Dua Puluh

45 3 0
                                    

Rapat kerja sudah berlalu sejak tiga hari yang lalu. Namun, Asyifa masih terus saja mengingat tentang peristiwa yang dialaminya bersama Ridhanu di vila. Kebersamaan yang tidak pernah terlintas sedikit pun dalam pikirannya. Juga tentang solat berjamaah sebagai makmum Ridhanu. Gadis itu kerap kali menyunggingkan senyuman saat menghadirkan kembali kejadian tersebut dalam pikirannya.

Terdengar suara ketukan dari luar kamar Asyifa. Lama-kelamaan berubah menjadi gedoran yang cukup keras.

"Mbak, udah tidur belum?" tanya Hana dari balik pintu.

"Belum, masuk aja." Asyifa masih asik dengan ponsel di tangan. Ia tengah berselancar di Instagram.

Hana pun bergegas membuka pintu kamar berukuran empat meter persegi tersebut. Gadis bertubuh tinggi itu langsung duduk di samping Asyifa yang sedang berbaring.

"Mbak, ceritain dong rakernya gimana kemarin?"

"Ya, sama kaya raker biasanya, Han. Kayak kamu nggak pernah aja," jawab Asyifa dengan mata terus menatap ponsel.

"Bukan itu, Mbak. Ada kejadian-kejadian, nggak?" Hana tidak mau terus terang tentang apa yang ingin diketahuinya. Ia ingin memancing Asyifa untuk bercerita lebih dulu.

Asyifa menoleh ke arah Hana dengan kening berkerut. "Kejadian? Horor? Enggak ada, dong. Aman di sana. Aku kan nggak indigo."

"Ish, Mbak nggak peka banget, sih." Hana mulai gemas.

"Kejadian apa? Yang jelas kalau nanya." Asyifa mulai tertarik dengan arah pertanyaan Hana. Ia meletakkan ponsel di sampingnya.

"Kejadian sama Mas Ridhanu, lah. Kan, baru kali ini kalian bersama, dua puluh empat jam!" tegas Hana seraya memegang pipinya. "Eh, lebih kayaknya."

"Ya cuma rapat aja, kan, raker, Han," jawab Asyifa sambil terkekeh.

Hana menggoyangkan telunjuknya. Mata beningnya menatap tajam Asyifa, pertanda ia siap mengorek berbagai hal yang belum diceritakan oleh kakak kosnya tersebut.

"Kamu ngarep ada kejadiana apa? Tidur bareng?"

"Ngawur Mbak Asyifa ini." Hana tersenyum penuh arti. "Coba diceritain ada apa sebenarnya."

"Apa, sih?" tanya Asyifa sambil tersipu. Dirinya paling tidak bisa menyembunyikan rahasia dari teman yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri itu.

"Nah! Itu pipinya kenapa merah? Nggak yakin aku kalau cuma rapat aja." Hana tergelak melihat ekspresi Asyifa yang tersipu. "Tapi bukan bobo bareng juga kali. Nggak mungkin!"

Asyifa tergelak. Pipinya dirasakan semakin memanas.

"Arrgh! Mesti ngerti aja kamu, nih." Asyifa menutup buku di hadapannya, kemudian menghela napas panjang.

Hana menatap kakak kosnya itu dengan rasa penasaran.

"Yeeey, ada something happen there," kata Hana sambil mengepalkan kedua tangan ke udara.

"Em, cerita nggak, ya?"

"Cerita, cerita, cerita."

Asyifa semakin tersipu. Memori saat merawat Ridhanu sakit kemarin membuatnya seperti kedatangan kawanan kupu-kupu di dalam perutnya.

"Nggak taulah, Han. Aku nggak mau membuka luka yang sudah kubuat dan kuobati sendiri dengan susah payah. Tapi ...."

"Tapi kenapa, Mbak? Mas Ridhanu semakin dingin sikapnya, Mbak?" tanya Hana dengan raut cemas.

Asyifa menggeleng lemah. "Sebaliknya, aku merasa dini hari itu hangat sekali sikapnya. Manis." Asyifa menutup wajahnya dengan bantal. Pipinya semakin terasa memanas. Ia yakin Hana pasti akan menggodanya.

ROMANSA PERTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang