14

57 4 2
                                    

Galih menoleh ke arah Arga yang berada beberapa kursi di belakangnya. Tepat setelah kelas berakhir dan istirahat dimulai. Ia ingin sekali menghampiri Arga dan berkata bahwa perkataannya hanyalah... candaan. Tapi, ia tidak bisa. Perasaannya terlalu kuat untuk dikatakan sebagai candaan.

Arga sedang berbicara dengan Chio dan Ian, mereka tergelak beberapa kali. Sampai, Arga sadar dengan tatapan Galih yang tertuju padanya. Arga melihat ke arah Galih dan dengan cepat mengalihkan pandangannya. Lelaki itu kembali berbicara pada Chio dan Ian sebelum akhirnya pergi dari tempat duduknya.

"Kev, ke kantin!" Ajak Arga tanpa melirik sedikit pun pada Galih. Kevin menoleh ke arahnya dan segera menyimpan ponselnya.

Galih menghela nafasnya panjang, begitu Arga keluar dari kelas. Ini sudah ke sekian kalinya Arga mengabaikannya hari ini. Bagaimana ia akan melalui Relay Race kalau Arga saja, yang sedari awal menjadi targetnya untuk ikut lomba ini, tidak ingin berbicara dengannya.

"Reggy ama Hima kemana?" Tanya Yuzo pada Galih yang duduk 2 kursi di belakangnya.

Galih menggeleng dan mengendik. Ia tidak ada keinginan dan semangat untuk menjelaskan bahwa dua orang itu sedang rapat panitia dadakan untuk persiapan festival olahraga sekolah.

"Kenapa, Gal?" Tanya Yuzo yang akhirnya mendatangi tempat duduknya.

Galih menggeleng lagi dan menundukkan kepalanya.

"Kau lagi ada masalah? Mana tau aku bisa bantu?" Tanya Yuzo.

Galih menggeleng lagi.

"Kau terlihat lebih parah sekarang dibandingkan dirimu yang tak terurus kemarin," ejek Yuzo sambil terkekeh. Mencoba mencairkan suasana.

Namun, Galih hanya diam dan langsung menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya.

"Galih, cer-"

"Bisa diem ga anjing?!" Maki Galih akhirnya.

"Santai aja dong!" Ucap Yuzo terkejut dengan makian Galih yang terlalu tiba-tiba.

Galih menatap Yuzo dengan tajam dan nafas memburu. Melihat hal itu, Yuzo ikut merasakan emosinya nyaris keluar dari ubun-ubun.

"Udah sana jauh-jauh!" Suruh Galih mendorong mejanya membuat Yuzo terhimpit.

"Anak Puki!" balas Yuzo tak kalah kasar. Ia mendorong meja Galih, membalas perlakuan kasar Galih, "kau kira karna badanmu otot semua, takut aku?!" Yuzo menarik kerah Galih dan memutarnya untuk mengurangi ruang nafas Galih.

"Wih gelut gelut!" Teriak salah satu murid yang membuat kelas menjadi ricuh.

"Heh! Apa ini tiba-tiba berantem!" Tukas ketua kelas panik berusaha melerai mereka berdua dengan mendorong keduanya agar menjauh dari satu sama lain. Tapi tentu saja, tenaga ketua kelas yang merupakan seorang perempuan, tidak sedikitpun menggerakkan keduanya dari tempat mereka berpijak.

Chio langsung menarik Galih yang terlihat mulai panas sedangkan salah satu murid menarik Yuzo secara paksa menjauh keluar dari kelas. Tidak ada yang berani menenangkan Galih selain Chio. Badan Galih yang besar dan penuh dengan otot membuat yang lain takut mendekatinya, apalagi saat ia marah.

Galih menggebrak mejanya dan mendorong Chio menjauh sampai Chio sedikit terhuyung lalu terjatuh di antara meja dan kursi.

Ian yang sedari tadi diam, segera menghampiri dan membantu Chio untuk berdiri. Hanya saja tanpa peduli, Galih keluar dari kelas dan berjalan tanpa arah.

Di luar gedung, Galih memilih pergi ke belakang sekolah dan duduk di dekat semak-semak yang sudah lama tidak dibersihkan. Ia menggaruk kepalanya frustasi. Sudah lama emosinya tidak meledak-ledak seperti ini. Ia sudah memaki Yuzo dan mendorong Chio sampai terjatuh.

"Great, just make more enemy!" Ia memukul kepalanya yang serasa ingin pecah karena emosi yang meluap-luap.

Cukup lama Galih hanya diam dan menatap lurus ke arah tembok belakang sekolah yang dipenuhi oleh coretan pilox dan gambar... tidak senonoh pokoknya. Ia menghela nafas berulang kali lalu kembali merutuki kelakuannya.

Mendengar bel sudah berbunyi, Galih bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan tempatnya. Ia menyisir rambut ikalnya ke belakang dan mengikatnya dengan karet yang ia temui di sekitarnya. Ia harus berpikir dengan logis jika tidak ingin melampiaskan amarahnya ke orang-orang di sekitarnya.

"Ayolah, Galih! Jadi waras!" Perintahnya pada dirinya sendiri.

"Galih!" Suara seorang perempuan yang memanggilnya membuatnya menoleh. Ia melihat Kania berlari kecil menghampirinya.

"Kania?"

"Udah lama ga jumpa!" Ucapnya riang, "jadi, Galih udah nyediain waktu ga buat nemanin aku?"

Galih menahan bibirnya agar bisa membalas Kania dengan tenang dan ramah, "Gimana ya? Lagi sibuk buat nyiapin pertandingan sekolah."

"Yah... padahal kemarin sudah janji buat nemani aku..." rajuknya dengan suara yang dibuat-buat.

Demi apapun Galih ingin sekali marah melihat tingkah menggemaskan yang menurutnya cukup menyebalkan. Galih tidak tahu cara menghadapi gadis seperti ini. Di lingkungan tim badmintonnya, jarang ada gadis yang bertingkah seperti ini. Ingin rasanya ia berteriak, 'aku tahu bakal jadi begini, makanya kemarin aku ga tautin kelingking!'.

Namun, ia menahan pikirannya yang jahat dan menyedihkan itu lalu memilih untuk tersenyum tipis, "Lagian, aku tidak pandai memilih aksesoris. Dan aku yakin, aksesoris apapun yang kau pakai, pasti terlihat bagus!" Pujinya.

Mencoba membuat Kania segera mengangguk, menyetujui maksud hatinya, lalu pergi meninggalkannya. Dan ia terbebas dari urusan-urusan Kania.

Kania menunduk lesu, "Galih ga suka ya dekat samaku?" Tanyanya mendadak. Masih dengan suaranya yang sengau dibuat-buat.

Galih terpelongo. Memang benar ia tidak suka, tapi tidak mungkin ia mematahkan hati Kania begitu saja. Ia mungkin bodoh dalam percintaan tapi untuk hubungan sosial, ia tidak bisa sejahat itu.

"Engga kok! Yaudah, kalau hari sabtu ini gimana?" Tawarnya.

Kania tersenyum lebar, "Bener ya?!"

"Iya, tapi aku hanya bisa jam 12 sampe jam 1 doang. Gapapa?" Tanya Galih.

Kania mengangguk senang, ia menepuk pelan lengan Galih, "Oke! Sampai jumpa sabtu nanti Galih, nanti aku kabarin dari chat ya jumpa dimana! Dadah Galih, semangat belajarnya!" Kania berjalan sedikit melompat-lompat kegirangan meninggalkan Galih. Ia bergabung dengan teman-temannya yang lain.

Galih segera menghapus senyumnya saat para gadis itu sudah masuk ke dalam gedung sekolah. Ia menggeleng, satu jam saja berjalan dengan Kania tidak akan menguras tenaga dan emosinya. Ia bisa pulang dulu setelah latihan badminton dan menemui Kania setelahnya. Tidak ada yang perlu disesali.

Galih mendongak menatap langit dan secara tak sengaja melihat Arga di jendela kelas sedang memandanginya. Tatapan mata mereka bertemu hanya sesaat sebelum Arga menutup tirai jendela dengan cepat.

"Arga..."

I LIKE YOU? 2 [ BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang