1

710 19 0
                                    


Ayam berkokok membangunkan tidur seorang gadis yang dari semalam menggulung di bawah selimut akibat kecapekan. Shania Ella adalah namanya. Gadis dengan surai sebahu sudah bekerja sebagai pelayan di rumah makan untuk membantu sang ibu yang tak muda lagi. Bu Darmi, wanita berumur 65 tahun, bekerja sebagai pembantu di mansion orang terkaya di negeri ini. Entah bagaimana caranya, beliau bisa masuk ke kediaman Keluarga Bagaswara.


"Shan, Ibu sudah siapkan air hangat di kamar mandi. Atau kamu jangan ke kampus dulu saja?" tawar Bu Darmi seperti semalam.


Shania menggeleng dan beranjak dari ranjang yang ditiduri keduanya itu setiap hari. Gadis itu memegang tangan ibunya yang kasar sembari tersenyum. "Aku sudah tidak sabar masuk ke kampus, Bu. Doain aku ya, semoga berjalan dengan lancar!"


"Amin, Ibu selalu doakan yang terbaik buat gadis cantik ini. Sana, takut telat! Ibu juga mau kasih makan ayam-ayam dulu."


Bu Darmi meminta ijin kepada Tuan Sam untuk keluar dari mansion ke bangunan kecil yang berdekatan dengan kandang ternak milik majikannya. Sejujurnya, ia mengkhawatirkan putrinya jika masih menyatu di sana harus terus ditatap tak suka oleh istri majikan dan anak-anaknya. Tak jauh dari mereka memang, tetapi cukup untuk mengurangi tekanan batin.


Pukul 06.00, Shania baru siap. Selama satu jam, ia membersihkan rumah dan membuat sarapan untuk ibunya. Bu Darmi harus ke mansion pagi-pagi karena di sana sedang sibuk-sibuknya. Shania tinggal memberikan sarapannya saja terus langsung ke halte. Ia pikir itu cukup untuk sampai ke kampus pukul 07.00.


"Yahh, sepatunya malah jebol lagi!" Shania menghentikan langkahnya yang baru sepuluh langkah dari rumah. Ia terpaksa harus merekatkan dulu sepatunya. Saking tidak memikirkan dirinya, Shania kelupaan membeli sepatu baru. Sepatunya sudah tiga tahun menemani masa putih abunya.


"Syukurlah, selesai. Aduh, sudah telat ini!"


Shania terbirit ke mansion utama. Ibunya yang biasa suka keluar untuk mengambil sarapan kini tak kunjung ada. Salah Shania juga yang sudah mengamanatkan jika ia akan ke sini pukul enam. Pasti, Bu Darmi sudah kerja lagi. Alhasil, Shania terpaksa harus masuk. 


Sepatu hitam bututnya ia lepaskan. Ia jarang ke sini kecuali disuruh oleh sang majikan.


"Eh, mau ke mana kamu?!"


Shania meneguk salivanya. Gadis yang dikuncir dua ala-ala ospek berbalik dan membungkuk hormat. "Selamat pagi Nyonya, saya mau mengantarkan makanan untuk ibu saya!" ucapnya sopan.


"Lewat belakang aja! Anak-anak saya sedang sarapan malah mual lihat kamu nanti!"


Tak ada yang bisa ia lakukan selain menurut, mana berani gadis sepertinya membantah. Di dapur, Bu Darmi memang sedang memotong sayuran. Shania langsung pamit karena sudah kesiangan. Akan tetapi, sepatunya ada di depan. Sialnya, ada anak kedua dari Keluarga Bagaswara sedang memainkan ponsel tepat di atas tangga dari sepatunya. Ia sungkan, tetapi sudah kesiangan.


"Permisi ya Tuan Muda!" Ia menunduk meraih sepatunya. Karena tuan muda yang satu ini paling ramah, Shania pasti disapa.

Duka dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang