Tidak lama kemudian, Fadil datang dengan sebuah buku tebal di tangannya. Asyifa tersenyum lebar, merasa bebas dari sikap salah tingkah yang menghinggapinya.
"Loh, ada Pak Pres juga," ujar Fadil kepada Asyifa. Tangannya menunjuk Ridhanu. Asyifa memberi tanggapan dengan mengangkat bahu.
"Oh, aku lagi nunggu teman. Apa ganggu ini?" Ridhanu berdiri, saat akan melangkah, ia ditahan Fadil agar tetap tinggal.
Asyifa menyilangkan tangan di depan dada. Ia merasa aneh dengan sikap Ridhanu. Namun, segera ditepisnya pikiran itu. Tidak mungkin seorang Ridhanu peduli dengan dirinya. Gadis itu melirik laki-laki yang masih duduk itu. Hatinya terasa nyeri mengingat kembali peristiwa yang terjadi di tempat yang sama.
"Ini Syif, novel yang aku ceritain kemarin. Keren banget isinya. Lebih keren dari novel sebelumnya yang kamu baca. Kamu penggemar karya Tere Liye, 'kan?" Fadil menyerahkan buku tebal bergambar kapal laut.
Asyifa manggut-manggut. "Oh, Rindu. Aku sempat baca reviewnya. Keren sih blurb-nya."
"Aku masih punya judul lain. Mau kubawakan besok?"
"Ini aja dulu, Kak. Takut gak kebaca malah jadi lama pinjamnya."
"Nggak papa. Dipinjam satu tahun pun juga boleh."
"Wah, yang bener, nih?"
Fadil mengangguk mantap. Ia begitu bersemangat meminjami Asyifa novel, saat tahu teman organisasinya itu punya kegemaran yang sama, membaca novel.
"Kapan-kapan kita diskusi tentang isi novel."
Asyifa kembali manggut-manggut. "Terima kasih, ya, Kak."
Tidak perlu mengeluarkan dana untuk mendapatkan bacaan baru. Hal seperti itu adalah rezeki bagi penyuka novel. Asyifa juga seringnya pinjam novel di perpustakaan atau baca gratis di Wattpad.
"Assalammualaikum."
Sapaan salam terdengar dari arah samping tempat tiga mahasiswa yang sedang berbincang tersebut. Mereka pun menoleh ke sumber suara. Ternyata Bima yang datang. Ia pun mendekat, kemudian menyalami Fadil dan Ridhanu.
"Kang, aku nggak disalamin?" protes Asyifa dengan wajah manyun sambil mengangsurkan tangannya.
"Keseringan sama kamu, Neng," ucap Bima sambil meraih tangan Asyifa. Ia lalu mengguncang keras tangan tersebut. Kebiasaan Bima saat menjahili Asyifa.
"Kejam, ih." Asyifa pun mengaduh. Ia lalu mengusap tangannya sendiri. Reaksi gadis itu mendapat perhatian serempak dari Fadil dan Ridhanu. Dua tatapan penuh tanya.
"Mau ke mana, Bim?" tanya Ridhanu basa-basi.
"Mau ke sini saja, Ridh. Keren, keren, para pejabat tinggi intrakampus berkumpul. Aku jadi minder."
"Bisa aja kamu, Pak," ucap Fadil sambil menepuk lengan Bima. Tiga mahasiswa satu angkatan itu pun terbahak bersama.
Asyifa hanya memperhatikan obrolan mereka. Ia lalu memasukkan novel pinjaman dari Fadil ke tas punggungnya. "Ayo, Kang. Aku udah lapar."
"Mau ke mana, Asyifa?" tanya Fadil.
"Lapar, Kak. Mau cari sarapan," jawab Asyifa sambil mengusap perutnya. Ia sudah janjian dengan Bima untuk makan di Warung Tentram belakang kampus langganan mereka.
"Ayo join bareng kita." Bima mengajak Ridhanu dan Fadil, tetapi mereka sama-sama menolak karena ada keperluan lain.
"Kami duluan, ya."
Asyifa berpamitan. Gadis itu berjalan beriringan dengan Bima. Mereka berjalan menuju warung prasmanan dengan harga yang ramah di kantong mahasiswa itu. Wajah Asyifa terlihat berbinar saat bercerita dengan kakak tingkatnya tersebut. Berbeda sekali ketika tengah bersama dua teman laki-laki tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANSA PERTAMA
RomanceHanya orang beruntung yang bisa saling mencintai lalu menikah. Asyifa merasa bahwa Ridhanu adalah jodohnya. Ia terlalu brutal jatuh cinta kepada aktivis kampus tersebut. Hanya dengan pandangan pertama, jatuh hatinya terlampau dalam pada sosok yang d...