6

217 9 0
                                    


Cahaya mentari pagi menelusup ke sela-sela kamar Nathan. Dua muda-mudi terusik dengan silaunya. Nathan menggeram kesel tidurnya terganggu. Sedangkan Shania, dia terbangun karena merasa ada yang aneh dengan tubuhnya.


Mata indah gadis itu terbuka. Yang pertama dilihatnya adalah orang yang telah melecehkannya semalaman. Nathan memeluknya erat. Rasa benci dalam dirinya kian memuncak. Shania berkali-kali berontak kabur, tetapi Nathan terus menariknya kembali sampai ia pingsan di bawah kukungannya.


Hatinya begitu sakit. Akan tetapi, ia malu untuk sekadar mengeluarkan suara kesedihannya. Mulutnya dibekap agar tak menangis kencang. Berapa sakitnya yang ia terima tak bisa digambarkan oleh deskripsi apapun.


"Lepas, Berengsek!" ucapnya merintih, tetapi terdengar marah. Tangan Nathan yang memeluk pinggangnya, Shania hempaskan dengan sisa tenaganya.


"Eumh, Zee... Kakak masih ngantuk, jangan ganggu Kakak!"


Karena tak mau menyingkir, Shania menendang kaki Nathan. Alhasil, pria itu terbangun dan kaget bukan main ada perempuan di sampingnya.


"Lo ngapain di sini?" kagetnya hingga merubah posisi jadi duduk.


Shania tak menjawab. Ia menarik selimut yang hampir saja mengekspos tubuhnya akibat Nathan grasak-grusuk. "Shit!" Bukan Shania, melainkan Nathan. Pria itu memijat pelipisnya berharap ingatan kemarin muncul di memorinya.


"Sialan, lo yang udah ngejebak gue?!" tuduhnya.


Shania tersenyum miris, "Ngejebak kamu? Yang ada kamu penjahatnya, Berengsek!"


"Lo, lo udah berani sama gue hah?" Nathan menarik tubuh Shania agar merapat pada tubuhnya. Yang diperlakukan seperti itu tentu saja menangis apalagi bagian atas area sensitifnya terasa nyeri tertekan oleh dada bidang Nathan.


"Sh, sakith, Berenghsekh!"


"Lo jangan ngerasa jadi korban! Gue tau lo suka gue kan dari awal kita bertemu?" tanya Nathan merasa wanita miskin itu tak mampu mengelak lagi.


Tok! Tok! Tok!


"Than!"


"Too..Mhmhh!"


Nathan memilih menciumnya agar dia berhenti berteriak. Tak ingin terus dilecehkan, Shania menggigit bibir Nathan. Sebelum perempuan itu berteriak, Nathan menekan kepala Shania ke bantal. Tangan yang lain sibuk mencari sesuatu untuk membekap mulut menyebalkan itu. 


"Awas kalo lo berani bersuara. Ibu lo, gue pastikan tak akan selamat!" peringat Nathan. Ia menggendong wanita itu ke walk in closet


Nathan memakai pakaian terlebih dahulu. Tak lupa pakaian keduanya yang berserakan di lantai, ia singkirkan. Dirasa sudah aman, barulah ia membuka pintu.

Duka dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang