Dalam keadaan naked, Sheza gemetar takut duduk jongkok merangkul lutut, ia amati gerak-gerik Julian memilih pakaian di lemari lalu kembali menghampirinya lagi.
Lelaki itu berlutut di dekat Sheza, dia pakaikan kaos oversize miliknya ke tubuh sang gadis, lalu menyodorkan celana pendek yang tentu saja jika dipakai Sheza akan menjadi celana selutut. Tidak akan kedodoran karena Julian sudah sekalian memberi ikat pinggang.
"CD ini belum pernah dipakai," kata Julian. "Pakailah, aku kelur."
"Nanti aku belikan baju-baju baru untuk kamu."
Gadis berwajah pucat itu diam saja tak menanggapi perkataan Julian. Bersamaan dengan Sheza yang sudah selesai memakai celana, pintu dibuka tanpa aba-aba. Julian masuk, Sheza ditarik menuju ranjang, ia borgolkan satu tangan gadis malang itu ke tepi ranjang.
"Lian," lirih Sheza kembali menangis.
Hanya mengangkat pandangan, lelaki itu malah melesat pergi begitu saja mengambil makanan yang ia pesan beberapa saat lalu.
Pandangan Sheza mengikuti pergerakan Julian yang mendadak duduk di tepi ranjang, di dekatnya. Tak ada basa-basi ia suapkan sesendok nasi ke arah bibir Sheza yang terkatup rapat, gadis itu enggan membuka mulutnya.
"Buka!" suruh Julian tegas.
Semakin menutup bibir rapat, Sheza menggeleng lemah, sejak tadi tak berhenti menangis. Menghela nafas lirih, Julian melahap makanan di sendok itu.
"Gak ada racun atau hal yang kamu takutin di dalam makanan ini. Walaupun kamu gabisa dipercaya, tapi aku bisa kamu percaya," tutur lelaki itu.
Sekali lagi Julian mencoba menyuapi Sheza dengan kesabaran penuh, tapi Sheza malah menepis sendok Julian sampai isinya terhambur ke lantai.
"Aku mau pulang," rintih Sheza.
Secara alami ia menyamai tutur kosa kata Julian. Bahkan tanpa sadar pun Julian berhasil mendominasi diri Sheza.
Tak menjawab, Julian langsung meraih pipi Sheza, dia pegang kuat sampai mulut gadis itu setengah terbuka kemudian menyuapkan makanan dengan paksa.
"Awas, ya, kalo dimuntahin," ancam Julian dengan nada rendah namun sangat mengintimidasi. "Aku juga gamau nyakitin kamu, tapi kamu yang maksa aku buat terus ngelakuin hal itu."
"Masih mau jadi pembangkang?"
Sheza menggeleng yang dibalas senyum manis oleh Julian pun ia lepas cengkeramannya dari pipi Sheza.
***
Mata Sheza sembab, kantung matanya menggelap. Semalaman gadis itu terjaga sambil menangis tanpa suara sampai-sampai air mata Sheza mengering dengan sendirinya.
Tangan terasa nyeri karena borgol yang sama sekali tak dilepas. Dalam keadaan berbaring, Sheza terpaksa menahan pegal sepanjang malam dalam posisi satu tangan ia taruh atas kepala.
Tenggorokan Sheza sakit. Sekejap gadis itu menoleh samping, di mana terdapat Julian yang tengah lelap tidur meski matahari sudah terang benderang di luar sana, cahayanya terlihat menerawang melalui tirai jendela kaca.
Dalam hati Sheza tak berhenti mengumpati Julian. Di sini dirinya tersiksa, tapi di sisi lain dengan tanpa dosa lelaki itu dapat menikmati mimpi indahnya.
"Good morning, Sheza," ucap Julian serak khas bangung tidur dengan mata yang masih memejam. "Ini hari kedua kita."
Refleks Sheza memergik kaget langsung buang muka. Berguling memunggungi Julian, tak lama karena dalam hitungan detik lengannya langsung ditarik Julian, perlahan lelaki itu membuka mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Days With Julian
Romance[Sequel of SHEZA] 🚨18+ Obsesi membuat Julian menggila, kemudian nekat menculik Sheza. Tujuh hari menjadi waktu penetapan lamanya ia menculik sang pujaan hati. Tentu aksi penculikan itu membuat Sheza kian benci terhadap Julian. Namun kita tahu sifat...