Widari menatap bimbang rumah besar di hadapannya. Bersama orang suruhan yang menjemputnya, Widari meyakinkan diri untuk kembali melangkah memasuki bangunan kayu yang lebih megah dari tempat penghibur, tempat tinggalnya selama lebih dari empat minggu ini.
Tinggal beberapa langkah lagi hingga ia sampai ke pintu, sebuah kendaraan beroda dengan bagian depan yang lebih panjang, memasuki kediaman.
Seorang pria yang nampak lebih tampan daripada saat malam hari terlihat keluar dari kendaraannya.
Widari rasa pria itu memang memiliki ketampanan yang sama saja, hanya saja, remang cahaya malam tak bisa memperjelas visualnya seperti siang ini.
Menunduk hormat, Widari tak berani mengangkat kepalanya saat pria itu berdiri di depannya bersama seorang gadis.
Tunggu--?
Seorang gadis?
Siapa gadis yang ikut bersamanya saat ini?
Gadis itu menampilkan senyumannya melihat Widari yang menunduk di hadapannya.
Tentu saja memang sudah seharusnya seperti itu.
Gadis pribumi rendahan sepertinya sepantasnya menunduk pada yang lebih berkuasa.
Menatap pria di sampingnya, gadis itu bisa melihat bagaimana cara Lart memandang gadis pribumi hina itu.
Helaan panjang yang dia keluarkan akhirnya berhasil menarik perhatian sepasang netra hijau untuk melirik ke arahnya. Meski tatapan itu terlihat begitu dingin, setidaknya pria itu mengacuhkannya.
"Aku tak peduli berapa banyak pelacur yang ingin kau bawa dan nikahi. Tapi yang menjadi pasanganmu secara sah tetaplah aku. Ketahui itu Lart_ Kau tak boleh melewati batas. Sebentar lagi pernikahan kita diadakan, jadi aku harap kau tak membuat masalah dengan memutuskan hubungan sepihak"
Jantung Widari berdetak cepat mendengar perkataan dengan bahasa Belanda yang sedikit-sedikit bisa dia mengerti dengan jelas. Gadis itu menggigit bibir bawahnya menahan segala keresahan yang tak bisa dia luapkan di hadapan dua orang itu.
Sedangkan pria yang menjadi tokoh utama diantara dua gadis itu hanya diam terlihat tak peduli. Pernikahan politik yang menjerat kehidupannya di masa depan itu seolah bukan apa-apa baginya.
"Kamu bisa pergi," dingin Lart diangguki tak masalah oleh gadis bernama Carensa itu, tak lupa disertai senyuman manisnya sebelum berbalik menuju kendaraan yang akan menghantarkannya pergi.
Lart menatap Widari yang masih menundukkan kepalanya. Tidak menunduk saja Lart kesulitan melihat wajahnya karena perbedaan tinggi mereka, tapi kali ini gadis itu justru menambah kesulitannya dengan menyembunyikannya.
Lihat saja nanti malam, dirinya akan leluasa menguasainya. Tak hanya wajahnya, tapi seluruh bagian dari tubuhnya itu.
"Apakah pintu itu hanya pajangan bagimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BUN𝖦A PRIBUΜI |ᴅɪғғᴇʀᴇɴᴛ ʙʟᴏᴏᴅ| [ON GOING]
Historical FictionPelacur, wanita penghibur, murahan, atau apapun yang orang lain sematkan padanya tak membuat gadis itu menyesali keputusannya. Awalnya seperti itu, sampai dimana dirinya bertemu dengan sosoknya yang bagai hutan luas. Memberikan kesan tenang diawal...