14

5.4K 467 67
                                    

Rajin olahraga sama sekali tidak menjamin bahwa tubuh akan baik-baik saja keesokan harinya setelah melakukan hubungan seksual yang agak kasar. Koreksi, sangat kasar.

Mora hanya bisa terbaring di ranjang Sangga sepanjang hari sampai Sangga selesai bekerja. Mengetahui Mora hanya bisa terbaring di ranjang lantas membuat Sangga merasa cemas. Ia mengerjakan semua pekerjaannya secepat yang ia bisa. Sangga bahkan mengantar susu lebih pagi dari biasanya agar ia bisa menemani Mora yang kelihatan menyedihkan di ranjangnya lebih cepat. Sebelum itu, Sangga meminjam kunci rumah Mora untuk mengambilkan pakaian Mora untuk dikenakannya. Tidak mungkin juga Sangga membiarkan Mora hanya meminjam pakaiannya tanpa pakaian dalam. Bisa-bisa, ia menyerang Mora sekali lagi.

"Hng, sakit!" Mora merengek untuk ke sekian kalinya siang itu, menatap Sangga dengan mata berkaca-kaca sambil berbaring di pangkuan Sangga. Tubuhnya bersih, tidak ada bekas cumbuan sedikit pun karena Sangga sangat berhati-hati.

Namun, pinggang dan selangkangan Mora nyeri sekali karena Sangga merenggangkannya secara berlebihan kemarin. Yah, lelaki itu tidak menahan diri sama sekali. Ia menghantam Mora dengan kasar, membuat Mora berulang kali menjerit puas sampai menangis. Dan kegiatan itu tidak hanya Sangga lakukan satu kali. Ia lakukan lagi tengah malam, karena Mora terbangun dan meminta pelukan padanya. Pelukan yang harusnya tak Sangga berikan karena selanjutnya, Mora menggodanya dan membuat kejadian di ruang tamu terulang lagi di ranjang Sangga.

"Maaf," kata Sangga dengan wajah tampak merasa bersalah.

Meski Mora memang meminta agar Sangga memperlakukannya dengan kasar, Sangga tetap merasa bersalah. Ia sedikit lepas kendali dan tidak menahan kekuatannya terhadap Mora. Tidak peduli setangguh apa pun perempuannya, ia pasti akan kesakitan juga.

"Nggak apa-apa," jawab Mora, menggenggam tangan Sangga erat. "Lagian, aku juga yang minta."

Sangga membalas genggaman Mora dengan lembut tanpa menjawab. Perempuan itu dengan manja meringkuk di pangkuannya, menatap Sangga dengan mata memelas minta perhatian. Sangga mana tahan kalau Mora bertingkah manis begini? Ia mengulurkan tangannya, mengelus rambut Mora dengan penuh kasih sayang.

"Kemejanya gimana? Bisa dicuci?" tanya Mora pelan, menikmati belaian Sangga dirambutnya sambil menatap Sangga cemas.

"Nggak usah mikirin itu. Udah aku beresin kok, kemejanya," jawab Sangga menenangkan.

Kemeja putih yang Mora pinjam kemarin kotor karena darahnya. Akibatnya, Mora sangat cemas dan merasa bersalah. Perempuan itu bahkan hampir menangis karenanya. Sangga berulang kali harus menenangkannya dan mengatakan bahwa kemejanya bisa dibersihkan. Walau tidak bisa pun, Sangga tetap akan memberitahu Mora bahwa kemejanya sudah bersih.

Lagi pula, itu hanya kemeja. Apalah artinya kemeja yang rusak dibandingkan keperawanan Mora yang Sangga renggut? Ia bahkan ingin membakar kemeja itu jika nodanya tak bisa hilang, agar Mora tidak bisa melihatnya lagi dan tidak merasa bersalah. Namun, di sisi lain, Sangga ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Kemeja itu menjadi saksi bisu betapa liar dan panas percintaannya dengan Mora di kali pertama mereka.

Mora mendongak, menatap Sangga lekat dalam diam. Sangga pikir, Mora akan kembali bertanya soal kemejanya karena masih tidak bisa berhenti merasa bersalah. Tapi ternyata, Mora malah meminta pelukan dengan manja.

"Mau peluk."

Jika Mora meminta pelukan, maka Sangga akan memeluknya. Jika Mora mau ciuman, Sangga akan dengan hati menciumnya. Bahkan, jika Mora ingin Sangga menikahinya sekarang, Sangga akan membawa Mora bersamanya kembali ke Parama untuk meminta izin orang tua mereka dan mengurus dokumen pernikahan mereka. Sangga benar-benar serius dengan Mora, terlepas mereka belum genap satu bulan -oh, bahkan belum sampai dua minggu- mencoba lebih dekat.

Romancing The RancherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang