Sangga merajuk padanya selama beberapa hari karena bekas cap bibir di rahangnya yang Mora tinggalkan. Setiap pagi saat ia mengantar susu, ia selalu buang muka dan tidak mau menyahut saat diajak bicara. Walau mukanya sudah merah padam saat Mora melontarkan candaan cabul, lelaki itu tetap tidak bergeming. Ya ampun, susah sekali membujuk bayi manis yang merajuk. Apa Mora kasih susu langsung dari sumbernya saja?
Mora tersenyum sendiri sambil membuka pesan surel yang masuk di laptopnya. Perempuan itu tersentak saat menyadari bahwa editornya mengirimkan surel yang memintanya agar membalas pesan singkat yang dikirimkan ke ponselnya. Buru-buru, Mora mengambil ponselnya.
Sejak menerima telepon dari Verdion, Mora memutuskan untuk mematikan ponselnya dan tidak mau menggunakannya. Beberapa hari ini juga, Mora hanya sibuk dengan naskahnya yang hampir selesai. Saat ponselnya menyala, Mora langsung menerima puluhan notifikasi berasal dari kakaknya dan juga Catherine, editornya saat ini. Mora memutuskan untuk memeriksa pesan dari Catherine lebih dulu, karena Catherine lebih penting.
Perempuan itu meminta Mora agar menyerahkan naskahnya sebelum tanggal 8 April. Oh, itu hanya tersisa sepuluh hari lagi! Mora segera menelepon Catherine, sebelum perempuan itu meneleponnya lebih dulu.
"Empat hari! Kamu ke mana aja empat hari ini?"
Suara omelan Catherine langsung membuat Mora meringis. Kedengarannya, perempuan itu marah sekali.
"Maaf, aku lupa nyalain hapeku. Ini aku lagi ngerjain naskah, makanya kumatiin hapenya," jawab Mora cepat, memberi alasan yang masuk akal kepada Catherine.
Ia tidak bohong, kok. Mora sudah berkutat di depan laptopnya selama empat hari terakhir dan sudah memasuki bagian akhir ceritanya. Perempuan itu hampir berkeringat dingin. Catherine memang pribadi yang santai dan menyenangkan, tapi ia akan jadi medusa kalau marah. Walau punya hobi membuat orang lain kesal, Mora tidak berani membuat Catherine sampai murka karena perempuan itu seram sekali kalau sudah marah.
Catherine terdengar menghela napas di seberang sana. "Ada-ada aja kamu ini! Aku hampir mau nyusulin kamu ke Taju!"
Mora hanya tertawa garing.
"Jadi, naskahmu sudah sampai mana?" tanya Catherine.
"Dikit lagi epilog, kok, Kak," jawab Mora cepat. "Kayaknya, sebelum tanggal delapan, udah kelar deh."
"Oke. Ngomong-ngomong, kamu udah terima laporan penjualan novelmu tiga bulan terakhir, 'kan? Terus aku juga ada forward tawaran dari Rumah Produksi Film Caster buat novelmu yang judulnya Kenapa Sekretarisku Berbeda. Diperiksa ya."
"Iya." Mora menggerakkan jarinya menuju mouse dan membuka pesan surel lain dari Catherine. Memang benar, ada tawaran dari Caster. "Tawarannya nggak harus aku balas secepat mungkin, 'kan? Aku masih ribet sama naskahku."
"Iya. Mereka nunggu sampe bulan Mei nanti, katanya. Masih ada project juga."
Mora mangut-mangut. "Oke. Nanti aku kabari Kak Cath."
"Hm. Ngomong-ngomong, kamu nggak mau balik ke Parama? Bulan Mei nanti ada event Hide and Seek. Nanti kamu nongkrong di salah satu spot toko buku sambil nungguin penggemar datang buat minta tanda tanganmu. Ada dua atau tiga penulis yang udah acc event itu."
"Aku nggak dulu, Kak."
"Pikirin aja dulu. Kalo udah fix, kamu hubungi aku. Sekarang, aku cuma mau tahu kabarmu sama naskahmu. Juga ngasih tahu soal tawaran itu. Begitu aja."
Mora tidak menjawab. Ia tidak punya keinginan kembali ke Parama. Bahkan untuk berlibur pun tidak. Ia malas bertemu dengan keluarganya.
"Iya. Nanti aku kabar-kabari lagi. Aku tutup teleponnya, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Romancing The Rancher
ChickLitSangga tahu kalau jatuh cinta pada Mora akan membuatnya menjadi bukan dirinya. Akan tetapi, mana sanggup Sangga mengendalikan hatinya yang entah sejak kapan selalu tertuju pada Mora?