"Untuk anak kelas 12 semuanya tolong perhatikan saya!" ujar seorang Guru berbicara di depan mengambil perhatian mereka semua."Dengar! Kelulusan kalian mulai mendekati tidak ada waktu berleha-leha karena ujian akhir semester akan segera di laksanakan yaitu Senin tanggal 9 Juni jadi kalian harus mempersiapkan diri sebaik mungkin agar keterima di kuliah yang kalian minati nanti."
"Kalian sudah besar! Menjadi contoh untuk Adik kelas kalian sendiri, jaga sikap jika sudah keluar dari sekolah ini!" ucap panjang lebar membuat mereka yang mendengar sedikit malas karena selain cuaca yang sudah panas, ucapan itu sudah di dengar berkali-kali.
"Padahal belum lulus ngomongnya seakan-akan kita udah mau keluar dari sini aja, ujian aja belum mulai." ujar Biru tidak di tanggapin oleh Zen dan Rey yang saat ini fokus kearah depan.
Merasa tak ada tanggapan Biru mendengus kesal coba kalau kalau ada Raffa pasti di balas ucapannya, sayangnya mereka tidak satu kelas membuat Biru kesepian.
..
Selepas pulang sekolah, Arbian berniat pulang rumah terlebih dahulu untuk memeriksa kondisi mamanya, karena akhir-akhir ini mamanya terlihat tidak kembali kumat membuat Arbian sedikit lega.
Saat ini berjalan di parkiran motor, langkahnya terhenti karena telepon dari seseorang.
Hari sudah semakin sore Arbian memutuskan untuk meliburkan dirinya terlebih dahulu, dia berniat mengistirahatkan tubuhnya jika memang mamanya tidak melakukan sesuatu lagi.
Drtt!
Dengan cepat Arbian mengambil HP-nya lalu mengakat telepon yang berasal dari Bi Ina.
"Halo?" ujar Arbian pertama kali.
"Halo den, tolong Bibi! Nyonya tiba-tiba berteriak kembali." ucap panik dari sebrang membuat Arbian yang mendengar seketika mematikan HP-nya.
Dia bergegas-gegas berjalan kearah motor dan menaikinya, lalu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi tampa memperdulikan keselamatannya.
Saat fokus di tengah jalan, Arbian terpaksa menghentikan motornya karena tiba-tiba seseorang di depan menghadangnya.
"Berhenti lo!" teriaknya membuat Arbian terpaksa turun dari motor.
"Lo mau apa Alex? Gue ga ada waktu pingir." sengit Arbian mencoba bersabar.
"Enak aja gue lama nunggu di sini niatnya mau hajar lo." kekeh Alex bersama dua teman-teman yang ada di belakangnya.
"Lo punya masalah apa sih sama gue? Perasaan gue ga pernah nyentuh ataupun kenal cewek lo." Keluh Arbian merasa kesal, dia tidak punya banyak waktu untuk meladeni masalah ini.
"Gue ga ada masalah sama lo, tapi cewek gue ada." balas Alex menyeringai tangan mengambil satu helai kain berwarna merah di sakunya lalu mengikatnya di kepalanya. Wajahnya menunjukkan raut bengis seperti siap untuk bertarung.
"Gue ikut keroyokan atau lo sama dia aja?" ucap salah satu teman Alex bertanya yang langsung di balas oleh Alex, "Lo tunggu dan pantai sekitar jangan sampai ada orang yang lewat." perintahnya yang langsung di laksanakan.
Arbian yang melihat itu hanya mampu menghela napas, "Maaf Ma, sepertinya Bian akan telat." batinnya berkecamuk.
Alex melangkah baju di hadapan Arbian, dengan cepat tangannya mendaratkan pukulan kearah wajah Arbian namun langsung di tepis.
"Padahal sebelumnya gue ga pernah kenal lo, tapi kenapa lo ngusik gue mulu. Apa yang gue perbuat sampai cewek lo ga suka gue." desah Arbian tak habis fikir. Tangannya pun tak tinggal diam, dia ikut memukul Alex hingga terjatuh.
Alex bukannya kesakitan justru senyuman terpatri pada wajah pemuda itu. "Suatu saat lo akan tau, dan satu lagi gue cinta banget sama cewek gue jadi gue rela ngelakuin apapun demi dia walaupun balas dendam sekalipun."
"Ga habis pikir gue sama lo." ucap Arbian merapatkan bibir, dia menyugar rambutnya frustasi.
"Itu yang namanya cinta." teriak penuh kesenangan Alex langsung memukul kuat rahang Arbian sehingga membuat anak itu jatuh, tak mensia-siakan kesempatan dia duduk di atas perut Arbian lalu kembali melayangkan pukulan kuat hingga membuat Arbian tidak bisa membalas.
"Pukulan ini bentuk dari rasa sakit cewek gue biar lo tau rasanya jadi cewek dia." ucapnya sengit masih terus memukul, Arbian sendiri tidak melawan dia membiarkan wajahnya di pukulin asalkan orang yang ada di atasnya puas.
Arbian tidak tau salahnya yang pernah dia perbuat di kehidupannya apa, tapi yang pasti melihat kegigihan orang di depannya dia jadi paham jika dia juga luka bagi orang lain.
Setelah di pikir-pikir dia memang luka untuk orang lain, mamanya, Bang Gavin dan juga Om Aryan semuanya terluka karena kehadirannya.
Merasa sudah lelah Alex berdiri lalu memandang Arbian dengan pandangan kesal.
"Lawan anjing." decak nya merasa tak ada perlawanan sama sekali, dengan kesal dia menendang kaki Arbian yang saat ini tak bergeming sama sekali.
"Gue gak ngelawan angin, lawan gue." perintahnya saat melihat Arbian bangkit.
"Lex, gue ga tau salah gue apa tapi ngeliat lo segitu bencinya sama gue semakin bikin gue yakin kalau cewek lo pasti lebih benci dari lo kan? Cewek lo pasti sangat terluka karena perbuatan gue. Jadi gue mohon, sampaikan ucapan permohonan maaf gue ke cewek lo. Tolong bilang ke dia kalau gue bener-bener minta maaf." lirih Arbian dengan napas terengah-engah. Salah satu kakinya yang saat tidak bisa di gunakan karena tendangan kuat dari Alex tak lupa penutup mata sudah hilang entah di mana.
"Maaf ga cukup anjing, kehidupannya jadi berantakan karena kehadiran lo." ungkapnya menendang perut Arbian hingga terpental mengenai motor dan terjatuh. Entah dari mana dia membawa tongkat tapi yang pasti dengan penuh emosi Alex memukul lengan kiri Arbian hingga membuat anak itu kembali terlempar kearah samping.
"Lemah!" ucapannya mendengus.
"BOS GAWAT ADA WARGA YANG MAU DATANG..." ucap salah satu dari mereka berlari dengan raut cemasnya.
"Ciuh." kesal Alex memandang tubuh Arbian yang tidak melawan sama sekali. Bahkan tubuh itu sudah terjatuh begitu saja, sungguh sangat lemah.
"Bawah dia." perintahnya berjalan kearah motornya. Rasa kesalnya bercampur saat mengetahui ada beberapa warga yang akan datang ke sini padahal dia sudah memastikan tempat ini sepi.
..
Di sinilah Alex dan yang lain, di tempat salah satu jalan raya yang sangat banyak kendaraan berlalu-lalang. Hari sudah malam, tapi tidak membuat Alex menghentikan niatnya justru itu kesempatnnya.
"Mau di apain Lex?" tanya penasaran mereka masih memegang tangan Arbian yang sudah lemas, bayangkan saja satu tendangan yang keras lalu tendangan di perut dan tak lupa pukulan membuat tubuh Arbian tidak bisa di gerakan sama sekali.
"Lempar ke jalan." perintahnya santai.
"Hah?!" ucap mereka bersama berjengit kaget. Tak habis pikir dengan ucapan bos nya ini.
"Kenapa ga mau? Mau lo aja yang gue lempar."
"Gak gitu tapi,"
"Gak usah takut, ga bakal ketahuan polisi." ucap dengan santai sambil mengambil satu batang rokok lalu menyamakannya. Pandangannya mengarah ke salah satu truk yang terlihat akan lewat.
"Sana lempar, truknya mau lewat."
"Bos lo yakin?!" ucap salah satu dari mereka bergidik.
"Ya!"
Dengan terpaksa mereka mereka melemparkan tubuh yang terlihat lemah itu, kesadaran Arbian di ambang batas dia menoleh sebentar kearah Alex lalu bergumam, "Tolong sampaikan maaf gue.."
"LEMPAR!" bentak Alex membuat mereka dengan cepat melemparkan tubuh Arbian tepat di depan truk yang lewat di depan mereka.
Brak!
Tak dapat di hindari tubuh Arbian terlempar jauh hingga mengenai tiang. Beberapa kendaraan seketika menghentikan motornya guna melihat apa yang terjadi.
"Cambut!" ucapnya sambil menjalankan motor, tidak akan bisa ketahui yang pasti karena selain cuaca malam, tak lupa sopir yang terlihat mabuk semua sudah Alex setir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mom, I'm Sorry
Teen Fiction"Dia memang lelaki cacat, tapi dia adalah sosok yang sempurna untuk Ibunya." Arbian Kavidra, seorang pemuda cacat yang hanya memiliki satu mata saja. Dengan senyum yang selalu dia tampilkan tidak ada tahu seberapa banyak Arbian menyimpan luka di da...