7

324 35 1
                                    

Ketika Arbian masih kecil, banyak hal yang sudah di lalui mungkin tidak mudah tapi dia berhasil.

Dulu Angelina tidak setenang sekarang, dia benar-benar seperti orang gila waktu itu. Membuat Aryan memilih meninggalkan di rumah sendiri dan membawa Gavin pergi bersamanya di luar kota meninggalkan Arbian bersama mamanya.

Dan itu adalah kesalahan terbesar Aryan, karena hingga sekarang Arbian masihlah mengharapkan kasih sayang dari Ibunya. Tidak ada kata menyerah dari Arbian sebelum keinginannya terwujud, mungkin orang akan berpikir.

Kenapa tidak pergi saja di bandingkan harus hidup dengan orang yang tidak waras?

Kenapa mau bertahan dengan orang yang mengila?!

Sebagai orang berpikir seperti itu, tapi Aryan paham bagaimana menjadi Arbian. Dia memang tidak mengalami dan tidak merasakan apa yang Arbian rasakan, tapi melihat dari mata Arbian yang memancarkan kasih sayang kepada Ibu nya membuat Aryan tertegun.

Rasanya dia seperti kalah dengan anak kecil. Hatinya yang dulu mati rasa karena melihat Angelina berselingkuh akhirnya bergerak, di bandingkan memperdulikan rasa sakit di hatinya karena di selingkuhin dia lebih memilih menemani Arbian yang tengah membantu agar Angelina bisa sembuh kembali.

Tidak mudah memang, siapa yang tidak sakit hati? Siapa yang tidak kecewa, melihat istri yang sangat dia cintai justru berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.

Bukan Aryan tidak percaya dengan Angelina, tapi dari bukti tes DNA dan juga bukti foto yang di kirimkan seseorang membuat Aryan berpikir seperti itu.

Ketika Aryan pulang dari luar kota bersama Gavin karena sadar atas kesalahannya dia memilih untuk memperbaiki semuanya dan menerima keberadaan Arbian. Walaupun anak itu bukan anak kandungnya tapi Arbian lahir atas kesalahan orang dewasa tak seharusnya anak itu menerima semuanya, ketika dia tiba pertama kali di rumah lama yang menyimpan begitu banyak kenangan orang yang pertama kali dia lihat adalah Arbian dengan keadaan kurus dan juga tatapan yang kosong, bahkan di ajak bicara sulit.

Aryan sempat membawa ke psikolog dan mereka mengatakan Arbian trauma. Trauma Arbian muncul karena menyiksaan dari Angelina merasa tak terima jika Arbian lahir, itu juga salah Aryan yang meninggalkan Arbian sendiri bersama wanita yang sampai sekarang dalam keadaan gila. Dan sejak saat itu Aryan berusaha agar membuat trauma Arbian membaik, dia juga membawa Angelina ke rumah sakit jiwa waktu itu.

Dan ketika trauma sudah mulai membaik, Arbian justru meminta dia sesuatu yang tidak masuk akal. Yaitu kembali membawa Angelina pulang.

Marah? Tentu saja Aryan marah mendengar itu, kenapa orang yang sudah membuat anak itu trauma justru kembali di bawah ke rumah mereka.

Harusnya biarkan saja mendekam di rumah sakit jiwa! Terlihat kejam tapi itulah Aryan, dia tidak akan pernah memaafkan orang yang sudah membuatnya kecewa dan sakit hati.

Ketika Aryan bertanya alasan Arbian membawa Angelina kembali karena apa, jawaban Arbian lagi-lagi membuat Aryan tertegun.

"Mama juga sakit Om, Mama juga terluka. Bian bisa lihat dari mata Mama yang memancarkan luka yang dalam. Bian emang gak tau apa yang ada di dalam hati Mama, tapi melihat Mama yang setiap hari ngelamun dan menangis di tengah malam Bian sadar saat itu jika Mama juga terluka."

Bagaimana anak itu bisa tau tanpa di beri tau jika Angelina terluka? Itulah yang ada di pikiran Aryan.

Awalnya Aryan sempat bimbang antara ingin menerima Angelina atau tidak, tapi Arbian terus meyakinkan dirinya dan Gavin membuat dia memilih untuk menerima.

Semuanya terlihat baik-baik saja saat itu, Angelina masih normal seperti orang pada umumnya tidak ada teriakan seperti yang di bayangkan Gavin ataupun Aryan sendiri! Tapi ketika Arbian memasuki kelas tujuh SMP ada yang menjanggal di hatinya.

Kenapa mata sebelah Arbian terlihat di perban?

Lalu kenapa anak itu terlihat jauh lebih pendiam?

Semunya menjadi pertanyaan sampai akhirnya dia tau jika Arbian di siksa lagi oleh Angelina. Mata anak itu buta karena lemparan kaca.

Kenapa Aryan bisa tau? Karena seorang dokter psikolog yang terlihat muda menghampiri dirinya dan mengatakan sebenernya.

Lalu kenapa Aryan tidak tau kejadian itu? Di mana dia? Dan Gavin?

Gavin waktu itu pergi kerumah neneknya.

Sedangkan Aryan pergi ke luar kota untuk menangani masalah perusahaan dia. Kesalahan fatal Aryan sekali lagi adalah, meninggalkan Arbian sendiri dengan Angelina yang tak sepenuhnya sembuh.

..

"Gue capek banget, pulang nya kemana ya?" tanya Arbian menatap kosong kearah lantai keramik berwarna putih itu, saat ini dia masih berada di depan teras kos Raffa dalam keadaan yang belum membaik alias dia terkena demam.

Raffa yang mendengar hanya diam tidak membalas dia duduk di sebelah Arbian kemudian mengambil ponselnya dan memencet tombol game di HP-nya.

"Gue sendiri bingung mau pulang kemana!" ujar Raffa fokus ke game, sebenarnya dia bisa saja menyuruh Arbian istirahat sejenak, tapi anak itu sangat bebal jika di beri tau. Bukannya istirahat Arbian justru duduk di teras rumahnya di tengah malam dalam keadaan angin kencang yang sedari tadi berhembus.

"Istirahat sono!" perintah Raffa di acuhkan oleh Arbian anak itu justru mengambil kopi Raffa di meja lalu meminumnya.

"Gak biasanya anak-anak ga ngajak nongkrong, pada kemana mereka?" tanya Arbian memandang Raffa.

"Pada sibuk semua apalagi saat ini Biru kagak ada di sini dia di ajak Bapaknya pulang kampung buat ngarit sawahnya di desa kalau yang lain gue gak tau, tapi gue denger si Rey sama Nara lagi berantem." jawab Raffa di sela-sela bermain gamenya, tangannya sangat lincah memainkan game yang ada di HP-nya.

"Ga biasanya? Setau gue mereka pasangan yang bucin walaupun beda agama sekalipun." heran Arbian ikut memainkan HP-nya, tapi pikirannya kacau sedari tadi dia masih memikirkan keadaan di rumah seperti apa.

"Namanya juga pasangan pasti ada berantem nya."

Jawaban dari Raffa membuat mereka hening, tidak ada yang memulai berbicara mereka sibuk dengan HP di tangan masing-masing.

"Gue pengen balik pulang." celetuk Arbian menghentikan permainan Raffa.

"Bacot, di sini aja lo. Awas lo berani balik lagi, mending lo tinggal bareng gue di sini." seru Raffa meletakkan HP-nya kemudian menatap Arbian. Moodnya seketika turun mendengar ucapan dari Arbian tiba-tiba itu.

"Tapi gue ga mau Mama kenap-"

"Siapa peduli Bodoh? Biarin aja tuh wanita gila mati sekalian." Potong Raffa dengan nada tinggi, wajahnya memerah karena emosi. Rasanya meskipun tidak pernah bertemu dia dendam sekali dengan wanita yang telah melahirkan temannya itu.

"Omongan lo Raf, jangan keterlaluan." ucap tak suka Arbian menatap Raffa.

"Terserah! Pulang lo kalau mau. Tapi jangan cari gue kalau lo kenapa-kenapa lagi." kesal Raffa mengambil HP-nya kemudian masuk kedalam.

"Cowok kok baperan..." ucap Arbian lirih.

"GUE DENGER BODOH!" teriak Raffa dari arah dalam.

...

Mom, I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang