***
Christy menyadari bahwa ada tiga hal yang berbeda ketika ia membuka mata.
Pertama, ia tidak ada di rumah atau di kamarnya yang memiliki luas tak seberapa. Kedua, Christy masih merasakan nyeri hebat di perut dan di kepala hingga pandangannya kabur dan berbayang. Ketiga, tenggorokannya terasa kering kerontang.
Christy mencoba mengingat kejadian yang membawanya di tempat ini, tetapi kepalanya terlalu sakit untuk sekadar mengingat-ingat kejadian beberapa jam yang lalu. Mengedarkan pandangan dari sudut ke sudut ruangan, Christy menemukan dirinya tengah berada di kamar rumah sakit. Warna putih kusam yang menghiasi dinding serta selang infus yang tertanam di punggung tangan membuatnya pelan-pelan ingat bahwa pagi tadi, beberapa saat sebelum Azizi pergi bekerja, dia diserang nyeri hebat dari dalam perutnya kemudian dunianya berubah gelap seketika.
Dan mungkin, untuk alasan tadilah ia dibawa ke tempat ini.
"Sayang?"
Ada gema suara yang terdengar bergetar di telinga Christy beberapa saat setelah ia sadar ada di mana. Beriringan dengan bunyi pintu ruang rawat inap yang tertutup kembali, Azizi masuk ke dalam kamar. Bunyi ayunan kaki dan tegurannya tadi terdengar samar, seolah-olah mereka sedang bercengkrama di kedalaman air.
Susah payah menolehkan kepala, Christy akhirnya menjumpai wajah Azizi juga. Tentu, masih terlihat kabur dan berbayang.
"Jangan dipaksa bangun dulu." Azizi tahan tubuh Christy dengan amat sangat lembut tatkala sang puan terlihat memaksakan diri untuk bangun. Kerut-kerut temporal di dahinya mengisyaratkan betapa Azizi begitu khawatir dengan kondisi sang istri. "Nanti pusing sama sakit lagi perutnya kalau maksa bangun."
Kali ini, Christy tidak membantah. Dia menganggukkan kepala sambil kembali merebahkan diri di kasur rumah sakit yang keras. Menelan salivanya pelan-pelan, kemudian membuka suara, "Sebenernya aku ini kenapa? Kok, bisa ada di sini?"
Azizi mengambil duduk di kursi berwarna biru tua yang ada di sebelah ranjang sang istri. Mengusap dahi wanita itu menggunakan ibu jarinya ke atas dan ke bawah. "Tadi kamu muntah-muntah dari pagi, terus ngeluh sakit perut, dan tiba-tiba aja pingsan waktu mau aku antar ke kamar mandi," ujarnya, "Sekarang masih ada yang sakit enggak?"
Christy mengangguk. "Kepala sama perutnya masih sakit. Nyeri, kaya ditusuk-tusuk pakai pisau, tapi pisaunya karatan," jawab Christy sebelum kembali melanjutkan, "Dokter udah visit?"
"Udah. Tadi juga udah USG sama ambil sampel darah dan tinggal nunggu hasil laboratorium dulu biar tahu hasilnya gimana." Merundukkan badan, kemudian mengecup puncak kepala istrinya sebentar, "Kamu mau makan enggak? Makan siangnya baru diantar lima belas menit lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Marriage
Fanfiction[CHRISZEE] "We are in trouble. Let's restart it together."