13

67 8 5
                                    

Special song for this part~
"Maybe, I" by Galdive.

"Brarti kalau bukan Kania, cewe yang mana?"

"Cewe apaan? Cewe mana?" Tanya Galih makin bingung.

Arga makin melongo.

"Kau sendiri sudah liat gimana tanggapanku sama cewe kan?" Tanya Galih, mengingat Arga sudah membuka ponselnya dan melihat pesan Galih yang sangat 'kering'.

"Iya sih?"

Sudah beberapa hari ini ia selalu bersama Arga, mengobrol dengan Arga setiap makan siang dan hanya mereka berdua, ia rela naik taksi -yang mana sangat mahal- agar bisa pulang lebih lama dari tempat Arga, dan lagi ia tidak pernah menghubungi Kania sekalipun.

Dan Arga berpendapat bahwa Galih menyukai Kania atau cewe lain dan bukan menyukai Arga?

Galih memegang kepalanya frustasi, "Coba jelaskan kenapa kau berpikir aku suka Kania?" Tanya Galih menuntut penjelasan.

"Jadi, mulanya karena kau terlihat senang saat mengobrol dengan Kania. Kau bahkan merubah gaya pakaianmu saat pertama masuk sekolah, lalu kemudian kau..." Arga terdiam sejenak. Dari pemaparannya, Kania tidak terlibat sama sekali setelah akhir pekan kemarin, "benar juga. Ga ada yang berkaitan sama Kania. Brarti beneran cewe lain ya?"

Galih menghela nafasnya, ia menarik tangan Arga dan menggigit pelan telapak tangannya.

"Duh?!"

"Kau sangat bodoh. Sekarang aku mengerti kenapa semua mantanmu memutuskanmu," pungkas Galih tanpa hati.

Ia sebenarnya tidak ingin menyatakan perasaannya, namun melihat Arga yang sangat bodoh dan tidak sensitif, Galih sangat ingin menghentikan ke-Bullshit-an ini.

"Aku tidak pernah menyukai Kania. Aku tersenyum padanya karena kau akan senang jika aku bersikap baik saat itu. Kau pasti ingat kan, kau memintaku untuk jadi baik di kamar mandi? Kemudian, aku merubah penampilanku karena aku ingin kau memperhatikanku. Kau ingat kan, kau suka kalau aku 'lebih' terurus?" Ucap Galih memetik kata 'lebih', "aku sering datang kemari karena aku ingin lebih dekat padamu. Aku melakukannya karena aku..."

Deg!

Arga terdiam dia menggeleng, seakan ia tahu apa yang ada di pikiran Galih. Arga segera menutup mulut Galih dengan tangannya yang bebas. Sial, ia gemetaran.

Bukannya ikut diam, Galih bergerak mencium telapak tangan Arga, membuat yang empunya terkesiap. Mata Galih tidak lepas menatap netra kelam Arga. Melihat Arga tidak melakukan apapun, Galih mencium perlahan tangan Arga. Meninggalkan jejak dari ujung tangannya sampai beranjak naik ke lehernya. Mengirimkan sensasi seperti sengatan listrik yang mengalir di kedua insan ini.

"Rambutmu masih basah," ujar Galih, mengembus lembut nafasnya di cuping telinga Arga. Tangan Galih menyusur rambut Arga yang memang masih basah.

Arga terbengong. Ia bingung harus bagaimana. Ia ingin mendorong Galih tapi di sisi lain, ia juga tidak ingin melawan. Ia menikmati kelembutan yang Galih berikan. Terasa aneh, baru, dan membingungkan. Tapi, ia menyukai sensasi kejut di perutnya, jantungnya, bahkan isi kepalanya.

"Hnnn... Galih?" Erang Arga saat Galih mencium cuping telinganya.

Galih tersenyum tipis. Ia mendorong Arga untuk bersandar di sofa. Mereka beradu tatap, Galih berusaha mencari sepercik keraguan di mata Arga. Setidaknya, keraguan Arga dapat membuatnya menahan diri.

Namun, seakan tahu isi pikiran Arga yang turut mendamba, Galih langsung mencium bibir ranum Arga. Bibir berwarna sedikit kemerahan yang terlihat lezat dan semanis madu baginya.

Saat ini, Galih mengutuki dirinya karena tidak sikat gigi setelah makan ayam barusan.

Bibir Galih meraup setiap inchi bibir Arga. Mendorong lidahnya untuk ikut bermain dalam ciuman pertama mereka. Arga tidak diam, ia juga menikmati, menautkan lidahnya dengan lidah Galih. Jantung mereka berdetak kencang untuk satu sama lain, seakan bibir mereka yang bersatu membuat seluruh darah memompa terpusat ke wajah mereka yang memerah padam.

Tangan Galih meraih masuk ke dalam baju Arga. Meraba perutnya, naik ke rusuknya, dan sampai pada dada Arga.

Disini, Arga tersadar.

Ini-

"Ini tidak benar," gumamnya.

Tangannya mendorong Galih dan mengalihkan wajahnya. Nafas Galih dan Arga tidak teratur.

"Arga?" Panggil Galih. Sedikit bingung dengan perubahan sikap Arga.

"Kau... tidak. Aku,... Maaf. Tapi, aku rasa kau harus pulang," suruh Arga.

"Hah?"

"Keluar. Sekarang!" Perintahnya. Ia menekan setiap kata.

Melihat Galih tidak bergerak sedikit pun, Arga berdiri dan mendorong Galih dengan sekuat tenaganya. Begitu Galih berada di luar, Arga menutup pintu dengan sekuat tenaganya. Matanya menatap ke arah tas olahraga Galih dan juga sepatunya. Tanpa basa basi, ia mengambil keduanya dan membuangnya ke hadapan Galih.

"Aku pikir... aku tidak bisa bicara denganmu untuk sementara..." Arga pun ragu dengan perasaannya. Ia menutup pintu dengan kencang dan berjalan menuju sofanya.

Ia seperti orang tolol saat ini. Bingung harus melakukan apa, yang pertama terlintas di kepalanya adalah ia harus membereskan makanan yang masih ada di atas meja. Ia memasukkan meja ke bawah sofa dan menyiapkan sofanya menjadi tempat tidur.

Begitu ia siap, Arga mematikan lampunya dan berusaha memejamkan matanya. Namun, setiap pandangannya menggelap, ia bisa membayangkan bagaimana intimnya hubungannya dengan Galih barusan. Dan itu membuatnya... aneh.

"Aku jijik... atau tidak?" Ucapnya sembari jarinya memegangi bibir yang baru saja bertaut dengan bibir Galih.

Sedangkan di jalan pulang, Galih memilih untuk berjalan kaki. Ia tidak ingin naik taksi. Rasanya ingin lebih lama sampai ke rumah, memikirkan isi kepalanya sampai ia mengakui perasaannya pada Arga.

"Tidak, dia bilang tidak apa-apa. Dia juga awalnya tidak menolak? Apa yang ada di pikirannya sebenarnya? Bagaimana reaksi wajahnya saat aku mencium bibirnya? Dia terlihat menikmati. Apa karena aku sampai menggrepe badannya?" Galih terdiam setelah menyerocos panjang lebar, "tapi ada apa dengan kalimat 'tidak ingin berbicara denganmu lagi'?"

Galih merutuki perbuatannya. Kenapa ia tidak bisa menahan dirinya sampai Arga menyukainya?

"Aku serakah. Baru saja mendekatinya selama beberapa hari dan aku sudah menyatakan perasaanku. Jelas saja ia terkejut, apalagi aku cowok. Tapi, dia bilang 'ya ga gimana-gimana'?" Galih meniru gaya Arga yang terlihat santai saat menjawab pertanyaannya mengenai Gay.

"HUAARGGGHHH!!!" Teriak Galih frustasi dengan sangat kencang sampai memancing suara anjing menggonggong dimana-mana.

"WOY! RIBUT BUJANG!" Maki salah satu pemilik rumah membuat Galih ketar ketir dan berlari meninggalkan jalanan kecil itu.

I LIKE YOU? 2 [ BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang