Delapan Belas

35 4 0
                                    

Salat Subuh berjamaah pun ditunaikan. Fadil yang bertugas menjadi imam. Bacaan surah Ar Rahman laki-laki berjenggot tipis itu begitu merdu. Hal itu tidak dipungkiri karena dirinyaa merupakan salah satu qari terbaik milik kampus.

"Syif, paket lengkap itu Pak Ustaz." Nida yang duduk di samping Asyifa menyenggol lengan teman barunya itu. Ia bicara sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Asyifa.

"Apa, sih, Nid?"

"Udahlah pepet aja Kak Fadil. Kamu jomblo, kan?"

Asyifa mengernyit. Ia menatap Nida dengan heran.

"Kamu jodohin aku?"

Nida terkikik sembari mengangguk. "Kalau jadi aku dapat pahala kan, Syif. Taaruf, gitu."

"Wait, wait, wait. Aku nggak ada niatan ke arah sana. Jangan aneh-aneh, deh."

"Ish, kamu ini. Dicarikan cowok high quality jomblo kok nggak mau."

Asyifa memperlihatkan deretan giginya. Kepalanya pun digerakkan ke kanan dan kiri.

Dalam hatinya ia berujar. Aku maunya sama kakak tingkatmu di teknik. Dia yang di depan pakai jaket merah itu, Nid.

"Heh, malah ngelamun. Ayo masak." Nida membuyarkan lamunan Asyifa.

Asyifa bergegas melepas mukena kemudian melipatnya. Ia dan para gadis akan menyiapkan sarapan. Menunya cukup simple, pecel dan telur goreng saja. Namun, sebelumnya mereka menyiapkan roti panggang dulu untuk semua orang sembari menunggu menu sarapan siap.

"Tia, minta tolong bayamnya dipotong yang bagian ada daunnya saja, ya." Asyifa mulai memberi instruksi. Ia sedang memasak nasi. Di Vila sudah ada magic com. Dirinya tinggal menyiapkan beras saja.

"Syif, telornya jadi didadar?" tanya Nida.

Asyifa mengangguk. "Pakein Roiki dikit, Nid. Biar gurih."

"Siap, Syif. Eh, Pak Ustaz kok, ke dapur?" tanya Nida begitu melihat Fadil yang muncul di pintu menuju dapur.

"Mau belajar masak, Nid," jawab Fadil sambil tersenyum. "Ada yang perlu dibanting?"

Nida tergelak. "Bisa bercanda ya, Pak Ustaz."

"Biar nggak tegang di dapur." Fadil terkekeh.

"Boleh, boleh. Coba tanya chef-nya, Kak." Nida menunjuk Asyifa.

Fadil mengacungkan ibu jari. Ia lalu menghampiri Asyifa yang sedang memasak nasi.

"Ada yang bisa dibantu, Asyifa?"

Asyifa sedikit terkejut dengan kehadiran Fadil. "Sepertinya udah kepegang semua, Kak. Di depan nggak ada persiapan lain?"

"Enggak ada. Teman-teman masih nyantai sambil makan roti."

"Emm, apa, ya. Tinggal nunggu nasi matang saja, sih, Kak. Ini pecelnya mau kuseduh."

"Oh begitu, ya. Aku bantu mengamati saja."

Asyifa terkikik. Ia tidak mengusir Fadil dari dapur. Dibiarkannya laki-laki itu melihat aktivitasnya.

Fadil membuka percakapan dengan membahas novel yang dipinjamkannya. "Asyifa udah sampai mana baca novelnya?"

"Ya Allah, Kak. Maaf, aku belum sempat baca lagi. Semalam padahal nggak bisa tidur mau baca. Eh, Mas--" Asyifa menghentikan ucapannya dengan menempelkan telapak tangan di bibirnya.

Fadil menunggu kelanjutan ucapan gadis di depannya itu. "Mas apa, Asyifa?"

"Bukan, apa-apa kok, Kak." Asyifa segera mengalihkan pembicaraan. "Mas, masa aku ketiduran."

ROMANSA PERTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang