Perlahan sepasang kelopak mata indah milik seorang gadis terbuka saat matahari mulai menyapa dan menunjukkan sinarnya pada sang semesta.
Mendudukkan tubuhnya, matanya sibuk menelisik sekitar. Mencoba mencari keberadaan sosok yang seharusnya berada di ruangan ini bersamanya.
Namun tak ada...
Entah kemana perginya pria itu. Apa memang dia tidak kembali kemari sejak keluar tadi malam? Jika iya, untuk apa memesan kamar yang bahkan tak dia pergunakan.
Menggelengkan kepalanya, Widari mencoba tak peduli.
Lebih baik sekarang dirinya membantu teman-temannya membersihkan kegiatan tadi malam. Serta membuat kerajinan tangan untuk diperjual belikan dan menjadi dana tambahan bagi tempat ini.
Sebenarnya mereka tak kekurangan dana, namun tetap saja berkresi itu diperlukan untuk perempuan pribumi seperti mereka.
Baru saja memasuki ruangan kamarnya. Suasana dingin mencekam langsung terbayang saat melihat punggung Mbak Asri yang berdiri tegak di hadapan Sekar dan Kusuma yang kini menatapnya.
Mbak Asri berbalik begitu tatapan Sekar dan Kusuma tertuju ke arah pintu.
Perempuan pemilik kepribadian tegas dan tak tersentuh itu menghela napas kasar saat ini. Dia bahkan memijat pangkal hidungnya. Tak tahu harus berkata apa lagi.
Widari meneguk kasar ludahnya, menatap kedua temannya yang kini juga menunjukkan raut tak mengenakkan.
Apakah dia membuat kesalahan?
"Widari"
Widari tersentak, ia segera menjawab Mbak Asri cepat. "Iya Mbak!"
"Kamu yakin dengan keputusanmu?"
"Ya..?" beo Widari kebingungan.
Keputusan yang mana?
"Saat kamu menyetujui untuk jadi pelacur pribadinya, itu sama artinya kamu siap tinggal di rumahnya"
Ia cukup terkejut dengan perkataan Mbak Asri barusan. Widari baru menyadarinya sekarang.
Tapi kesepakatannya tidak begitu bukan? Pria itu mengijinkannya untuk tetap berada di tempat ini meski menjadi pelacur pribadi.
"Tapi Mbak_ dia ijinin aku untuk tetap berada di tempat ini--"
"Tapi bukan berarti tinggal di sini"
Widari tercekat. Sekarang dia paham. Itu artinya ia akan berada di rumah pria itu. Meski bebas kembali ke rumah penghiburan, Widari tetap harus melayaninya di rumah.
"Kemasi barangmu dan bersiap ke kediaman tuan Lart. Kamu masih bisa kemari jika malam hari. Jika tidak begitu, kau harus mendapat ijin darinya sebelum kemari"
Mbak Asri memejamkan matanya dalam. Perempuan itu berlalu pergi setelah berucap demikian.
Widari menunduk diam. Kedua teman sekamarnya pun tak ada yang berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUN𝖦A PRIBUΜI |ᴅɪғғᴇʀᴇɴᴛ ʙʟᴏᴏᴅ| [ON GOING]
Ficção HistóricaPelacur, wanita penghibur, murahan, atau apapun yang orang lain sematkan padanya tak membuat gadis itu menyesali keputusannya. Awalnya seperti itu, sampai dimana dirinya bertemu dengan sosoknya yang bagai hutan luas. Memberikan kesan tenang diawal...