4

5.4K 461 24
                                    

Kakakmu mau tunangan. Kamu nggak pulang?

Pesan dari mamanya membuat Mora menghela napas. Uh, ia tidak suka berkumpul dengan keluarganya. Jika Mora kembali, Mora yakin mamanya akan mencecar dirinya agar segera menikah. Sedang papanya akan mencibir profesinta yang merupakan seorang penulis novel. Si sulung dan bungsu juga sama, meremehkan profesi dan kesukaannya.

Padahal, Mora hidup berkecukupan dari hasil royalti novel yang ia tulis. Ha! Lahir di keluarga yang tidak menghargai keterampilan seperti menulis novel atau melukis itu benar-benar seperti bisul di pantat. Menjengkelkan.

Mora menghentikan kegiatannya, memutuskan untuk membalas singkat pesan dari mamanya dengan satu kata tidak. Yah, buat apa ia hadir di pesta pertunangan kakaknya? Toh, lelaki itu juga tak akan terlalu senang melihat wajahnya. Dan Mora juga malas bertemu mereka semua.

Perempuan itu beralih menatap layar laptopnya, memutuskan untuk menjeda pekerjaannya sejenak dan membuka internet. Hal pertama yang menyambutnya di sana adalah berita Utama Group yang melebarkan sayapnya tidak hanya di industri produksi makanan dan minuman, tapi juga industri kimia. Wajah komisaris Utama Group juga terpampang di laman utama berita itu. Mora menopang dagunya, mengamati foto lelaki pertengahan 60-an itu, lalu beralih melirik lelaki muda di sebelahnya yang Mora tahu sebagai anaknya.

Mora terdiam sejenak sambil mencoba mengingat nama anak keduanya. Kalau komisarisnya, ia tahu namanya. Setyo Lukman, selalu tiba di kantor jam setengah delapan pagi dan sesekali suka menyapa pegawai magang. Mora tahu karena dirinya dulu magang di Utama Group. Lelaki itu cukup baik, walau Mora merasakan perasaan tidak nyaman yang mirip dengan perasaan saat ia berhadapan dengan papanya sendiri. Mungkin, karakteristik pebisnis memang begitu. Mora tak tahu.

Lalu, anak pertamanya, tak lain tak bukan adalah Sangga Pradipa Lukman. Ia dulu adalah manajer operasional kantor, yang digadang-gadang akan menjadi pewaris berikutnya setelah Setyo pensiun. Akan tetapi, lelaki itu mengundurkan diri dari posisinya beberapa bulan sebelum Mora mengundurkan diri. Ada desas-desus bahwa Sangga itu bukan anak kandung Setyo. Rumor itu menyebar ke seantero kantor dan akhirnya padam begitu saja karena tidak ada yang berani banyak bicara.

Namun, Mora mengetahui bahwa rumor itu bukan sekadar kabar burung. Papanya cukup dekat dengan Setyo, meski hanya sebatas hubungan bisnis dan Mora pernah mendengar papanya menyebut soal anak angkat Setyo. Mora pikir, Sangga awalnya tidak tahu bahwa dirinya anak angkat. Lelaki itu menghapus nama Lukman dari nama panjangnya setelah pergi. Mora rasa, lelaki itu pasti terpukul mengetahui hal itu. Walau ia juga tak bisa menebak seperti apa isi hati Sangga sebenarnya.

Kisah Sangga dan keluarganya memang membuat Mora penasaran, tapi ia tidak sekurang ajar itu untuk mengulik lebih jauh. Menurutnya, ia cukup tahu permukaan masalahnya saja. Lagi pula, di mata Sangga, Mora yakin ia dicap super kurang ajar dengan segala tingkahnya saat berhadapan dengan lelaki itu. Mora tidak mau menambah kesan buruknya, walau ia pun tak bisa menghentikan dirinya untuk menggoda Sangga. Sayang sekali kalau lelaki segagah Sangga tidak ia goda.

Serius, menggoda Sangga itu wajib ia lakukan, setidaknya satu kali sehari. Kapan lagi Mora bisa melihat wajah merah Sangga yang lucu itu? Sewaktu dirinya hanya anak magang di Utama Group, ia beberapa kali melihat Sangga dan kesan pertama yang ditinggalkan lelaki itu adalah kesan dingin dan tak bersahabat. Mora tak yakin apa alasannya, tapi Sangga selalu tampak kesal (walau sekarang juga masih begitu) saat masih menjadi manajer operasional Utama Group. Mungkin, pekerjaan membuatnya stres dan tertekan? Atau mungkin tuntutan Setyo Lukman terlalu berat untuk Sangga?

"Tapi, Setyo Lukman nggak kayak papaku deh," gumam Mora pelan pada dirinya sendiri.

Dari luar, Setyo tidak kelihatan seperti tipikal orang tua yang meremehkan pencapaian anaknya seperti papanya. Kening Mora berkerut. Tiba-tiba saja, ia jadi ingat sesuatu yang menyebalkan tentang papanya. Sepanjang hidupnya, Mora itu tidak pernah menyandang peringkat pertama dalam hal apapun, kecuali menulis.

Romancing The RancherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang