Bab 8 - Tak ada yang berharga

55 21 50
                                    

Adit menatap bahagia ketika piring milik Nada ternyata sudah mulai kosong namun lauknya masih tersisa, ia pun berinisiatif memberikan setengah porsi Nasi yang ia pesan lebih pada piring milik Nada dan setengahnya lagi ia letakkan pada piring miliknya, "nambah mbak."

Nada terkejut hingga ternyata ia tersadar dari lamunannya, ia pun memang tidak menyangka bahwa ternyata makanan yang telah ia santap sudah mulai habis, "eh, kenapa dikasih ke saya?"

"Bagi dua mbak, aku juga nambah kok, sayang kan lauknya masih ada, lagi pula aku lihat dari tadi mbak makan lahap kok, mbak pasti lagi laper banget kan?"

"Hah! Emang iya?" Nada memastikan, ia nampak seperti habis dihipnotis oleh seseorang hingga hilang kesadaran bahwa sedari tadi ia bagai kerdil yang sedang kelaparan.

"Yaudah, habisin aja mbak, mbak sendiri yang bilang mubazir itu dosa kan?" Adit kembali tersenyum ke arah Nada hingga membuat wanita itu kembali menundukkan kepala dan melanjutkan kegiatan mengunyah makanannya.

Setelah santapan yang berada dihadapan mereka telah habis, akhirnya mereka pun memutuskan untuk segera pulang karena malam sudah semakin larut, dan ketika Adit hendak mengeluarkan dompet dari dalam saku celananya, Nada pun sempat melarang agar dirinya saja yang membayar tagihan makanan mereka, tentunya Adit pun tidak tinggal diam, ia juga melakukan hal yang sama seperti Nada hingga terjadi sebuah perdebatan kecil diantara keduanya.

"Biar saya saja!" Ucap Nada sambil mendorong tangan Adit yang berhasil mengambil dompet dari saku celananya.

"Jangan mbak, masa cowok dibayarin sama cewek sih, kan kebalik."

"Tapikan saya atasan kamu, masa saya ditraktir kamu sih."

"Kan aku yang ajak mbak makan di sini, jadi sudah tanggung jawabku bayarin mbak makan, mbak tenang aja, kan udah dapet diskon 50 persen, jadi uang jajanku gak akan jebol." Celotehnya yang membuat Nada mengalah dan wanita itu pun kembali memasukkan dompet ke dalam saku celananya.

"Terima kasih sudah berkunjung ke tempat kami, semoga kakaknya puas dengan pelayanan kami, dan ditunggu kedatangannya kembali." Ucap penjaga meja kasir itu setelah ia memberikan sebuah kertas tanda pelunasan pembayaran pada Adit.

"Sama-sama kak, nanti kalau ada live music lagi saya boleh nyanyi lagi ya.. 2 lagu, biar makanan saya diskon 100 persen alias gratis." Adit menggerakkan kedua alis sambil tersenyum ke arah Nada yang kini lebih banyak menunduk ketika bersama dengan Adit.

Penjaga kasir itu hanya tersenyum kecil dengan sedikit menganggukkan kepala, kemudian Adit pun segera mengajak Nada keluar dari tempat ini dengan tangan yang tiba-tiba digenggam olehnya.

Entah mengapa kali ini Nada tidak merasa marah dengan sikap Adit yang seperti ini, ia hanya melebarkan pandangan mata yang mengarah pada kedua tangan yang saling menggenggam  dengan tanpa terasa tubuhnya terbawa hingga berjalan mengikuti langkah kaki pria muda ini. Apa ini? Mengapa kali ini rasanya biasa aja? Kenapa lo gak marah Nada? Lo kenapa? Ucap Nada membatin.

Udara di malam hari semakin terasa sejuk, jalanan sudah mulai terasa sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas, sehingga tidak terdengar kebisingan dari gerungan suara knalpot dan klakson yang bersahut-sahutan ketika jalanan sedang ramai.

Nada menghirup udara ini dengan tenang, semilir angin yang berhembus, menyapa lembut ke seluruh permukaan wajahnya, hingga tanpa terasa ia menutup kedua mata dan menyenderkan kepala pada apa pun yang berada di depannya, tanpa sadar kedua tangannya bergerak melewati pinggang Adit dan ia lingkarkan kedua tangan pada perut pria itu, Adit sedikit merasa terkejut namun ia tidak sama sekali merasa panik, ia pun memegang kedua tangan Nada yang sedang memeluknya agar pegangannya kuat sehingga Nada tetap seimbang dengan posisi sedang tertidur, sedangkan baginya tidak masalah jika menyetir motor dengan hanya menggunakan satu tangan kanan saja.

Sesampainya mereka berdua pada indekos tempat Nada tinggal, dengan hati-hati Adit menurunkan tubuhnya sambil menahan Nada agar tidak bergerak pada dudukan motornya sehingga Nada tidak sampai terbangun, kemudian ia berhasil menurunkan tubuh Nada hingga kini berada di pangkuannya.

Sebelum ia hendak masuk ke dalam kamar milik Nada, terlebih dulu ia mengetuk pintu rumah sang pemilik indekos, beruntung penghuni rumah belum tertidur sehingga Adit dengan mudah memanggil dan memintanya keluar untuk menemui mereka.

"Nada kenapa?" Ucap wanita yang usianya sekitar 40 tahunan itu.

"Kecapekan bu, habis saya ajak makan juga kayaknya kekenyangan, saya boleh minta antarakan saya masuk ke kamar mbak Nada bu? Kunci kamar kayaknya ada di saku celananya, ibu boleh bantu ambilkan?" Pinta Adit sambil menggendong wanita yang tubuhnya sedikit mungil darinya hingga tidak terlalu memerlukan tenaga yang besar untuk mengangkat lebih lama lagi.

"Oh iya," Wanita itu segera merogoh saku celana Nada, kemudian setelah ia berhasil menemukan kunci kamarnya, ia pun segera membukakan pintu dan mempersilakan Adit untuk masuk dan membaringkan tubuh wanita itu pada tempat tidurnya.

Setelah Adit berhasil meletakkan tubuh Nada pada tempat tidur, ia sempat memindai seisi ruangan ini, tidak ada yang aneh, bahkan tidak ada satu pun foto yang tepajang, apa benar dalam hidupnya sudah tidak ada lagi seseorang yang berharga sehingga tidak harus ia kenang lewat sebuah gambar yang dicetak dan dipajang pada dinding ruangan? Hal itu membuat Adit tidak menemukan apa pun yang menjadi sebuah bukti yang menceritakan masa lalu Nada, benar kata Akbar, bahkan wanita ini sangat tertutup dari dirinya sendiri.

"Terima kasih, ya, sudah mengantar Nada pulang, kalau boleh tahu mas namanya siapa? Biar nanti saya kasih tahu Nada kalau besok pagi dia nanya siapa yang bantuin dia sampai kamar." Tanya ibu itu pada Adit.

"Nama saya Adit bu," sahut Adit dan ibu itu mengangguk tersenyum,  "oh iya bu, saya boleh tanya sesuatu?" Kali ini kedua matanya menyorot tajam pada ibu itu.

"Iya, kenapa?" Ibu itu nampak penasaran.

"Ibu tahu gak keluarganya mbak Nada di mana? Atau ibu kenal sama orang terdekat sama mbak Nada di sini?"

"Tiga tahun lalu Nada datang ke sini untuk nge-kos, dia bilang supaya dekat dengan tempat kerja dan kampusnya, selama 3 tahun itu tidak pernah ada keluarga atau saudara yang berkunjung ke sini, bahkan ketika libur panjang lebaran pun Nada gak pernah pulang kampung, saya pernah menanyakan hal itu pada Nada, dia bilang kedua orang tuanya sudah meninggal jadi dia gak punya tempat untuk pulang, dan selama ini baru pertama kali Nada punya tamu apalagi laki-laki seperti kamu ini, sebelumnya Nada gak pernah ajak siapa pun berkunjung ke sini."

"Di sini dia punya teman dekat bu? Maksudnya teman buat jadi tempat curhat gitu?" Tanya Adit semakin penasaran.

"Gak ada, memang kebanyakan yang nge-kos di sini pekerja dan mahasiswa, jadi mereka memiliki kesibukan masing-masing, apalagi Nada, setelah pulang kerja dia langsung ke kampus, pulang malam dia langsung istirahat tanpa bertemu siapa pun, kecuali ibu yang kalau kebetulan lagi di luar cari angin."

Sejenak pria itu diam, ia hanya butuh beberapa detik untuk berpikir agar dapat mencerna sebuah kisah yang diceritakan oleh ibu pemilik indekos ini, ia pun menatap sendu wanita yang kini sedang tertidur pulas, ia sangat memahami bahwa kisah hidup Nada memang sangat tidak baik untuk diingat kembali. Perihal keluarga? Atau pasangan? Ia rasa kedua hal itu yang telah membuat Nada menjadi seseorang yang memilih menutup diri dari siapa pun, mungkin ia memiliki sebuah trauma besar yang membuat dirinya menjauhi kedua hubungan tersebut dari hidupnya.

Setelah Adit merasa puas, ia pun segera berpamitan pada sang pemilik indekos ini, kemudian ia segera pergi meninggalkan Nada yang tengah beristirahat dengan kamar yang di kunci dari luar oleh ibu pemilik kos itu atas perintah Adit, dan ia minta sebelum esok hari Nada berangkat kerja, ibu kos itu segera membuka pintu kamar Nada kembali agar Nada dapat keluar untuk pergi menuju aktivitasnya esok hari.

Life After Break Up [Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang