Diantara banyaknya orang yang berkumpul di alun-alun, salah satu diantaranya hadir seorang gadis muda berusia enam belas tahun, terdiam menyaksikan orang yang dinikahinya kini justru menjadi tontonan semua orang.
Tubuh pribumi pemberontak itu dipenuhi luka dan lebam, namun masih dapat tersenyum dan meneriakkan 'Merdeka' di hadapan semua orang. Dia yang menolak sistem pemerintahan Hindia Belanda akan mendapatkan hukuman berat atas pemberontakan yang dilakukannya.
Bibir pria berusia sembilan belas tahun itu terkatup rapat ketika matanya menangkap sepasang mutiara hitam bulat cantik yang menatap ke arahnya dengan kilau air yang membendung. Senyumnya hilang, digantikan tatapan bersalah pada--
Gadisnya...
Permatanya...
Hidupnya...
Ia membuang muka, tak siap menatap wajah itu lebih lama lagi.
Dan tak lama setelahnya-- Suara tembakan terdengar. Mengenai tepat dijantungnya. Tak membutuhkan waktu lama baginya sampai menutup mata_ setelah tembakan-tembakan susulan mengenai bagian tubuhnya yang lain.
____Sekar hanya duduk diam di pojok ruangan di saat teman-temannya tengah mempersiapkan diri untuk malam ini.
Beberapa minggu sekali mereka memang mengadakan hiburan tambahan berupa pesta khusus, tapi kali ini sepertinya lebih meriah, mengingat kemarin mereka libur. Pasti banyak londo kesepian berdatangan setelah menahan diri satu hari. Bahkan dengan khusus Mbak Asri mengundang beberapa pasukan berpangkat tinggi untuk ikut menghadiri pesta malam ini. Mungkin ini memang rencana perempuan itu.
Sekar berdiri, berniat kembali masuk kamar, namun justru bertemu dengan Widari yang memang tak akan melayani siapapun malam ini. Kecuali jika pria yang menghak milik tubuhnya datang untuk minta dimanjakan.
"Kamu tidak ikut mereka?"
Gelengan pelan menjadi jawaban Sekar sebelum menerobos masuk, melewati tubuh Widari begitu saja.
Widari berbalik, menatap Sekar yang terlihat lesu. Tak seceria biasanya.
Menghampiri gadis itu, Widari mengambil tempat di sampingnya. "Baiklah, tetap di sini saja_ temani aku," katanya menghadap temannya itu, membuat Sekar tanpa sadar tersenyum.
Menatap lurus ke depan, Sekar menghela panjang lalu mulai berbicara.
"Kau tau?"
Widari menoleh, memperhatikan Sekar yang sepertinya mengajaknya berbicara, karena kini hanya tersisa mereka berdua. Namun gadis itu menatap lurus ke depan, bukan ke arahnya.
Sekar tersenyum, namun Widari tau itu bukan senyum kebahagiaan. Ujung bibir yang tertarik ke atas terlihat lebih menyedihkan saat sorot matanya menyimpan rasa sakit yang tak dapat diungkapkan. Kesedihan dalam senyuman lebih menyakitkan dibandingkan tangisan keras meluapkan kesedihan mendalam. 'Semakin disimpan, semakin menyakitkan' mungkin itulah yang dapat terdefinisikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUN𝖦A PRIBUΜI |ᴅɪғғᴇʀᴇɴᴛ ʙʟᴏᴏᴅ| [ON GOING]
Tarihi KurguPelacur, wanita penghibur, murahan, atau apapun yang orang lain sematkan padanya tak membuat gadis itu menyesali keputusannya. Awalnya seperti itu, sampai dimana dirinya bertemu dengan sosoknya yang bagai hutan luas. Memberikan kesan tenang diawal...