15

4.5K 411 31
                                    

Mora sungguhan jatuh sakit setelah pulang ke rumahnya. Tanpa alasan, Mora merasa lemas saat ia akhirnya sampai di rumah. Kemudian, ia demam dan mulai pilek. Mora akhirnya kena flu dan demam selama dua hari. Ia bahkan belum sembuh di hari ketiganya.

Tentu saja Mora tidak memberitahu Sangga bahwa dirinya sakit. Begitu menyadari kondisinya kurang baik, Mora menghubungi Sangga dan memberitahunya bahwa ia tidak bisa menemui Sangga karena naskah. Mora sedikit berbohong dengan mengatakan bahwa Catherine sudah mencarinya, padahal deadline-nya masih cukup lama. Yah, Mora tidak mau Sangga ketularan flu. Laki-laki itu kerja sendirian di peternakan. Merawat Mora seharian setelah mereka menghabiskan malam bersama sudah membuat Sangga kerepotan. Mora tidak enak hati jika ia sampai membuat Sangga semakin repot karena ketularan flu.

"Kamu udah minum obat?" Kana mendekati Mora yang sedang mengetik naskah di ruang kerjanya.

Wajah Mora pucat, rambutnya berantakan dan ia tampak lemas. Ada plester pereda demam di keningnya karena ia masih saja panas dingin meski sudah minum obat. Kana berdecak pelan saat melihat kantung hitam di bawah mata Mora. Sudah pasti Mora begadang untuk mengerjakan naskahnya selagi ia sakit! Pantas saja ia tidak sembuh-sembuh!

"Udah," jawab Mora parau, kedengaran lemas.

"Bisa nggak, kamu istirahat aja kalau udah tahu lagi sakit?" omel Kana, sedikit menjewer Mora sampai perempuan itu meringis pelan. "Kalau begini, tambah parah sakitmu!"

"Aduh! Dikit lagi selesai, kok. Aku cuma tinggal revisi satu bab lagi!" sanggah Mora mengusap telinganya.

"Satu bab lagi, satu bab lagi! Coba deh, kamu ngaca! Ketahuan kamu begadang dari kemarin-kemarin malam, 'kan?" Kana melotot kesal pada Mora.

Seringaian konyol tanpa dosa muncul di wajah Mora begitu ia selesai mendengar ucapan Kana. Yah, mau berbohong juga, Mora tahu ia hanya akan semakin diomeli. Bagaimanapun juga, Mora sadar bahwa wajahnya benar-benar kacau karena ia memutuskan begadang demi merombak naskahnya. Setelah bercinta dengan Sangga, Mora mendapati jika naskah yang ia ketik butuh banyak perombakan. Tidak tahulah kenapa Mora bisa sampai berpikir begitu, tapi sepertinya setelah mengalami sendiri, Mora jadi sadar bahwa banyak yang tidak sesuai dengan ketikannya.

"Istirahat sana!" suruh Kana kesal.

"Satu bab lagi!" rengek Mora. "Dikit lagi selesai kok!"

Mora tidak bisa istirahat sekarang, karena ia takut lupa dengan apa yang ingin ia ketik. Meski kepalanya pening dan tubuhnya lemas, Mora ingin menyelesaikan satu bab penting yang ia tambahkan dalam naskahnya. Kana menghela napas panjang, tidak bisa mengomel karena paham betapa pentingnya momentum bagi penulis. Bisa saja setelah Mora bangun, ia sudah lupa yang mau ia tulis.

Akhirnya, Kana berhenti menyuruh Mora beristirahat. Sebagai gantinya, ia menemani Mora sampai ia selesai, memberinya makan berupa bubur ayam hangat, dan juga membuat Mora minum teh jahe hangat supaya tubuhnya cepat pulih. Mora berkutat di depan layar laptopnya selama tiga jam sampai ia akhirnya memutuskan untuk beristirahat dengan wajah puas.

"Selesai deh!" Mora menatap Kana dengan senyum senang. Wajah pucatnya sedikit berseri, tapi jelas Mora masih lemas.

"Istirahat sana," suruh Kana.

Mora mengangguk, meneguk sampai habis teh jahe yang tersisa di gelasnya dan beranjak menuju kamar. Sebelum pergi, ia melirik Kana yang memandanginya khawatir.

"Kamu nggak mau pulang? Aku bisa sendiri, kok. Kata Florine, ibumu masih belum baikan."

Kana menghela napas dan menggeleng. "Ibu udah jauh lebih sehat dari kemarin. Yang nggak sehat itu kamu. Tidur aja sana, biar kutunggui."

Romancing The RancherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang