Bab 26 - Kehilangan jejak

27 9 8
                                    

Nada coba mengusap air mata yang mengalir pada pipinya berulang kali, mencoba melupakan kesedihan yang ia alami walau memang rasanya begitu amat sulit. Ia pun berniat untuk kembali ke tempat ia tinggal karena ia harus mengerjakan tugas yang sudah pak Bas berikan padanya.

Namun ketika Nada bangkit dari kursi tempat ia duduk, kemudian ia membalikkan badannya, ternyata Adit muncul saat itu dihadapannya, dengan spontan pria itu memeluk Nada untuk pertama kalinya dengan begitu erat, "aku tahu perasaan kita saat ini sama, aku tahu mbak sekarang sudah mulai bisa menerima aku, jadi aku mohon jangan siksa hati mbak dengan kesalah pahaman ini, aku tidak pernah mencintai wanita manapun selain mbak saat ini dan untuk selamanya, aku sudah bilang berkali-kali bahwa hubungan aku dengan masa lalu sudah berakhir dan gak akan pernah kembali lagi."

Sejenak Nada terdiam dengan air mata yang semakin berderai, ia rasa hatinya terasa lebih tenang ketika pria itu mendekap tubuhnya, ia merasakan sebuah kenyamanan ketika larut dalam pelukan ini, tapi seketika ia tersadar bahwa ia tidak berhak berada disini dan secara spontan ia mendorong tubuh Adit dan melepaskan pelukan yang sebetulnya ingin Nada rasakan lebih lama lagi.

"Saya gak pernah punya perasaan apa pun sama kamu, sekarang juga pergi dari sini!" Air mata Nada tak lagi dapat ia bendung hingga Adit dapat melihat manik matanya yang berlinang.

"Bohong!" Bantah Adit dengan mata yang juga berlinang, "aku tahu apa yang dilakukan mbak disini, aku tahu mbak rindu dengan kenangan kita, tapi kenapa kayak gini mbak? Kenapa mbak tiba-tiba menjauh? Aku harus buktikan apalagi kalau aku memang benar-benar cinta sama mbak Nada?"

Nada kembali mengusap air mata dengan tangannya dan kali ini ia coba untuk lebih tegas pada dirinya agar tidak terlalu lemah menghadapi pria ini, "lupain saya sekarang juga, kita emang tidak ditakdirkan untuk bersama!" Nada lantas berlari agar dapat menghindar dari tempat itu.

"M-maksudnya!" Adit tergagap sehingga diam mematung, dan ketika ia menyadari Nada telah pergi, ia pun segera berlari menyusul wanita yang kini sedang ia perjuangkan cintanya.

Sial! ternyata Adit kehilangan jejak Nada, tiba-tiba saja wanita itu menghilang entah kemana, kemudian ia coba mencarinya menuju indekos tapi ternyata wanita itu tidak pulang kesana, sehingga ia dilanda kebingungan akan mencari Nada kemana. Berulang kali ia menghubungi kontak Nada namun ternyata nomor ponselnya tidak dapat dihubungi, ia juga meminta bantuan pada ibu pemilik kos untuk menghubungi Nada namun ternyata ia juga mengalami hal yang sama, tidak dapat menghubungi nomor Nada.

Kemudian pria itu segera menelepon rekan kerjanya, Akbar, Nando, juga Ilham, namun ketiganya memberi jawaban yang sama bahwa mereka tidak mengetahui ke mana Nada pergi, juga karena nomor ponselnya sedang tidak bisa dihubungi oleh siapa pun membuat tidak ada satu orang pun yang dapat mengetahui keberadaan Nada.

Adit berusaha berpikir keras untuk tujuannya kini akan ke mana mencari keberadaan Nada, namun ia sulit mencari jawaban itu karena ia tidak mengetahui kebiasaan Nada ketika lari dari malasahnya wanita itu akan pergi kemana? Bahkan Akbar yang mengaku sebagai sahabatnya pun tidak memiliki jawaban, juga ibu pemilik indekos yang selama beberapa tahun ini mengenal Nada pun juga tidak memiliki jawaban.

Dan pada akhirnya Adit memutuskan untuk pergi menuju Cafe miliknya, dengan tetap meninggalkan pesan kepada ibu pemilik indekos agar segera mengabarinya ketika Nada sudah pulang ke tempat itu. Ia pergi menuju cafenya agar ia dapat sedikit merasa tenang sambil berpikir ke mana ia akan mencari Nada, tak peduli jika hari ini ia bolos kerja, tak peduli juga jika hal itu akan berpengaruh pada nilai akhirnya, yang pasti jika ia memaksakan untuk masuk kerja dengan keadaan seperti ini pun pastinya hanya akan membuat setiap hal yang ia kerjaan menjadi berantakan.

"Lo gak masuk kerja bos?" Sapa Bian ketika ia melihat kedatangan Adit yang tampak lesu ketika memasuki cafe-Nya.

"Gak!" Singkatnya yang langsung mengambil alih kursi yang berada di depan meja kerja barista sambil langsung menunduk dan meremas rambut dikepalanya.

Bian tampak khawatir dengan kondisi temannya itu, kemudian ia segera menghampirinya walau sebenarnya ia sedang sibuk merapikan ruangan ini karena Cafe baru saja buka.

"Sekarang apa masalahnya?" Bian menyodorkan gelas berisi air mineral pada Adit.

"Mbak Nada makin ngejauhin gue, padahal gue udah tahu kalau dia punya perasaan yang sama, tapi dia gak mau ngaku dan dia mau gue lupain dia," Adit semakin meremas rambut dikepalanya semakin keras, "padahal gue udah jelasin berkali-kali bahwa gue gak akan balik lagi sama Naya." Kali ini ia menoleh ke arah Bian dan meluapkan emosinya pada barista itu.

Bian mencerna setiap perkataan yang diucapkan oleh Adit, ia berusaha berpikir dengan tingkah Nada yang sedikit aneh,  kemudian ia teringat sesuatu dengan berita yang baru saja ia dengar dari beberapa mahasiswa yang tadi pagi menyapanya, "oh iya, barusan gue denger katanya Naya di keluarin dari kampus karena dia hamil di luar nikah."

Mendengar berita tersebut tentunya membuat Adit terkejut dan membulatkan matanya, "Apa? Hamil?"

"Iya, gue yakin gara-gara cowok dia yang anak komunikasi itu, terus kalau gue gak salah dengar juga cowok itu pindah ke Italia dan ninggalin Naya gitu aja, mungkin itu alasan dia tiba-tiba ngejar lo lagi, hati-hati dia cuma jebak lo buat selamatin bayi yang ada didalam  perut dia."

Tiba-tiba saja ponsel milik Adit berdering, kemudian ketika ia melihat layarnya ternyata ada nomor kontak baru yang menghubunginya, dan ketika ia menjawab panggilan itu ternyata seorang suster dari pihak rumah sakit yang sedang berbicara dengannya.

"Maaf, apa benar ini dengan bapak Aditiya Arsyanendra?"

"Ya, benar. Ada perlu apa?"

"Mohon maaf ini istri bapak sedang mengalami pendarahan hebat akibat terjatuh dari tangga apartement-nya, dan pasien butuh anda untuk menemaninya di saat kritis seperti ini, apa bapak bisa secepatnya datang ke rumah sakit sekarang?"

"Istri? Maksudnya siapa? Anda mungkin salah sambung."

"Tidak pak, pasien sendiri yang memberitahu nama dan nomor ponsel bapak."

"Siapa nama pasiennya?"

"Kanaya Isvara."

Adit mengerutkan kening ketika mendengar pernyataan bahwa ia adalah suami dari Naya, tentunya karena hal itu semakin membuat ia muak terhadap  wanita itu, "saya bukan suaminya, bahkan saya sudah tidak memiliki hubungan apa pun dengan dia."

"Tapi pasien perlu ditindak lanjuti pak, janin yang ada dalam kandungannya sudah tidak bisa diselamatkan dan secepatnya harus melakukan operasi, dan syarat utamanya harus ada tanda tangan persetujuan dari pihak keluarga."

Sebetulnya Adit tidak ingin mendengar apa pun yang berhubungan dengan Naya, tapi pada saat itu ia mendengar teriakan histeris dari Naya Yang meminta tolong karena kesakitan, ia juga teringat sesuatu bahwa Naya kini hidup hanya sendirian dalam apartemennya, hal itu disebabkan karena kedua orang tuanya yang saat ini sedang bekerja di Australia, sehingga benar apa yang dibicarakan oleh suster itu bahwa Naya tidak memiliki satu anggota keluarga untuk diminta tolong olehnya.

Dengan terpaksa Adit harus pergi menuju rumah sakit tempat Naya ditindak lanjuti, ia mau melakukan ini hanya atas dasar kemanusiaan saja, tidak ada unsur perasaan yang menyebabkan dirinya kembali jatuh pada hati wanita yang tidak tahu malu itu.

Life After Break Up [Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang