Bab 08. Puzzle Kedua

789 114 26
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Christy merasa agak gelisah ketika mendapati Azizi tidak menunjukkan tanda-tanda akan marah sedari tadi.

Pria itu justru telihat tenang—terlampau tenang—tidak menunjukkan kemarahan, kekesalan, dan lain sebagainya setelah tahu bahwa ada sesuatu hal besar yang Christy sembunyikan darinya. Padahal, pada hari-hari biasa, setiap kali mengetahui dirinya tengah dibohongi, Azizi akan menjelma menjadi manusia paling reaktif dan impulsif sedunia. Namun, kali ini, Azizi justru bertingkah sebaliknya.

Dan itu membuat Christy merasakan gelanyar tidak nyaman di dalam dadanya.

Menolehkan kepala, Christy melihat Azizi masih mengupas senti demi senti kulit melon yang dibeli di luar tadi. Wajahnya tampak tenang, seolah tidak pernah ada yang terjadi siang tadi, tidak ada yang didengar oleh Azizi, tidak ada juga sesuatu yang baru ia ketahui.

Azizi juga konsisten tidak membuka suara, kecuali ketika dirasa perlu menanyakan apa yang Christy mau dan butuhkan, seperti apakah istrinya ingin ke kamar kecil untuk membuang air, sekadar memuntahkan isi perut karena gejolak yang belum juga berhenti, atau memakan santap malam yang baru saja diantar oleh perawat jaga.

"Melonnya udah selesai aku kupas. Mau dimakan sekarang?"

Itu adalah pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut sang suami setelah hampir lima belas menit mereka hanyut dalam kebungkaman. Azizi terlihat beranjak dari duduknya setelah meletakkan piring berisi potongan melon di meja sebelah ranjang kemudian membersihkan pisau buah yang ia gunakan tadi menggunakan beberapa helai tissu kering.

"Boleh."

Azizi bantu Christy untuk duduk perlahan-lahan. Menaikkan posisi ranjang yang ditiduri oleh sang istri sebanyak sekian derajat, baru setelahnya mengambil piring kecil yang beberapa menit lalu ia letakkan.

Dengan telaten, seperti hari-hari biasa saat istrinya tampak sedang sakit atau sekadar kelelahan, Azizi menyuapi Christy. Memastikan potong demi potong melon yang ia kupas masuk dengan benar ke perut pujaan hati.

"Zi."

"Iya? Kenapa? Kamu mual? Mau muntah lagi?"

Azizi sudah bersiap bangkit dan menggulung kemeja flanel yang ia pakai hingga sebatas siku saat mendengar Christy memanggilnya. Namun, sentuhan halus yang ia dapatkan di lengan serta gelengan kepala dari sang istri membuat Azizi berhenti, memilih duduk kembali.

"Soal yang tadi dokter bilang, aku minta maaf."

"Memangnya kenapa sama yang tadi?" tanya Azizi. Nada bicaranya membuat Christy secara tidak sadar menciutkan nyali karena perempuan itu sadar, bahwa yang baru saja suaminya lontarkan bukan sekadar sebuah pertanyaan, melainkan tuntutan.

Imperfect MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang