9

216 10 0
                                    


Air terus mengalir membasahi hampir seluruh tubuhnya. Ia terduduk lemas di lantai kamar mandi. Tangisan yang tertahan tersamarkan oleh gemercik air. Alat tes kehamilan itu pasti tak berfungsi semestinya. Akan tetapi, mengapa semuanya memberikan hasil yang sama? Shania terus berkubang dalam kepedihan. Entah berapa lama, yang pasti tubuhnya menggigil akibat kedinginan.


"Aku gak mau hamil anaknya, Tuhan!" doanya. Sial, dia terlambat menengadahkan kepalanya ke langit. Tirakatnya tak mampu mencegah akhir yang seperti ini. Harusnya, ia meminum pil pencegah kehamilan. Nasi sudah menjadi bubur. Sementara itu, hidupnya ke depan tak tahu seperti apa.


Tok! Tok! Tok!


"Shan, kamu kenapa di dalem?!" suara khawatir Bu Darmi berteriak. Wanita tua itu terusik karena suara keran air. Karena tak kunjung mendapat respons, Bu Darmi memutar knopnya yang tak dikunci. Dengan cepat, ia berlari mendekati Shania yang duduk tak berdaya di sana. Wajah pucat tak menghalangi paras cantiknya Shania. Namun, Shania begitu mengenaskan.


"Aku tidak mau. Aku tidak mau. Aku tidak mau!" ucapnya terus menggeleng. 


"Ya Tuhan, kamu kenapa sampai seperti ini?!" Bu Darmi setenggah menjerit berusaha menarik putrinya agar kembali ke kamar. Baru juga geseran duduk, netranya tak sengaja menangkap wujud benda aneh yang sebelumnya diduduki remaja itu. Tangannya bergetar saat testpack itu menampilkan hasil garis dua dan pregnant. Mulutnya ditutup dengan telapak tangan keriputnya. Apakah ini musabab Shania seperti ini?


"Ibu... Maafkan aku, aku sudah mengecewakanmu!" lirihnya memeluk Bu Darmi. Tangan keduanya sama-sama bergetar.


Bu Darmi tersenyum, "Kita ke kamar, yuk! Ganti pakaianmu nanti. Dingin, malam-malam harusnya selimutan."


Shania mengangguk. Dengan sisa tenaganya, ia dipapah. Bu Darmi dengan telaten menggantikan pakaiannya. Tanpa bertanya apapun, wanita tua itu malah berlalu dari kamar. Shania hanya berbaring dengan tatapan kosongnya.


"Shania Sayang, minum air anget dulu ini!"


Perempuan itu menggeleng. Ia menubruk tubuh ibunya untuk menyalurkan keputusasaannya. "Ibu, aku gak mau hamil! Dia jahat. Aku harus gugurkan sajakan? Pilihanku sudah benarkan, Bu?" tangis lemah memasuki indra pendengaran Bu Darmi.


"Syut, kamu gak boleh bicara seperti itu. Kamu perempuan paling baik yang pernah ibu temui. Kamu tak akan setega itu untuk membiarkan janin yang ada di perutmu tak seberuntung dirimu, kan?"


Tangisan Shania mereda setelah hampir sepuluh menit berlindung dipelukan wanita yang selama ini menjaganya. "Tapi Bu, aku takut jadi ibu yang buruk. Aku takut!"


"Walaupun kamu diacuhkan oleh ibu kandungmu, tapi kamu berhasil menjadi anak yang baik. Ibu yakin, kamu juga bisa menjadi ibu yang baik juga. Kamu akan menyalurkan kasih sayangmu sepenuhnya." Bu Darmi menyeka air matanya. "Oh iya, besok kita pindah ya ke kos yang agak deket ke kampus. Kamu tidur dulu saja sekarang!"


"Benarkah? Apa Ibu sudah bicara kepada Tuan Sam?"


Duka dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang