Perjalanan kembali ke indekos ditempuh dengan keriuhan suara kendaraan yang lalu lalang. Asyifa dan Ridhanu tidak saling berbincang. Mereka fokus dengan pikiran masing-masing.
Setelah sampai di depan Gang Tirto, Ridhanu menghentikan motornya. Asyifa heran kenapa ketua-nya itu tidak melanjutkan perjalanan.
"Kenapa, Mas?" Asyifa turun dari motor.
"Sebentar, mau beli roti bakar dulu."
"Oh, iya."
Asyifa mengangguk pelan. Ia sejujurnya ingin memesan roti berbentuk kotak itu dengan isian coklat juga, tetapi urung karena Ridhanu tidak menawari. Gadis itu mengusap perutnya. Tiba-tiba saja dirinya merasa lapar.
Ridhanu menanti pesanan dengan duduk di kursi plastik berwarna biru. Ada empat tempat duduk yang tersedia, dua sudah ditempati. Asyifa melirik bangku yang berada di sisi ketua BEM-nya itu.
Duduk enggak? Duduk enggak?
Asyifa bimbang saat memutuskan untuk duduk atau tidak. Tentu saja rasa canggung begitu menguasai hati.
"Mas, Mbaknya suruh duduk sini aja," tawar penjual roti kepada Ridhanu saat melihat Asyifa berdiri di dekat motor sambil memainkan ponsel.
"Oh, nggak usah, Mas. Dia sukanya berdiri," jelas Ridhanu asal nyeletuk.
Abang penjual mengernyitkan kening seraya terkekeh. Ridhanu berusaha menahan tawa, matanya melirik sekilas ke arah gadis berjaket cokelat muda tersebut. Senyuman manis yang samar tersungging di bibir mahasiswa tingkat akhir tersebut. Berakhir saat Asyifa menoleh ke arahnya. Ridhanu segera menegakkan punggung.
Dilihatin, doang. Disuruh duduk, kek, gerutu Asyifa dalam hati.
Hingga pesanan selesai, Asyifa tetap berdiri di samping motor. Berbagai gaya sudah dilakukannya, dari berdiri tegap hingga menyandarkan pinggang di jok motor. Beruntung ada ponsel yang menghiburnya.
"Ayo."
Ridhanu bergegas mengajak Asyifa pulang.
Mister tega, tidak ada duanya, umpat Asyifa.
Gadis itu menaikkan kakinya dengan malas ke atas jok motor. Ia pun memijit pelan betisnya. Helaan napas berat keluar dari bibirnya.
Tidak lama kemudian mereka tiba di depan indekos Asyifa. "Terima kasih sudah diantar, Mas."
"Sama-sama."
Terdengar suara gembok di buka dari balik pagar setinggi dua meter. Muncul sosok gadis tinggi dengan piyama bermotif garis.
"Eh, ada Mas Ridhanu. Dari mana, nih?"
Hana pura-pura bertanya. Tentu saja dirinya sudah tahu ke mana dua orang di hadapannya itu. Ia terkikik saja saat melihat Asyifa memelotot. Kakak kosnya itu sudah mewanti-wanti untuk tidak turun saat mereka tiba. Asyifa tidak mau dicie-cie-in di hadapan Ridhanu. Asyifa takut Ridhanu semakin ilfeel kepadanya.
"Mau ke mana malam-malam, Han?" tanya Ridhanu.
Hana melirik Asyifa yang masih membulatkan matanya. "Eh, anu, mau beli nasi goreng."
"Nggak usah."
Hana dan Asyifa berpandangan.
"Ini buat kalian." Ridhanu mengulurkan roti bakar yang dipesan tadi.
"Wuaaahh, rezeki adek kos soleha." Hana langsung meraih bungkusan kantong plastik berwarna hitam tersebut. "Makasih, Mas."
"Iya, sama-sama. Ya udah, balik dulu, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANSA PERTAMA
RomanceHanya orang beruntung yang bisa saling mencintai lalu menikah. Asyifa merasa bahwa Ridhanu adalah jodohnya. Ia terlalu brutal jatuh cinta kepada aktivis kampus tersebut. Hanya dengan pandangan pertama, jatuh hatinya terlampau dalam pada sosok yang d...