Bab 2 - Usaha Yang Gagal

141 30 46
                                    

"Kantin Nad." Ajak Akbar ketika suara bel pertanda jam istirahat telah berbunyi.

"Enggak Bar, lo aja." Singkat Nada yang yang masih sibuk dengan layar monitor dan keyboard serta mouse yang belum ia hentikan kegiatannya.

"Yakin lo gak laper? Emang lagi ngapain sih?" Akbar yang penasaran pun akhirnya mendekat dan menoleh pada layar monitor Nada.

"Beresin skripsi, lusa harus udah selesai, kalo enggak, tahun ini gue gak wisuda."

"Oh gitu, yaudah gue duluan ya, lo mau nitip makanan gak?"

"Gak usah, gue bawa bekal."

"Okedeh, mau ikut gue ke kantin gak?" kali ini Akbar mengajak Adit.

"Ayo!" tanpa basa-basi, Adit menerima ajakan Akbar, mereka pun berjalan bersama menuju kantin untuk sekedar membeli makanan agar mereka mendapat kekuatan untuk meneruskan pekerjaannya hingga sore hari sesuai jam operasional kantor.

"Bang, gue boleh nanya sesuatu gak soal mbak Nada?" ucap Adit ketika ia selesai melahap satu sendok nasi beserta lauknya ke dalam mulut.

"Ya, apa?" Akbar pun melakukan hal yang sama, ia menjawab tanpa menoleh ke arah Adit, sepertinya ia sangat kelaparan hingga gerakan mulutnya dalam mengunyah lebih cepat dari Adit.

"Mbak Nada punya cowok gak sih? Atau lo cowoknya dia?" pertanyaan Adit tersebut membuat Akbar terkejut hingga tersedak, kemudian Adit membantu mengambil air putih untuk meredakannya, "pelan-pelan kali bang."

"Lagian lo nanya kayak gitu, enak aja! Nada itu temen gue, kita emang temenan udah lama, tapi gue gak pernah punya perasaan ke dia, dia bukan tipe gue."

"Bukan tipe lo? Emang kenapa? Mbak Nada cantik kok."

"Iya, tapi gue itu sukanya dikejar, bukan ngejar. Lagian Nada itu sahabat gue, dan selamanya jadi sahabat gue, kenapa? Lo suka sama Nada?"

"Baru dikit sih, gue takut dia udah punya cowok."

"Aman, selama dia kerja di sini gak ada satu pun cowok yang bisa naklukin hati dia, yang mau diajak ngobrol aja Cuma gue kok."

"Serius bang? Dia gak pacaran? Lo gak bercanda kan?"

Akbar kembali meneguk air karena ternyata makanan yang berada di piringnya telah habis, kemudian kali ini ia berbicara sambil menatap ke arah teman barunya itu, "Gue kenal dia sejak SMP, kita satu kelas dulu, mungkin karena masih remaja dia belum pernah deket sama cowok, dulu kita tinggal di Malang, tapi lulus SMP gue pindah ke Jakarta karena bokap pindah tempat kerja, jadi setelah itu gue udah gak tahu kabar soal Nada, dua tahun lalu gue masuk kerja sini dan ternyata gue di tempati satu divisi sama Nada, jadi gue bisa deket sama dia lagi, tapi gue juga belum tahu soal kehidupan dia sebelum kerja di sini dan setelah lulus SMP, tiap kali gue nanyain soal itu atau soal keluarganya dia suka marah, kadang diemin gue sampai seminggu, kadang juga dia izin cuti kerja karena sakit tiba-tiba, makanya sekarang gue gak pernah bahas soal itu lagi, gue kapok, kasihan juga kalau udah sakitnya kambuh, kayak tersiksa sendiri."

"Sakit apa bang?" tanya Adit semakin penasaran.

"Gue juga gak ngerti, pernah suatu ketika gue nanya ke dia soal nikah, tahun lalu umur dia 25 tahun, wajar dong kalau gue nanya kayak gitu ke cewek? Karena umur segitu ideal buat seorang cewek memulai kehidupan baru sebagai seorang istri, dia gak jawab malah tiba-tiba balik ke ruangan dan ternyata dia izin pulang karena sakit kepala, dan besoknya 3 hari dia gak masuk kerja sampai pak Bas marah dan kasih SP satu ke dia, gue terus hubungi dia tapi gak bisa dihubungi, gue cari tahu kost-an dia ternyata dia gak nerima tamu sama sekali, sampai akhirnya gue bikin video permintaan maaf gue dan gue nyuruh tetangga kost-nya nunjukkin ke dia, besoknya dia masuk kerja, tapi masih diemin gue, seminggu kemudian dia baru mau ngomong lagi sama gue, itu pun karena kita lagi ada acara bazar di alun-alun kota, jadi dia terpaksa banyak interaksi sama gue."

Life After Break Up [Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang