Bab 15 - Topi hitam

66 34 51
                                    

Pagi ini seluruh anggota staf marketing dari beberapa divisi akan ditugaskan bekerja dilapangan, selama satu pekan mereka tidak bekerja di ruangan ber-AC itu lagi, melainkan akan terjun langsung di luar ruangan dengan bekerja di bawah teriknya sinar matahari pada program penjualan produk di sebuah acara festival tahunan di alun-alun kota. Untuk kelompok kerja yang di pimpin oleh pak Bastian, mereka akan berangkat menuju tempat lokasi dengan menggunakan minibus yang telah disediakan oleh pihak perusahaan.

Pada titik lokasi, sudah tersedia sebuah tenda untuk memajang produk penjualan mereka yang ditata serapi dan semenarik mungkin untuk menarik minat pelanggan, dan disampingnya terdapat tenda tertutup yang akan dijadikan sebagai tempat istirahat atau ruang ganti ketika salah satu anggota dari mereka memerlukannya.

Nada, Adit, dan Akbar bertugas menarik pelanggan agar mau berkunjung pada tenda penjualan mereka, sedangkan Nando dan Ilham berada di dalam tenda untuk melayani pengunjung yang akan membeli produk jualan mereka, dan sepertinya bagaimana pun kondisi hati Nada saat ini, ia harus berusaha bersikap ramah dan menebarkan senyumannya selama satu hari penuh untuk meyakinkan semua orang agar mau membeli produk yang ia jual.

"Permisi, silakan mampir ke tenda kami, kami menjual helm ber-SNI yang pasti banyak keunggulan dan manfaatnya,  banyak motif dan warna yang lucu-lucu juga buat kakaknya, kami juga memberi harga promo loh, mari ikut saya." Nada mengajak 3 orang gadis yang lewat dihadapannya yang ternyata berhasil membawa mereka pada tenda penjualan dan bertemu dengan Nando juga Ilham.

Entah mengapa Adit merasa bahagia dengan kejadian barusan, ternyata ia baru menemukan senyuman yang lepas dari bibir Nada, setelah kesalahan pahaman itu terjadi, Nada seperti menjauh hingga Adit tidak lagi menemukan senyuman Nada, dan kini dapat ia temukan lagi walaupun sebenarnya senyuman itu bukan untuknya, melainkan untuk menarik minat calon pembeli.

Sejujurnya Adit ingin sesekali menyapa Nada, tapi ternyata situasi ini sangat tidak mungkin karena mereka sangat sibuk mencari calon pembeli untuk produk yang mereka jual, dan sialnya kegiatan seperti ini tidak memiliki jam istirahat untuk makan siang, karena seharian penuh tempat ini dipenuhi oleh lautan manusia yang ikut serta mengisi acara festival atau sekadar sebagai penonton, sehingga dari mereka hanya memiliki waktu beristirahat selama 30 menit secara bergantian.

Nando dan Ilham sudah mengambil waktu istirahatnya lebih awal, kali ini giliran Akbar karena ia sudah sangat merasa lapar dan akan istirahat serta makan siang dengan makanan yang sudah dikirimkan oleh pak Bas, dan kini tersisa Nada dan Adit yang bertugas mencari calon pembeli.

Waktu sudah menjelang tengah hari, posisi mentari pun sudah berada tepat di atas kepala sehingga terikanya amat terasa, terlihat dari raut wajah Nada yang mulai merasa lelah, keringat sudah banyak bercucuran berasal dari pelipis yang sudah ia usap berkali-kali menggunakan lengannya, Adit melihat seorang pedagang topi keliling yang berjalan menuju ke arahnya, kemudian ia menghampiri dan mendekat ke arah penjual topi itu, "pak mau topinya dua ya." Adit mengambil dua buah topi berwarna hitam polos.

Kemudian ia segera memberikan satu lembar uang rupiah berwarna merah muda dan menolak uang kembalikan dari penjual topi itu, "buat bapak aja." Ia pun segera berlari mendekat ke arah Nada kembali.

"Pake ini mbak, biar gak kepanasan." Adit menyodorkan topi itu pada Nada.

Wanita itu menoleh, kemudian ia segera meraih benda itu dan segera memakaikannya, "terima kasih ya."

"Sama-sama mbak." Adit tersenyum namun Nada kembali membuang pandangannya ke sembarang arah.

"Gue udah beres nih, sekarang giliran siapa dulu?" Akbar kembali muncul dan sedikit terkejut ketika melihat kedua temannya memakai topi yang senada, "wah curang kalian beli topi tapi gue gak dibeliin."

"Sorry bang, gue gak inget." Adit menyeringai sambil memohon merasa bersalah.

"Dasar bucin," Akbar merampas topi yang dikenakan Adit dan memakaikan pada kepalanya, "Makan siang dulu sana."

"Mbak Nada dulu aja." Adit menoleh ke arah Nada.

"Kamu aja dulu, saya masih belum laper." Nada menolak.

"Tapi mbak kelihatan capek, mbak istirahat dulu aja, aku belakangan."

Tanpa pikir panjang, Nada menyetujui permintaan Adit, ia pun membuka topi yang dikenakan pada kepalanya, lalu memberikannya pada Adit, "kamu pakai dulu." Ucapnya kemudian beranjak pergi.

Adit terkejut lantas membulatkan mata, tiba-tiba saja ia seperti terkutuk menjadi sebuah batu yang berdiri mematung tanpa bergerak, beruntung Adit masih bisa mengendalikan dirinya, jika tidak mungkin ia akan jatuh tak sadarkan diri, kemudian ia mencium topi itu dan menghirup aroma minyak rambut Nada yang menempel, "hah.. aroma ini." Ia teringat dengan aroma yang sama yang menempel pada helm miliknya yang sering digunakan oleh Nada namun saat ini aroma itu sudah hilang karena Nada sudah beberapa hari tidak kembali mengenakan helm-nya.

"Seneng lo." Akbar menepuk bahu Adit hingga membuat Adit tersadar dari lamunannya.

"Seneng lah bang, setelah kemarin gue kesepian gara-gara mbak Nada diemin gue akhirnya sekarang dia senyum lagi ke gue." Adit berucap tanpa melepaskan topi milik Nada dari penciumannya.

"Jangan bilang kemarin kalian diem-dieman gara-gara lo nembak Nada?" Akbar menebak sambil menunjuk pada Adit.

"Enggak lah bang, ya kali buru-buru banget, gue cuma iseng nanya cowok kriteria dia kayak gimana? Siapa tau gue termasuk salah satunya kan, eh dia malah bilang 'jangan pernah suka sama saya, saya tidak pantas untuk siapa pun' gitu katanya." Adit bercerita sambil membayangkan kejadian pada saat itu yang membuat dirinya murung beberapa hari ini karena sikap Nada yang menjadi berubah.

"Ternyata dia masih menutup hatinya sampai sekarang," Akbar berucap dengan memalingkan pandangan wajah kesembarang arah, "gue takut banget dia akan selamanya kayak gini, kasian juga dia hidup sendirian tanpa seseorang yang nemenin dia sampai batas usianya berakhir." Kali ini ia menundukkan kepala, menunjukkan sebuah kesedihan yang amat terasa.

"Lo gak usah khawatir bang," Adit mendekat lalu merangkul bahu Akbar, "gue gak akan pernah biarin hidup mbak Nada selamanya sendirian, gue akan berusaha sampai kapan pun buat dapetin hatinya mbak Nada."

Akbar menoleh ke arah Adit, kemudian ia menarik kedua ujung garis bibirnya yang memberi isyarat bahwa ia percaya dengan apa yang telah di ucapkan pria yang usianya lebih muda darinya.

Tak lama Nada kembali muncul, menandakan bahwa jam istirahat untuknya telah selesai, kemudian ia berjalan dan mendekat ke arah Adit berdiri "giliran kamu."

Tentunya pria itu pasti tersenyum ketika wanita yang dicintainya berbicara padanya, ia pun segera melepas topi yang ia kenakan kemudian mengembalikannya kembali pada Nada,  "ini topinya."

"Makasih." Singkat Nada.

"Sama-sama mbak." Adit pun segera pergi setelah ia mendapatkan sedikit senyuman yang terdapat pada wajah cantik itu, tidak masalah jika hari ini Nada belum bersikap ramah padanya, masih ada hari esok, lusa, dan seterusnya yang tidak akan Adit sia-siakan untuk selalu berusaha membuka pintu hati Nada yang sulit untuk dibuka karena kuncinya mungkin tertinggal di masa lalu, namun bukan berarti Adit tidak bisa membukanya, ada cara lain dengan cara  mendobraknya secara paksa bukan?

Life After Break Up [Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang