Arga langsung menarik Cindy keluar dari antrian dan berjalan cepat ke arah berlawanan. Pikirannya yang terlintas secara sembarangan membuatnya bingung. Dan kesal. Dan aneh. Dan jijik. Dan sakit.
"Arga!" Panggil Cindy beberapa kali, ia masih berusaha menarik Arga. Namun, Arga hanya diam tidak menggubris Cindy dan berlari lebih cepat.
Arga memegangi dadanya yang terasa sesak. Ia ingin muntah karena perasaannya yang bergejolak tidak karuan. Langkahnya terhenti begitu ia sadar tangan Cindy tidak berada di genggamannya lagi. Ia menoleh ke belakang dan memandangi sekitarnya. Ia berada jauh dari tempat mereka tadi.
Arga mengernyitkan keningnya dan masuk ke sebuah gang kecil. Disana ia berjongkok dan menundukkan kepalanya. Perasaan yang terlalu banyak di kepala dan hatinya membuat seluruh badannya lemas.
"Apa yang terjadi padaku?" Tanyanya.
Ia tidak suka dengan kenyataan Galih dan Kania jadi berkencan.
Ia tidak suka ketika Galih tertawa bersama Kania.
Ia tidak suka saat Galih menikmati waktu mereka berdua.
Ia tidak suka ketika Galih mengusap kepala Kania dan tersenyum manis.
Ia tidak suka dengan tatapan malu-malu Kania terhadap Galih.
Ia tidak suka interaksi antara kedua orang itu.
Arga mulai menitikkan air mata, takut akan perasaannya sendiri. Takut ia akan menjadi, kesalahan. Seperti yang ia takutkan selama ini.
"Aku... memang kesalahan."
Pikirannya teringat kembali kepada kejadian 3 tahun lalu dimana ia memutuskan tinggal terpisah dari orang tuanya.
Arga yang memang anak tunggal, selalu berada di rumah sendiri selagi ibunya yang merupakan orang tua satu-satunya, bekerja siang malam. Seingatnya, ia tidak pernah merasakan kehadiran ayahnya di rumah. Ia hanya pernah melihat gambar ayahnya, foto ayah dan ibunya berdua saja. Terlihat bahagia, ceria, dan penuh tawa.
Dan sejauh ingatan Arga, ibunya, satu-satunya anggota keluarganya, bukan ibu yang baik. Ia selalu dimarahi, dipukul, bahkan dikurung atas kesalahan kecil dan bahkan atas sesuatu yang tidak pernah ia buat. Ia samar-samar mengingat kejadian di masa kecilnya. Semua itu segera berhenti ketika ia masuk ke taman kanak-kanak.
Guru yang membantunya untuk berganti baju, melihat keadaan tubuhnya yang dipenuhi luka garukan, lebam, dan bahkan bekas luka lama yang sudah sembuh. Gurunya melaporkan itu pada ibunya dan semuanya berhenti. Bahkan, menjauh dari Arga, memilih untuk bekerja siang malam.
Arga berakhir selalu di rumah sendiri. Ia tidak pernah membenci ibu yang memukulnya berulang kali, jadi ketika ibunya berhenti berinteraksi dengannya. Arga kecil merasa kehilangan.
Pikirannya untuk menjadi anak yang baik, mungkin adalah jalan satu-satunya agar ibunya bisa kembali. Namun, tidak. Wanita paruh baya itu tetap tidak peduli. Ia kira, menjadi anak yang nakal juga jalan yang lain agar ibunya peduli. Namun, tetap saja, tidak.
Malah, perilaku ibunya semakin parah. Perempuan itu mulai kembali memaki. Tidak memukul, tetapi hinaan bahwa dirinya tidak pantas dilahirkan; dirinya adalah cerminan dan kutukan yang ditinggalkan ayahnya; dirinya adalah kesalahan, lebih parah daripada pukulan yang ia terima.
Awalnya Arga masih tidak ingin memasukkan itu ke dalam hatinya, ia tahu ibunya adalah orang yang... baik. Naif sekali. Namun, tidak mungkin perkataan itu tidak menyelimuti pikirannya.
Arga menjadi lebih sering berada di luar.
Ia bahkan lebih sering tidur di rumah Kevin daripada rumahnya sendiri. Seharian bermain bersama Kevin dan teman-teman Kevin yang lain. Ke warnet, gang sempit di belakang sekolah; tempat basecamp geng sekolahnya untuk merokok atau melakukan hal konyol lainnya, dan belajar berantem dengan anak sekolah lain.Mulut manis, wajah ganteng, penampilan yang urakan malah membuat Arga semakin populer. Di mata cabe-cabean.
Semua itu berlangsung tidak lama. Ketika ia menjadi satu kelas dengan Chio semua kelakuan buruknya satu persatu mulai berkurang.
Chio yang memang terkenal akan keramahannya dan berteman dengan seluruh orang.
Awalnya, Arga tidak menyukai anak yang terlalu baik dan sensitif ini, hanya saja lama kelamaan, pengaruh baik Chio mempengaruhinya. Ia tetap bermain bersama Kevin, nongkrong, dan lainnya, namun ia kembali belajar.
Ia kembali melakukan tugasnya sebagai seorang siswa.
Arga tetap berakhir keluar dari rumah, dengan bantuan Chio dan Kevin. Mereka terkadang membawa makanan rumah atau peralatan rumah yang sekiranya Arga butuhkan. Sehingga Arga tidak terlalu mengeluarkan uang bulanannya dan bisa menabung untuk dana darurat.
Arga tidak akan mau kembali ke rumah itu lagi. Ia takut, dirinya akan semakin rusak.
Dan sekarang, dengan ataupun tanpa ibunya, dia tetaplah barang rusak. Ia memiliki rasa suka pada Galih. Ia menyukai lelaki. Ia menjadi seseorang yang melanggar norma. Ia adalah bentuk hidup dari kata rusak.
"Harusnya aku tahu, aku memang rusak. Aku memang kesalahan!"
Arga memukuli kepalanya dan menangis, meraung-raung, menarik rambutnya dengan sangat kuat sampai beberapa helai terlepas dari kepalanya.
"A, apa yang... salah denganku?" Pekiknya.
Tangisan dan teriakannya mulai menjadi pusat perhatian orang. Beberapa berjalan meninggalkannya, tetapi yang lain mulai mengeluarkan ponsel mereka dan mengambil foto atau video.
Tidak lama, sampai Arga merasa ditutupi oleh sebuah jaket. Ia sedikit terkejut, namun ia tidak dapat berhenti menangis.
"Ini aku, Galih. Maafkan aku karena kembali berbicara padamu, tapi kau mau balik ga? Aku bisa membawamu," ucap Galih.
Galih datang kepada Arga. Lelaki yang peduli pada Arga itu langsung berlari secepat mungkin mencari keberadaan Arga ketika Cindy kembali lagi ke café yang ia dan Kania kunjungi. Wajah Cindy panik, pergelangannya memerah, dan ia meminta tolong untuk membantunya mencari Arga.
Arga hanya diam, ia meraih telapak tangan Galih dan menuliskan huruf 'Y'. Galih tersenyum tipis, diangkatnya Arga ke dalam pelukannya dan membiarkan Arga tetap berada dalam dekapannya. Ia tidak bisa melihat wajah Arga dari balik jaket yang ia sampirkan, tapi Galih bisa merasakan lelaki dalam dekapannya masih menangis tersedu-sedu.
Galih memberhentikan taksi dan masuk ke dalamnya. Arga bersandar kepadanya dan masih saja sesenggukan. Tangannya mengelus lembut kepala Arga dari balik jaket yang masih setia menutupi wajah Arga, "I'm sorry." Bisiknya berulang-ulang.
Sesampainya di kost Arga, Galih menerima kunci yang diberi Arga dan membuka pintu kostnya. Arga masuk ke dalam dan menahan Galih tetap di luar.
Ia menatap nanar wajah lelaki itu. Tangannya bergerak mengelus pipi Galih dan kembali menangis sendu. Tangan Galih hendak meraih wajah Arga, namun Arga mencekalnya dan kembali menunduk.
"Makasih. Tapi, aku ingin sendiri," ucapnya pelan.
Galih mengangguk, "Aku akan menunggu di depan kira-kira sampai satu jam ke depan. Kalau kau butuh sesuatu, kau bisa memanggilku."
Arga tidak menjawab dan langsung menutup pintunya. Ia berjalan gontai menuju kasurnya dan menjatuhkan badannya disana. Arga melempar jaket Galih yang ada di tangannya secara sembarang dan bergelung di dalam selimut. Menangis dengan pedih dan meredam jeritannya pada bantal dan selimut.
Galih masih berada di balik pintu dan mendengar jeritan Arga di dalam sana, walaupun pelan, ia bisa merasakan jeritan itu sampai pada hatinya. Galih memejamkan matanya dan mengusap wajahnya kasar.
"Apa yang harus kulakukan padamu?"
Kesian Arga cup cup cup :((

KAMU SEDANG MEMBACA
I LIKE YOU? 2 [ BL ]
Romance[ON-GOING] [YAOI] Apa jadinya, jika seseorang yang tidak pernah terlihat memikirkan hal-hal berbau romantis mendadak mengatakan ia menyukaimu? Arga dan Galih, yang satunya sudah katam dengan hubungan romantis dan sering berganti-ganti pacar lalu ya...