Event Hide and Seek yang dibuat oleh Five Keys Publisher benar-benar berjalan dengan sangat lancar. Ada lima penulis yang bersembunyi di sekitar toko buku sambil menunggui pembaca yang akan mengenali mereka dan meminta tanda tangan. Mora mendapat lokasi bersembunyi di rak buku motivasi bisnis. Awalnya, Mora menunggu di sekitar area ensiklopedia. Akan tetapi, beberapa pembaca pertama yang menemukan lokasi persembunyian Mora menyebarkan informasi di mana ia menunggu. Berkat mereka, sejak pukul sepuluh pagi, Mora sudah ditemukan oleh puluhan pembacanya.
Karena hal itu, Mora terpaksa dipindahkan ke area buku motivasi bisnis yang berjauhan dengan ensiklopedia. Namun, hal itu sepertinya tidak terlalu membantu karena ia seakan sangat mudah dikenali oleh pembacanya. Padahal, Mora yakin ia tidak pernah mengunggah fotonya di sosmed atau memasangnya di halaman biografi penulis yang ada di akhir novel. Namun, semua pembacanya langsung tahu bahwa ia adalah Moira.
Mora jadi penasaran bagaimana mereka tahu itu dirinya. Ia akan bertanya pada Catherine nanti.
Perempuan itu bersandar di rak buku yang menempel dengan dinding, meraih salah satu buku motivasi bisnis dengan asal dan membaca sinopsis buku yang ada di bagian belakang. Wajahnya kelihatan bosan. Sekarang sudah pukul setengah dua siang, dan pembaca yang mendatangi Mora berkurang drastis jumlahnya. Mora ingin segera pulang, tapi waktu event-nya masih tersisa 30 menit lagi. Mora masih harus menunggu sampai jam dia siang, barulah ia bisa pergi.
Mora sudah sangat kelaparan karena belum makan siang, tetapi ia hanya menahannya. Ia masih bisa bersabar 30 menit lagi. Perempuan itu mulai memikirkan makanan apa yang akan ia lahap siang ini. Sejak dua minggu ia berada di Kota Parama, Mora yakin ia hampir sudah makan di semua restoran yang ada di Kota Parama. Ia jadi merindukan masakan Kana dan masakan Sangga.
Ah, ngomong-ngomong soal Sangga, sampai hari ini, Mora masih tidak berani menghubunginya lagi. Mora masih merasa bersalah karena lupa mengabari keberangkatannya ke kota. Jika ia tidak lupa, Mora yakin ia akan mengganggu Sangga setiap hari hanya untuk mendengar suaranya. Mungkin, ia akan mengusulkan sex call dengan lelaki itu jika keadaannya berbeda dari sekarang.
Mora menarik napas panjang, menyimpan kembali buku motivasi bisnis yang ia pegang kembali ke raknya. Kemudian, perempuan itu menyandarkan kepalanya di rak buku. Tubuhnya lemas, kepalanya kembali terasa pening dan Mora mengantuk. Ia merasa kesepian sekali di Kota Parama selama dua minggu ini. Bahkan, meski ia mencoba menghilangkan rasa sepi itu dengan sering-sering datang ke kantor penerbit, Mora tetap merasa hampa di malam hari.
Ia merindukan pelukan Sangga. Ia memejamkan matanya sejenak, merasa hampir menangis karena sangat merindukan Sangga. Mora pikir, ia ingin berlari kembali ke Desa Taju untuk menemui Sangga. Ia sudah menahan hatinya selama dua minggu dan Mora pikir ia akan meledak, bukan hanya karena kerinduan, tapi karena perasaan hampa dan putus asa yang ia rasakan. Perasaan yang bukan kerinduan itu bersumber dari keluarganya yang Mora bersikap aneh akhir-akhir ini.
Papanya selalu mengirim Armand untuk menjemput Mora agar ikut makan malam. Verdion setiap ada kesempatan berdua saja dengan Mora akan menatapnya seperti sedang mengintrogasi dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan tak biasa yang tidak mungkin ditanyakan oleh seorang Verdion Wijanarko. Contohnya adalah bertanya apakah Mora saat ini sedang menyukai seseorang, atau menanyakan apakah Mora sudah memikirkan pernikahan di usianya yang masih 25 tahun ini. Papanya juga kadang menanyakan pertanyaan yang mirip, tapi Verdionlah yang paling sering bertanya.
Karena tingkah mereka, Mora jadi menutup diri dan mundur sejauh-jauhnya. Ia tidak tahu mengapa, tapi perasaannya jadi tak enak. Bagaimana kalau papanya berniat menjodohkannya dengan salah satu kolega bisnisnya? Mora tidak mau dijodohkan. Kalaupun dijodohkan, ia hanya mau dengan Sangga. Selain itu, ia tidak menerima sosok laki-laki di hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romancing The Rancher
ChickLitSangga tahu kalau jatuh cinta pada Mora akan membuatnya menjadi bukan dirinya. Akan tetapi, mana sanggup Sangga mengendalikan hatinya yang entah sejak kapan selalu tertuju pada Mora?