalikkan hingga tertelungkup, sementara TV terjatuh di lantai dan layarnya pecah. Namun yang membuat bulu kuduk Molly meremang adalah beberapa sayatan pisau di wallpaper dinding ruang tamu yang membuat beberapa kertas menjuntai ke bawah.

Ini benar-benar menakutkan! Molly belum pernah melihat kekacauan semenyeramkan ini secara langsung. Ia tidak mengerti siapa yang tega melakukan semua ini pada dirinya. Bahkan, Molly berusaha mencari tahu alasan di balik rentetan kejadian yang menghampiri kehidupannya.

'Sejahat-jahatnya orang pada kita, janganlah membalasnya dengan kejahatan. Memang tidak ada orang yang suci dan bersih dari dosa di dunia ini, Molly. Tapi setidaknya, janganlah menabur benih kebencian pada orang lain yang bisa membuat kita semakin berdosa.'

Itulah nasihat yang selalu mama tanamkan dalam benak Molly. Sejak kecil, Molly berusaha untuk tidak melukai perasaan orang lain. Bahkan hingga saat ini, ia selalu mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang mama ajarkan. Itulah yang membuat Molly memilih tumbuh menjadi gadis yang pendiam dan tertutup, bahkan terlalu menjaga jarak dengan orang lain. Ia tidak ingin menyakiti perasaan orang dengan kata-katanya, baik secara sengaja ataupun tidak.

Namun kekacauan yang terpampang saat ini menunjukkan besarnya luapan amarah dan kebencian yang terpendam, entah kepada dirinya atau mama. Akhirnya, mereka berdua melangkah masuk semakin ke dalam apartemen dan menemukan bahwa kekacauan itu bukan hanya terjadi di ruang tamu. Genggaman Cliff terasa semakin erat di pergelangan tangan Molly saat mereka berjalan menuju dapur.

Lemari peralatan makan yang berada tepat di atas kompor terlihat seperti diacak-acak secara sembarangan, bahkan salah satu pintu terjuntai di engsel yang hampir patah. Semua peralatan makan berserakan di lantai. Pecahan kaca yang berasal dari piring dan gelas pun memaksa mereka untuk melangkah hati-hati.

"Kamu mau ke mana?" tanya Cliff yang semakin mempererat genggaman di pergelangan tangannya saat Molly berniat beranjak menuju kamar sendirian.

"Aduh, sakit!" keluh Molly lemah. Meskipun terlihat enggan, Cliff terpaksa melepaskannya. Molly menyelimuti pergelangan tangan dengan genggamannya sendiri demi menggantikan kehangatan tubuh Cliff yang sempat menetap beberapa saat di sana.

"Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Cliff lagi, mencegah gerak kakinya. Tampak jelas betapa tidak sukanya Cliff dengan sikap Molly yang sedari tadi berniat menjauh dari pria itu.

"A-aku mau ke kamar," jawab Molly jujur dan pelan.

"Kamu serius? Ini adalah lokasi terjadinya tindak kejahatan. Kita tidak boleh menyentuh apa pun yang ada di sini!" tegur Cliff, berusaha mengingatkan Molly agar tidak bertindak gegabah.

"Tapi ... aku mau memeriksa kamarku," ucap Molly mencari alasan untuk menjauh dari Cliff. Rasa penasaran membuat Molly ingin segera berlari ke kamarnya untuk melihat sekacau apa kondisi yang terjadi di sana, dan memeriksa apakah ada barang yang hilang atau tidak.

Can I Trust You? (21+) - The "C" Series No. 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang