Bab 6 - Ruang waktu

85 37 64
                                    

Adit melajukan kendaraan bermotornya dengan kecepatan 20 kilometer perjam, sepertinya ia sengaja memperlambat laju kendaraan itu agar ia dapat berlama-lama bersama wanita yang disukainya, sedangkan Nada tak henti-hentinya memukul punggung Adit sedikit keras dan meminta agar segera menurunkannya segera, tentunya hal itu tidak akan mungkin Adit kabulkan karena ia akan tetap membawa Nada pada suatu tempat yang ia inginkan, pria itu pun berpura-pura tidak mendengar perkataan Nada dengan alasan bising karena kendaraan sekitar.

Ternyata, tempat tujuan Nada untuk membeli makanan cepat saji dilewati oleh Adit begitu saja, ia membuka kelopak mata dengan bulat sempurna dengan pandangannya yang ikut bergerak semakin ke belakang memandangi beberapa gerobak makanan cepat saji yang berada di pinggir jalan yang seharusnya mereka berhenti disana, kemudian ia kembali memukul punggung Adit dengan berbicara sedikit meninggikan volume suaranya agar ucapannya terdengar jelas oleh pria yang seperti sedang sengaja membuat masalah dengannya.

"KAMU MAU BAWA SAYA KE MANA?"

"Ke pelaminan juga boleh kalau siap."

"APA?!"

"CARI MAKANAN LAH MBAK, MASIH NANYA AJA, UDAH MBAK DIEM AJA, TAU-TAU NYAMPE."

Nada rasa percuma berbicara apa pun pada pria ini, karena ternyata ia sedang bersama orang lain yang lebih keras kepala darinya, akhirnya iapun terpaksa diam dan merasa memasrahkan semua keputusan pada pria aneh ini, lagi pula, jika saat ini ia harus melompat agar dapat menjauh dari pria ini rasanya tidak mungkin, bukan berarti keinginannya untuk mengakhiri hidup telah musnah, melainkan masih banyak tugas yang belum ia selesaikan di dunia ini, dan jika semua itu telah tercapai, ia rela jika harus kehabisan usia saat itu juga.

Akhirnya kendaraan ini berhenti berlaju, mereka berdua menepi di sebuah Restoran seafood, cukup mewah, tapi membuat Nada semakin merasa terheran-heran dan dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya seperti ini.

"Ngapain ke sini?" Ucap Nada sembari memindai area sekitar.

"Makan lah, masa iya beli kandang burung." Timpal Adit sambil melepaskan helm dari kepalanya.

"Iya tahu, tapi kenapa ke sini? Saya kan mau beli jajanan gerobakan di depan gang..."

"Apa? Bakso? Mie ayam? Somay? Batagor? Tadi siang mbak cuma makan cheese burger doang loh, masa sekarang mau jajan makanan cepat saji lagi, mbak itu harus makan nasi, kalau engga nanti sakit perut." Adit menyela ucapan Nada segera.

"Ya kan di sana juga ada tukang nasi uduk, sama aja dari beras kan?"

"Udah terlanjur, yaudah ayo." Adit menarik tangan Nada dan membawanya masuk ke dalam restoran tersebut.

"Tapi dit..." Nada balik menarik tangan Adit agar tidak langsung masuk.

"Kenapa? Karena udang? Disini ada menu dari ayam juga kok, mbak tenang aja."

"Bukan itu, tapi masa makan di restoran pake baju gini?" Nada melepaskan tangan Adit agar ia dapat dengan teliti melihat penampilannya yang seperti orang mau tidur, juga Adit yang masih berpakaian seragam pabrik, memang tidak tercium aroma keringat karena seharian mereka bekerja dalam ruangan ber-Ac tapi tetap saja, pria itu terlihat tidak segar dan tampak lusuh karena belum membersihkan diri dan mengganti pakaiannya sejak pagi.

"Yaudah sih, gamasalah juga, yang penting makanannya dibayar kan?".

"Ta-tapikan..."

"Buruan, laper." Adit kembali meraih tangan Nada dan berhasil membawanya masuk ke dalam restoran tersebut, entah untuk kali keberapa Nada mengalah demi permintaan pria yang usianya 5 tahun dibawahnya itu, bahkan Akbar yang sudah lama kenal dengannya pun sering kalah dengan ego dan sifat keras kepalanya, tapi mengapa berbeda dengan Adit? Apa mungkin karena ia menganggap sikap pria ini yang seperti kekanak-kanakan sehingga ia harus banyak memaklumi tingkahnya? Ia rasa usia bukan titik sebuah alasan, atau memang ada alasan lain?

Adit memilih meja kosong yang berada tepat di sisi kanan dan menyender pada dinding kaca transparan, dari dalam mereka dapat menikmati keindahan kolam ikan koi yang sengaja pemilik restoran ini buat demi menambah pemandangan yang asri pada restoran miliknya, dipinggiran kolam terdapat beberapa lampu taman yang mengelilingi kolam tersebut, juga terdapat air mancur kecil yang airnya langsung masuk ke dalam kolam agar permukaan air yang berada didalam kolam tidak selalu tenang.

Seorang pramusaji datang dengan membawa sebuah buku daftar menu pada kedua sejoli yang orang pikir mereka adalah sepasang kekasih, tapi nyatanya untuk menjadi teman saja sepertinya sangat sulit Adit raih, "silakan mau pesan apa?"

Adit meraih buku daftar menu tersebut, sedangkan Nada enggan, ia masih merasa tidak nyaman berada dalam tempat ini, "mbak mau makan apa?"

"Apa aja asal jangan seafood." Singkatnya sambil sibuk mencari sesuatu dari dalam saku celana.

Sial! Handphone pake ketinggalan lagi, kenapa bisa lupa sih! Gue mau ngapain tanpa handphone? Masa iya harus ladenin orang ini ngomong terus? Ayolah Nada, kenapa bisa lupa sama benda penting itu sih, kalau kayak gini lo gak punya alasan buat pura-pura sibuk kan. Ucap Nada membatin.

"Nasi tiga, ikan gurame bakar satu, cumi saos kare Singapur satu, ayam goreng mentega satu, baby buncis belacan satu, minumnya jus jeruk dua ya, saya minta air mineral juga satu ya mas." Ucap Adit dengan cepat tanpa jeda.

"Baik mas, ditunggu pesanannya segera ya."

Nada membuka kelopak matanya dengan sempurna ketika pria yang tubuhnya tidak terlalu besar itu ternyata memesan makanan yang sangat banyak, "kok nasinya tiga? Kita kan cuma berdua?"

"Biar mbak Nada bisa nambah, aku yakin mbak suka sama makanan disini." Sahut Adit sambil memberikan buku daftar menu tersebut hingga si pramusaji pergi untuk mempersiapkan pesanan makanan mereka.

"Hah! Nambah?" Nada mengerutkan kening karena terkejut.

"Iya, mbak pasti laper banget kan?"

"Adit, porsi makan saya gak sebanyak itu, lagi pula makan malam saya cuma makan makanan cepat saji, kadang juga gak sama sekali, kamu mau bikin saya gendut?" Nada masih merasa tak habis pikir dengan cara berpikirnya pria muda ini.

"Justru itu, mbak harus atur pola makan mbak biar teratur, hari ini perut mbak belum masuk nasi kan? Paling juga tadi pagi mbak sarapan cuma roti pakai selai coklat, tadi siang kalau aku gak belikan burger, mbak gak akan makan, jadi makan malamnya harus sangat baik."

"Kenapa kamu malah atur pola makan saya?"

"Ya, karena aku gak mau mbak sakit." Ucap Adit dengan menampakkan barisan gigi sambil menatap kedua bola mata Nada dalam-dalam sehingga membuat wanita itu kehilangan konsentrasi.

Nada membuang pandangan matanya ke sembarang arah dengan perasaan gelisah, "kamu anak marketing atau kesehatan sih? peduli banget sama pola makan."

"Papa dan mamaku dokter, jadi soal pola makan udah rutinitas setiap hari."

"Kalau gitu, kenapa kamu gak kuliah ambil jurusan kedokteran?" Nada masih belum kembali menatap ke arah wajah Adit.

"Aku lebih tertarik jurusan marketing."

"Memangnya kenapa?"

"Biar bisa ketemu sama mbak Nada!"

Nada menelan saliva perlahan, sepertinya ia sudah kehabisan kata-kata, karena memang ini bukanlah dirinya, ia bukan tipikal  orang yang suka basa-basi, ia tidak menyukai kegiatan berbicara hal lain di luar pekerjaannya, dan apa yang harus ia lakukan saat ini? Mengingat ia lupa tidak membawa telepon genggamnya hanya sekadar untuk keluar masuk beranda menu sebagai alasan bahwa ia sedang sibuk dan tidak selalu harus berbicara dengan rekan yang kini bersamanya.

Ia pun memilih menatap kosong ke arah kolam ikan tersebut, entah berapa lama lagi ia akan berlama-lama di sini, karena pasti sang pramusaji akan sedikit lebih lama tiba membawa pesanan makanannya, hal itu membuat Nada seperti terkurung dalam ruang waktu yang tiba-tiba terhenti tanpa ada harapan akan berjalan maju kembali.

Life After Break Up [Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang