30 - Sampel?

18.4K 854 167
                                    

Karena gadis cantiknya meleyot oleh ciumannya beberapa saat lalu, alhasil Julian menggendong Sheza di punggungnya menuju mobil.

"Jangan mencintaiku sungguhan," ucap Julian setelah meletakkan pantat Sheza ke kursi samping kemudi.

Saat mau menutupkan pintu, seketika Sheza menahannya, dia pegang pergelangan besar Julian.

"Kakiku lemas karena terlalu lelah jalan kaki, jangan salah paham."

"Benarkah? Sampai rumah akan aku kompres dengan air hangat."

"Kenapa kamu mengatakan itu?"

"Agar kakimu lebih rileks, setelah dikompres akan aku pijat juga. Gratis," jawab lelaki dewasa itu senyum manis.

"Bukan ... maksudku mengatakan 'jangan mencintaiku sungguhan'."

"Hanya memperingatimu."

Sheza berdecak memalingkan wajah. "Jual mahal sekali Pak Tua ini, seperti tidak ingat saja kejadian tadi siang sebelum sup buatannya gosong."

Julian menutup kembali pintu Sheza tanpa mengeluarkan sepatah kata. Menyebalkan. Begitu menyusul masuk mobil duduk di depan kemudi, Sheza dibuat kaku saat tiba-tiba Julian membungkuk ke arahnya meraih seatbelt dan memasangkan pada tubuhnya.

Tak langsung kembali pada tempat duduk semula, dalam suasana remang-remang di dalam mobil itu Julian membuat Sheza sesak nafas lantaran posisi mereka yang sangat dekat sampai Sheza dapat merasakan hembusan dingin nafas Julian yang segar berbau mint.

"Aku tidak ingin kamu mencintaiku," bisik Julian mata sendunya menyorot intens dalam-dalam pada Sheza.

"K-kenapa?" tanya gadis itu bersuara lirih pun hampir sesak nafas.

"Kamu akan kecewa dan tersiksa, aku tidak mau menjadi alasanmu menangis."

"Apakah jika aku mencintaimu maka kamu akan menyiksaku setiap waktu?"

"Bukan aku, tapi kecewa itu yang akan menyiksamu."

"Jelaskan kenapa?"

"Karena aku bisa meninggalkanmu sewaktu-waktu."

Mendengkus kasar ia dorong lelaki di depannya itu kuat-kuat agar menjauh, entah mengapa kesal sekali mendengar perkataan Julian.

"Tenang saja aku tidak akan mencintaimu. Kamu bebas mendekati gadis lain dan meninggalkanku kapanpun kamu mau. Toh kamu sudah berjanji akan mengantarku pulang setelah tujuh hari."

Astaga, Sheza salah paham. Bukan itu yang Julian maksud. Tak berniat meluruskan arah ucapannya, Julian hanya menatap Sheza sesaat lalu menjalankan mobilnya.

Begitu sampai di rumah, Sheza keluar dari mobil duluan sebelum Julian membukakan pintunya. Dia banting pintu itu lalu menabrak tubuh Julian mendahului masuk rumah. Langkahnya sengaja dihentak-hentak agar Julian sadar bahwa dia sedang merajuk.

Sudah lama Sheza duduk menyender pada sandaran ranjang, matanya tak lepas dari pintu mengharapkan kedatangan Julian untuk merayunya agar dimaafkan.

Ke mana lelaki itu? Apakah dia memilih tidur di ruang tamu dari pada meminta maaf padanya? Sheza mengerang kesal, merosot tidur menutup seluruh tubuh menggunakan selimut.

"Kenapa juga gue nungguin dia minta maaf? Gak penting," gumam Sheza entah pada siapa.

Hanya berselang hitungan detik, Sheza memergik kala merasakan selimut di bawah kakinya tersingkap. Segera ia menyibak selimut di kepalanya, mengangkat wajah melihat Julian membasuh kakinya menggunakan air hangat.

7 Days With JulianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang