•
•
•
"Yo bro, kenapa muka lo babak belur gitu?" ujar seseorang menatap Arbian yang saat ini berjalan ke arah mereka.
"Biasa." jawab Arbian duduk di salah satu kursi kosong disana diikuti dengan sosok seseorang yang tadi menghampiri Arbian.
"Tuh bocah Alex ganggu lo lagi Ar?" tanya seseorang yang duduk tak jauh dari sana. Dengan rambut tertata rapi, dan juga tinggi rata-rata ukuran pria, wajahnya yang manis dengan warna kulit kuning langsat. Penampilan yang selalu rapi dan keren sudah menjadi ciri khas seorang Zin Idgaf.
"Hm," balas Arbian mengambil salah satu gorengan diatas meja.
"Sekarang jam berapa?" lanjut Arbian menatap ke arah salah satu temannya yang paling mencolok di antara mereka.
"Jam dua belas Ar, napah? Mau pulang lo? Masa baru sampai pulang sih, nggak seru banget." ucap seseorang yang saat ini fokus dengan handphone nya tetapi masih bisa mendengar suara teman-teman nya. Biru Alexis keturunan dari seorang bule tapi hanya di pihak Ibunya saja sedangkan Ayahnya justru orang Jawa entah bagaimana cara mereka bisa bersatu, tapi yang pasti fisik Biru menurun dari Ibunya yaitu memiliki tubuh setinggi orang bule tak lupa dengan wajahnya juga, meskipun dia keturunan bule bukan berarti Biru tidak bisa bahasa Jawa justru dia dengan logat bisa mengucapkan Jawa terutama jika kesal.
Saat ini anak itu memakai baju yang berwarna biru dengan asesoris yang mencolok yang sangat berbeda dengan teman-temannya yaitu rata-rata memakai baju berwarna hitam ataupun putih.
"Raffa mana?" tanya sekali lagi Arbian.
"Nggak tau tadi udah di ajak Biru nongkrong tuh anak justru alasan masih kerja." jawab seseorang di sebelah Arbian. Dia saat ini sedang fokus kearah handphone nya yang sama seperti Biru, tapi bedanya orang itu terlihat sekali-kali wajahnya memerah dan tersenyum tak jelas.
Zin yang melihat justru merasa geli sendiri melihat tingkah temannya, "Muka lo tolong di kondisikan." Julid Zin mengambil botol minuman plastik kosong di sebelahnya kemudian melemparkannya.
"Ngajak berantem lo? Maksudnya lempar-lempar apaan?" ucapnya tak terima, penampilan yang urak-urakan rambut tak tertata rapi dan juga kaos hitam yang terlihat tidak di setrika bukannya kelihatan jelek pemuda itu justru semakin tampan. Rey Pradipta seorang pemuda yang dikenal bucin dengan pacarnya sampai-sampai dia rela di kejar satpol PP karena berjualan sembarangan.
Niatnya Rey memang berjualan karena pacarannya menginginkan jika suatu saat suaminya bisa berjualan maka dari itu Rey rela berjualan di jalan demi membuktikan jika dia salah satu dari idaman pacarannya itu.
"Benerin dulu penampilan lo itu, Nara emang mau sama orang yang nggak rapi dan nggak wangi kayak lo itu? Katanya orang kaya masa penampilan nggak mau di benerin." sinis Zin membenarkan rambutnya yang berantakan karena angin.
"Enak aja lo, ini itu salah satu bukti cinta gue. Nara nggak suka punya cowok rapi sama wangi katanya dia lebih suka yang kusam dan juga nggak rapi biar gue nggak di rebut sama cewek lain atau di sukai cewek-cewek." ucap narsis Rey masih terus memandang kearah HP nya.
"Pasangan nggak waras." ujar miris Biru yang sedari tadi mendengarkan.
"Lo jauh lebih nggak waras Ru." balas malas Arbian ikut nimbrung. Teman-temannya sebenarnya tidak ada yang waras tapi anehnya dia justru berteman dengan mereka.
"Ya sih." Dengan wajah cengengesan Biru tersenyum canggung.
"Nih obat." Zin memberikan obat merah ke arah Arbian pandangan melihat banyak lembab di area wajah itu. "Penutup mata lo mana?" tanya Zin melihat Arbian tidak menggunakan penutup mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mom, I'm Sorry
Teen Fiction"Dia memang lelaki cacat, tapi dia adalah sosok yang sempurna untuk Ibunya." Arbian Kavidra, seorang pemuda cacat yang hanya memiliki satu mata saja. Dengan senyum yang selalu dia tampilkan tidak ada tahu seberapa banyak Arbian menyimpan luka di da...