1

1K 53 1
                                    


“Tolong hidup untuk hal-hal kecil.”

***

"Bang, Mama itu suka apa?"

"Mama suka sama laut." Givan Oceanapia, sosok Abang yang baik bagi Arbian. Orang yang melindungi tubuh kecil Arbian pertama dari amukan mamanya sendiri, dan orang pertama yang memberikan kasih sayang untuk Arbian.

"Kenapa Mama suka sama laut?" tanya Arbian penasaran, tangannya sibuk menulis sedangkan wajahnya sekali-kali menoleh ke arah abangnya yang sedang duduk di atas kasurnya.

Givan merapikan kamar tidur Arbian yang sedikit berantakan, dengan tangan kekarnya dia mengambil bantal yang berserakan kemudian meletakkan di tempatnya.

"Soalnya Mama dulu pengen banget menjelajahi laut."

Arbian mengangguk-angguk kan kepalanya seolah paham, tangannya mengambil penghapus di sebelah buku kemudian menghapus tulisannya yang salah.

"Gue kira Mama benci sama laut."

"Hm, sekarang benci."

"Hah?" Wajah Arbian menunjukkan ekspresi bingung tangan yang tadinya akan menghapus tulisan di bukunya terhenti seketika.

"Katanya nggak! Gimana sih, yang bener dong Bang." kesal Arbian kemudian kembali menebalkan tulisannya.

"Iya dulu nggak, sekarang benci." Givan mengamati kamar sekitar Arbian, terlihat kosong dan sunyi. Kadang Givan bertanya-tanya apakah Arbian tidak kesepian sendirian di kamarnya?

"Kenapa? Gue pernah lihat di gudang beberapa mainan laut, sama gambarnya lo Bang. Gue nggak tau itu milik siapa, makanya gue ambil."

Arbian mengambil sesuatu di loker meja belajarnya kemudian berjalan mendekati Givan dan duduk di sebelahnya.

"Nih gantungan kunci laut, terus gambar laut, dan juga kalung yang udah karatan." Menunjukkan kepada Givan, tangan Arbian mengambil satu-satu mainan tersebut.

"Haha, lo ngapain nyimpen kayak gini Bi? Kalau Mama tau bisa habis lo di pukul sama dia. Mending lo buang sebelum Mama lihat."

Menggelengkan kepalanya Arbian mengambil paksa yang ada di tangan Gavin. "Ogah, enak aja. Nggak peduli gue kalau di pukul Mama yang penting ini udah jadi punya gue."

"Bebal lo Bi, jangan nangis kalau di pukul Mama nanti."

"Kagak, gue udah kebal sama pukulan Mama kali. Lo liat tangan gue!" Arbian menunjukkan salah satu tangannya yang terdapat bekas luka lembab terlihat baru, "Karya baru bos, hasil pukulan Mama tercinta." lanjutnya dengan cengengesan.

"Gila, di pukul bukannya nangis malah ketawa nggak jelas." Gavin mengambil tangan Arbian kemudian tangan satunya merogoh saku bajunya untuk mengambil sesuatu.

"Udah sering nangis gue waktu kecil, bosen juga lama-lama." Tangan Gavin mengoleskan obat merah dan juga memberikan penutup untuk mencegah terjadinya infeksi. Selesai melakukannya dia menyimpan obat merah itu di sakunya berjaga-jaga jika Arbian kembali terluka.

"Thanks bro, lo emang Abang yang pengertian."

"Hmm,"lirih Gavin menatap sendu ke arah luka Arbian. Abang mana yang tidak sakit hati ketika melihat adiknya justru sering mendapatkan luka di tubuhnya, tidak sekali dua kali Gavin mengobati luka Arbian. Sangking seringnya mengobati dia jadi selalu membawa obat kemana-mana, setiap Gavin bertemu dengan Arbian selalu saja ada luka baru di tubuh kurus itu. Entah di bagian kepala, tangan, kaki ataupun punggung.

" Berhenti natap gue kayak gitu Bang, gue nggak suka. Mending lo cerita kenapa Mama sampai benci sama laut?" gerut Arbian merebahkan tubuhnya di kasur.

Mom, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang