Tahun 1997, Indonesia...
Sinar matahari senja menyinari hamparan sawah yang tampak kehijauan, menyelimuti desa yang seolah membeku dalam waktu. Pepohonan yang dulu rimbun dan asri, kini terlihat lebih kurus, meski masih setia berdiri di sepanjang jalan setapak berdebu. Di tengah hamparan sawah itu, seorang pria tua dengan mata hijau yang menatap jauh ke depan, menyimpan kerinduan yang tak terucapkan.
Dulu, tempat ini adalah rumahnya, meski hanya sementara. Sebagai anak kecil, ia sering berlarian di antara rumah-rumah penduduk, tertawa bersama anak-anak pribumi yang memandangnya dengan rasa hormat karena kulitnya yang putih dan matanya yang berbeda. Bukan karena tak memiliki teman berdarah campuran Eropa pribumi atau darah murni Eropa, hanya saja dia lebih senang bersama anak-anak berkulit sawo matang yang apa adanya tanpa merasa lebih tinggi dan menunjukkan keangkuhannya. Kini, pria itu kembali dengan rambut yang sebagian memutih dan kulit yang tak lagi kencang. Langkahnya pelan, berat, dan setiap jengkal tanah yang ia lewati membawa kenangan masa lalu yang kembali menguar di benaknya.
Di sampingnya, sang putra berjalan dalam diam, menghormati ketenangan yang menyelimuti ayahnya. Pemuda itu sudah dewasa sekarang, wajahnya mengingatkan pria tua itu pada dirinya sendiri ketika beranjak dewasa di negeri ayahnya. Kini, dunia tak lagi sama seperti dulu. Rumah-rumah yang dulu terbuat dari bambu dan kayu kini sebagian berubah menjadi bangunan beton, dan wajah-wajah yang ia cari tampaknya telah menghilang ditelan waktu. Tempat ini, yang dinilai akan tertinggal jaman jika tak adanya bangsa Eropa, kini mencoba bangkit tanpa campur tangan orang luar.
Beberapa penduduk desa yang lewat menatap mereka dengan kebingungan, tak terbiasa melihat sosok dengan kulit putih dan mata hijau di tengah kerumunan pemilik kulit sawo matang.
"Apakah dia masih ada di sini?" tanya putranya pelan, seolah khawatir mengganggu ketenangan ayahnya.
Pria tua itu hanya tersenyum kecil. Ia tak yakin apakah orang yang dulu ia kenal masih tinggal di tempat ini. Sosok yang ingin ia temui mungkin sudah lama pergi, atau bahkan tak akan pernah kembali lagi. Tapi janji adalah janji, dan meski bayangan masa lalunya mulai memudar, ia tetap merasa harus datang.
"Entahlah," jawabnya akhirnya, suaranya parau. "Tapi aku harus mencoba. Tempat ini adalah bagian dari diriku, sama seperti ku yang juga merupakan bagian dari tempat ini"
Mereka terus berjalan, diiringi suara angin yang berhembus lembut dan langkah kaki yang berderak di atas jalan tanah. Meski dunia di sekelilingnya telah berubah, ada satu hal yang masih sama: kedamaian yang terpancar dari alam desa itu, menyelimuti segala kerinduan dan perasaan yang tak terucapkan. Pria tua itu menatap sekeliling dengan mata hijaunya, mencari sisa-sisa masa lalu di tengah perubahan yang tak terhindarkan.
"Maaf..."
"Aku terlambat untuk kembali ke tempat ini," batinnya tersenyum samar, memejam damai mencoba mengingat wajah yang kini telah memudar diingatannya.___
Cerita yang saya buat semata-mata hanya untuk dinikmati dan tidak untuk menyinggung pihak manapun. Maaf jika ada salah yang tidak saya sengaja ataupun tidak saya ketahui.
____Maaf ya guys, ini pertama kalinya bikin cerita sejarah. Sebenarnya ide imajinasinya udah ada dari dulu, tapi baru sekarang berani nulis. Semua yang ada dalam cerita ini fiksi semata. Sebenernya saya bingung bahasanya pake bahasa Belanda atau bahasa daerah dibagian percakapan pada chapter-chapter berikutnya. Mau translate juga takut salah karena google belum tentu 100% bener, makanya saya pakai bahasa Indonesia baku.
Maaf atas ketidaknyamanannya.
Semoga cerita ini dapat dinikmati dan diterima dengan baik oleh kalian semua. Btw prolog ini awal nulis memang pada tanggal 15-5-2024 ya, hanya saja sering saya ubah jadi tanggalnya berubah, sekarang justru keliatan lebih lama chapter satu yang update pada 17-5-2024
Jangan lupa vote & komen setelah membaca cerita ini!
Sekian...
Terima kasih...
Maaf...
Dan sampai jumpa ♡
(๑•́ ₃ •̀๑)
☞ ☆ ☜
KAMU SEDANG MEMBACA
BUN𝖦A PRIBUΜI |ᴅɪғғᴇʀᴇɴᴛ ʙʟᴏᴏᴅ| [ON GOING]
Fiksi SejarahPelacur, wanita penghibur, murahan, atau apapun yang orang lain sematkan padanya tak membuat gadis itu menyesali keputusannya. Awalnya seperti itu, sampai dimana dirinya bertemu dengan sosoknya yang bagai hutan luas. Memberikan kesan tenang diawal...