15

201 15 6
                                    


"Nih, pake!"


Shania tertegun sejenak. Lantas, ia menutupi tubuh bagian atasnya dengan jaket. Reaksinya perlahan normal kembali. Malam itu kecelakaan. Tuan mudanya tak mungkin melakukan hal rendahan lagi. Shania melirik ke sampingnya, sang suami fokus mengemudi.


"Maaf..." sesalnya sudah berperasangka buruk. "Saya bisa turun di halte depan saja, Tuan."


"Lo mau naik apa pulangnya? Transportasi umum diberhentikan sementara," jawab Nathan dengan suara meninggi.


Shania meremas jaket Nathan. Ia tidak melakukan kesalahan, tetapi suaminya meneriakinya. Shania sadar diri sehingga ia harus mengikis interaksi di antara mereka. Eksistensinya memang tak berguna.


"Aku bisa tunggu, kok. Tuan tidak perlu mencemaskan saya. Jika tidak ada terus, teman saya bisa menjemput."


Ckik!


Nathan tiba-tiba mengerem mendadak. Mata tajamnya menatap sang istri yang menunduk. Tangan dinginnya memegang dagu Shania agar diarahkan untuk membalas tatapannya. Suara ringisan terdengar lirih, Nathan menekannya keras.


"Siapa yang ngekhawatirin lo?! Gue cuman gak mau Ayah marahin gue karena nelantarin lo di saat hujan begini. Temen lo? Siapa, hah?!" Shania masih diam. Nayanikanya tak terlihat sekarang. "Pacar lo?! Jawab!"


Dengkuran halus menyapa indra pendengaran Nathan. Dia tak percaya jika Shania tertidur ketika diinterogasi. Cengkeraman di dagunya lambat laun berpindah ke belakang kepala Shania agar tak terganggu tidurnya. Nathan menyenderkan sang istri senyaman mungkin.


"Kok dingin banget?! Gue bawa lo pulang saja."


Tadinya ia berekspresi datar, kini begitu panik. Kulit Nathan tak sengaja bersinggungan pada punggung tangan Shania. Bibir yang biasa merah alami berganti pucat. Ia tak tahu harus apa, tetapi mempercepat laju mobil ke apartemen.


Shania digendong ke kamar miliknya. Baju ganti ada di kamar perempuan itu. Terpaksa, Nathan turun kembali. Di kamar tamu, Nathan menilik pakaian tidur yang pas. Namun, itu tidak ada yang cocok menurutnya. Semua pakaian istrinya begitu lusuh.


Tarikan asal satu set pakaian tidur membuat pakaian yang tertata rapi berjatuhan. Nathan menggertak giginya. Tak perlu diambil pusing, ia mengambil pakaian dalam lalu ke atas lagi.


Ceklek!


"Lo kenapa bangun?! Tidur!" perintahnya kesal sebab Shania kini tengah menunduk merapikan seprai. "Lo pucet banget. Ganti baju dulu. Lo bisa sakit nanti." Barang yang dibawa diberikan. Shania merampas dan menyembunyikan pakaian miliknya ke belakang. "Apaan sih lo?! Gak usah malu kali. Gue suami lo."


"Maaf Tuan, saya permisi dulu!"


"Anjing!" umpatnya. Capek-capek nganterin dan perhatian, dia malah mengabaikannya. Lebih baik, ia menemui kedua sahabatnya. Namun, kepalanya terasa berat. Alhasil, ia memilih meringkuk di kasurnya.

Duka dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang