Bab 04. Puzzle Pertama

867 115 36
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Marsha menjejaki inci demi inci tanah merah yang sedikit becek di salah satu pemakaman umum. Di depannya, ada Kathrina yang sesekali mengingatkan Marsha agar berhati-hati dan tidak terburu-buru karena licinnya jalan yang tengah mereka titi.

Beberapa meter kemudian, Kathrina terlebih dahulu menghentikan langkah, tentu diikuti oleh Marsha yang tertinggal di belakang dengan rengutan di bibir karena noda-noda kemerahan yang mengotori celana jins yang sedangkan dikenakan.

"Ini makam Ibu Irish." Masih sambil berdiri, Kathrina tunjuk makam dengan nisan sederhana berpahatkan nama Irish Rosalia menggunakan dagu. Memberi tahu Marsha yang baru saja tiba di sebelahnya sambil menenteng sepatu flat berwarna putih kesayangannya. "Dari informasi yang berhasil gue gali, mendiang meninggal dua puluh enam tahun lalu, beberapa hari setelah melahirkan anaknya. Dari tanggal lahir sama tanggal meninggalnya, harusnya, Ibu Irish Rosalia ini sama kaya Ibu Irish yang lo cari makamnya."

Marsha terdiam sebentar. Bola matanya yang berwarn hitam dan tajam memindai makam bernisan sederhana di hadapannya. Ada tatapan nanar yang tiba-tiba saja ia tunjukkan saat menyadari bahwa makam ini terlihat begitu menyedihkan jika dibandingkan dengan makam mendiang ayahnya di San Diego Hills sana. Kendati tampak bersih dan rapi, tapi, tetap saja, bagi Marsha makam ini belumlah menjadi sebaik-baiknya rumah berpulang bagi mereka yang sudah tiada.

"Makam beliau... kelihatan menyedihkan."

"Semua perebut suami orang, emang layak dapat akhir begini, Sha." Kathrina menolehkan kepala, menatap wajah samping Marsha dalam-dalam. "Semoga rasa kasihan lo enggak bikin lo lupa, mau gimanapun, orang yang lagi kita lihat bareng-bareng makamnya ini adalah orang yang bikin kehidupan Tante Wanda sempat hancur waktu hamil lo dan nama keluarga besar Wiradilaga hancur dalam sekali kedip."

Marsha mengangguk-anggukkan kepala. Berjongkok pelan di sebelah gundukan tanah Irish Rosalia. "Gue tahu, tapi dengan logika yang sama, harusnya, bokap gue juga punya akhir yang enggak kalah menyedihkannya. Grooming ke anak 16 tahun sampai dia hamil, setelah anaknya lahir, bokap justru pergi gitu aja dan membiarkan saudari gue entah gimana nasibnya sekarang. Bokap enggak pernah layak dimakamkan di tempat yang bagus atas semua kesalahan yang udah dia buat ke Mami, ke mendiang Ibu Irish Rosalia, ke anaknya yang lain. Gue bakal lebih legawa kalau seandainya jazad bokap dimakan anjing saat itu juga, di hari pemakamannya."

"Nyebut, Sha. Om Johan itu ayah lo, mau gimanapun juga. Adanya lo yang sekarang, itu juga karena jasa Om Johan dan semua usaha keras beliau buat menebus dosa-dosanya ke keluarga."

Marsha membuang napasnya. Menundukkan kepala selama sekian sekon sebelum akhirnya mendongak, menatap Kathrina dari arah samping. "Lo enggak dapat info apa-apa soal saudari tiri gue?"

Kathrina menggeleng. "Belum dan kayanya enggak bakal dapat juga karena setelah Ibu Irish meninggal, anaknya dititip ke adiknya mendiang. Mereka pindah enggak tahu ke mana."

Imperfect MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang