16

214 13 1
                                    

Foto gadis kecil yang sedang memainkan boneka bersama wanita dan pria dewasa dipasangnya lurus. Gadis kecil itu berjauhan dengan keduanya. Itu hasil jepretan Bi Darmi karena Shania kecil selalu menangis tidak ditemani tidur oleh orang tuanya. Setelah ada foto itu, tidurnya menjadi nyenyak.


Bibir Shania melengkung. Andai saja ia bisa dekat dengan orang tuanya itu, pasti hidupnya lebih menyenangkan. Akan tetapi, pengandaian hanya dimiliki oleh seorang pecundang. Namun, sialnya, Shania merasa begitu.


"Shan, ini alas kasurnya mau ditaro di mana?" Rico, tetangga kos yang ditabraknya, menyembul dari balik pintu.


"Taro di sini aja ya, Co! Hadap ke meja ini," jawab Shania mengarahkan. Kamar kosnya tidak luas, sedangkan ia membeli kasur dan meja yang menyita ruang. "Mepetin ke tembok!"


"Kenapa nggak menghadap cermin aja biar lucu?"


Shania menggeleng cepat, "Aku parno. Bagaimana jika malam hari ada penampakan?! Tidak boleh!"


"Ish, jangan dipercaya gosip itu. Ada taktik pemilik kos depan yang ngejelekin kos di sini. Aku di sini selama dua bulan nggak ada apa-apa."


Acara beres-beres selesai pukul tiga sore. Shania mengantar Rico dahulu ke Perpustakaan FMIPA karena bukunya itu. Lumayan merogoh saku untuk ganti ruginya. Akan tetapi, Shania bersyukur jika Rico tidak kena semprot petugas.


Keduanya jadi akrab. Bahkan, Rico rela meninggalkan kelasnya untuk mengantar teman kos barunya ke pasar. Shania membeli kasur, alas kasur, meja, dan penanak nasi. Perihal cermin, itu bawaan dari kamarnya.


"Kok nanggung banget sih baru pindahan sekarang? Kamu orang deket sini?" tanya Rico sambil meminum kopi yang dissuguhkan Shania. "Thanks, ya!"


"Iya, tadinya nggak akan kos. Tapi, karena satu dan lain hal, aku kos aja deh."


"Okay Shan, aku ke kamar duluan. Nggak enak masa ngobrol di teras kamar cewek. Duluan, ya? Kalo ada apa-apa, telpon aku!"


"Iya, terima kasih, Co!"


Rico menutup kamarnya. Senyum Shania yang dari tadi terus terbit pun sekarang padam. Nayanikanya berair. Shania segera masuk dan mengunci pintu.


"Ibu, maafkan aku!" Shania menangisi kebohongannya. Siang tadi, Bi Darmi menelepon. Wanita tua itu terdengar khawatir menanyakan kabarnya. Ia jawab baik-baik saja, tidak ada yang perlu dicemaskan. "Aku mau mandiri, Bu. Nanti, aku akan cari uang untuk aborsi." Ambisinya.


Flashback on


Hari ini tepat hari ulang tahun Shania yang kelima. Dari pagi sampai siang, Bi Darmi mengajaknya ke kebun binatang dan taman hiburan. Shania bersenang-senang bersama. Keduanya merayakan ulang tahun di taman kota sampai sore.


Tiup lilin! Suih!


"Yeay, sekarang Non Shania potong kuenya!" Bi Darmi memberikan pisau hadiah kue kecilnya. Tabungan beliau sudah habis dibelikan untuk dua tiket taman hiburan terbesar di ibukota.

Duka dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang