Bab 13. Silam yang Kelam

788 122 41
                                    

tw// di akhir, saya mention dikit soal sexual harrasment, sexual assault

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tw// di akhir, saya mention dikit soal sexual harrasment, sexual assault. semisal ada teman-teman yang terpelatuk, bisa berhenti sampai bagian sebelum yang dicetak miring.🙏🏻

***


Azizi keluar dari dalam rumah dengan perasaan yang begitu gusar.

Lima menit lalu, dia berhasil memarkirkan motornya yang berwarna merah pudar itu dengan amat sangat cantik di depan teras, tetapi tidak berhasil menemukan keberadaan Christy Sasadira, di dapur ataupun di dalam kamar mereka.

Jantung Azizi yang belakangan mudah sekali berdegup kencang karena buncahan rasa waswas pun semakin tidak terkendali karena tidak ada satu pun tetangganya yang tahu ke mana Christy pergi. Satu-satunya hal yang terlintas di kepala Azizi sore itu hanyalah prasangka-prasangka buruk tentang kemungkinan sang istri melarikan diri dari rumah karena benar-benar menganggap Azizi sebagai monster mengerikan bagi calon bayi mereka.

Saat berniat menyalakan motornya dan menuju stasiun ataupun terminal yang memungkinkan untuk Christy kunjungi, netranya yang sepekat obsidian melihat langkah sang istri masuk ke halaman rumah dengan begitu pelan dan tertatih-tatih, seolah-olah kakinya yang kecil itu sedang membawa beban paling berat di luar kemampuannya.

Buru-buru turun dari motor tersebut, Azizi songsong tubuh ringkih Christy yang masih terlihat enggan bersitatap dengannya, buru-buru juga melemparkan tanya yang tetap saja terdengar seperti desakan dan intimidasi bagi Angelina Christy—entahlah, Azizi merasa tidak memiliki kendali atas nada bicaranya sendiri setiap kali rasa khawatir datang melanda dada.

"Dari mana? Kenapa enggak ngabarin aku kalau mau pergi?"

Christy hanya melirik sekilas ke arah Azizi. Naik ke teras rumah kemudian mendorong pintu kayu rumah mereka yang sederhana dan baru setelahnya menjawab pertanyaan Azizi Bagaskara, dengan malas-malasan dan singkat pula.

"Cari tiket."

Kening Azizi refleks berkerut, alisnya saling taut, menggambarkan keheranan dan tanda tanya besar atas jawaban Christy yang dianggapnya terlampau menggantung. "Cari tiket buat apa? Kamu mau pergi dan ninggalin aku gara-gara nganggep aku serius sama apa yang aku bilang kemarin, iya?" kata Azizi. Ia membuntuti langkah Christy yang menuju ke arah kamar sambil berkacak pinggang. "Setelah semua yang udah aku tinggalin cuma buat hubungan ini, setelah semua hal yang udah aku jelasin juga, semua alasan aku, semua permintaan maaf aku, kamu mau beneran pergi gitu aja, Dir? Are you kidding me? Dir, ing—"

"Bisa enggak sehari aja kamu enggak perlu langsung marah setiap kali denger sesuatu yang enggak sejalan sama apa yang kamu pikirin? Aku belum jawab apa-apa, lho, ini, Zi."

Christy berbalik badan secara tiba-tiba setelah menurunkan satu koper kecil ke atas kasur. Ia menatap Azizi tidak kalah tajam, sedangkan dadanya kembang kempis menahan amarah yang juga berdesak-desakan meminta untuk dilesakkan.

Imperfect MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang