"Target ada di lantai satu, barusan aku lihat lampunya sudah mati, kurasa dia sudah tidur. Kalau dia belum tidur, ya kau tusuk langsung saja tenggorokannya."
"Hahhh, berisik sekali. Aku tau, bahkan aku sudah mengamati rumah ini sejak dua hari yang lalu."
"Jalur running ada di utara, segera keluar kalau misi sudah terlaksana."
"Baiklah."
Bibir tipisnya melengkung membentuk senyuman saat melihat tubuh yang sedang meringkuk di balik selimut. Dikeluarkannya pisau lipat kesayangannya sambil berjalan pelan. Sampai ketika mata pisau Biu hampir menyentuh kulit incarannya itu, ia menyadari sesuatu. Ia menarik perlahan selimut yang menutupi wajah manusia yang berbaring pulas di hadapannya.
"Ini anaknya ...."
PRANG!!!
Suara pecahan kaca membuat pria dalam selimut itu langsung terjaga. Iris mereka saling menatap sejenak. Ia hendak membuka suara namun Biu buru-buru membekap mulutnya. Ditariknya tubuh kurus itu dengan kasar dan mereka memilih masuk ke dalam lemari.
"Heyy, untuk apa kau memecahkan kaca? Bahkan kau tinggal membunuh pria tua itu saja kan."
"Ada kelompok lain yang menyerang rumah ini. Ah, dan dia bukan target. Itu anaknya."
"Ya sudah, biarkan saja anak itu di sana. Kau pergilah cepat."
Biu tidak langsung membalas perkataan temannya. Matanya masih saling menatap dengan pria yang mulutnya masih ia bekap itu.
"Jangan bilang kalau kamu menyelamatkannya."'
Biu menutup matanya sejenak sambil menghela napas kasar.
"Jemput kami di penjemputan lima menit lagi."
Biu langsung mematikan alat komunikasinya dan memilih untuk fokus.
"Ka,kamu siapa?" tanya anak laki-laki itu setelah Biu melepaskan bekapan mulutnya. Biu tidak menjawab, dia memilih sibuk mengamati area kamar melalui lubang kunci. Belum ada yang masuk ke dalam kamar itu, padahal mereka sudah ada di dalam sana cukup lama.
"Hey."
Biu langsung membekap mulut anak itu lagi.
"Bisakah kau diam dulu? Kita harus segera keluar dari sini."
Di saat yang bersamaan, dentuman kencang berbunyi dan pintu lemari tempat mereka bersembunyi langsung hancur. Biu menarik tubuh anak laki-laki itu keluar, melindunginya sambil melawan orang yang barusan menyerang mereka. Pertarungan sengit langsung terjadi, Biu masih bisa melawan dengan seimbang meskipun kalah jumlah. Ada sekitar lima orang di dalam kamar itu dan Biu masih bisa melawan mereka semua sambil melindungi si anak laki-laki yang mulai nampak ketakutan.
"Siapa namamu?" tanya Biu di sela pertarungan mereka.
"Bi, Bible."
Biu menarik tangan Bible dan membawanya melompat keluar jendela. Beruntung mereka ada di lantai satu, setidaknya Biu tidak perlu repot-repot melindungi Bible kalau mereka harus melompat tinggi. Biu terus menarik tangan Bible, mereka berlari kencang sampai netra Biu melihat sebuah van hitam dengan pintu penumpang yang terbuka lebar. Ia menarik tangan Bible , menyuruh anak itu untuk masuk ke dalam lebih dulu dan menyusul kemudian.
"Jalan!!" serunya.
Arm langsung tancap gas meninggalkan rumah Bible.
"Kau gila hah!! Untung mereka cuma penjahat rendahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bloody Daisy
FanfictionBuild Jakapan Puttha Harusnya aku tidak membawanya masuk ke dalam duniaku. Kami berbeda. Terlalu banyak darah yang tertumpah karena kehadiranku dalam hidupnya. Bible Wichapas Sumettikul Aku tidak pernah menyangka kalau mencintai seseorang akan me...