Bab 12 - Putar arah

44 12 38
                                    

"Mbak tunggu!" Adit coba meraih tangan Nada namun akhirnya ia tak mampu karena Nada beranjak pergi terlalu cepat, pria itu diam sejenak sambil mengehela nafas dengan pikiran yang sedikit kacau, "hina?"

Kemudian ia pun memutuskan berlari untuk mengejar Nada, tak peduli wanita itu akan memarahi untuk kesekian kalinya, ia siap untuk menghadapi semua itu.

Sial. Secara kebetulan sebuah mobil taksi melintas tepat dihadapan Nada, sehingga ia segera memasuki kendaraan besi beroda empat itu dan tidak memberi kesempatan pada Adit untuk berbicara.

Tanpa pikir panjang, Adit segera kembali pada Cafe untuk mengambil alih kendaraan bermotornya, kemudian ia segera melajukan dan mengejar taksi yang ditumpangi oleh Nada, setelah ia berhasil mengejar mobil taksi dan kini kedua kendaraan itu saling beriringan, Adit pun mengetuk kaca pintu belakang mobil yang berada Nada didalamnya, "MBAK STOP DULU, AKU MINTA MAAF KALAU KATA-KATAKU SALAH, TAPI PLEASE MBAK JANGAN MARAH SAMA AKU."

Nada memilih tak peduli, pandangan matanya tetap ke arah depan dengan tatapan kosong, tak lama ia mengingat sesuatu yang membuat setetes air menggenang pada kelopak matanya, sontak ia segera menutup kedua telinga dengan menggunakan jari telunjuk sambil menatap ke arah atas, hal itu ia lakukan agar air mata yang menggenang akan tertahan dan masuk kembali ke dalam sehingga ia tidak perlu menangis pada saat itu.

"MBAK NADA KENAPA? AKU MOHON MAAFIN AKU MBAK." sekali lagi Adit berteriak namun tidak mendapat respons dari Nada hingga mobil itu melaju dengan kecepatan lebih tinggi lagi atas perintah Nada hingga memasuki gerbang tol, tentunya karena itu Adit berhenti mengikuti mobil tersebut karena kendaraan bermotor miliknya tidak bisa masuk ke dalam jalanan tersebut.

"Ah.. sial!" Adit mengumpat sambil memukul kepala motornya.

Dengan terpaksa Adit memutar arah, ia memilih pulang ke rumah karena ia tak tahu harus mengejar Nada ke mana, ia rasa malam ini Nada tidak akan pulang ke tempat kos-nya, karena kepergiannya  masuk kendalam tol tersebut akan keluar dari jalur ibu kota.

Kini, perasaan Adit diliputi penuh rasa bersalah, apa benar perkataannya barusan sangat menyakiti hati Nada? Tapi apa sebabnya? Ia hanya mengungkapkan bahwa wanita itu baik untuknya, dan ia ingin coba menjadi pria yang pantas untuk Nada. Bahkan Adit belum sampai mengungkap perasaannya pada Nada, bagaimana jika itu terjadi? Apa mungkin Nada akan menghilang? Atau mungkin akan membenci Adit untuk selamanya?

Adit berjalan dengan gontai masuk kendalam rumahnya, wajahnya tampak lesu seperti kehabisan cairan dalam tubuhnya, ia pun melewati ruang utama, kemudian beranjak naik anak tangga untuk menuju kamarnya.

"Mas Adit baru pulang? Mau saya siapkan makan malam?" Tanya bi Sari, sang asisten rumah tangga yang di tugaskan oleh kedua orang tua Adit untuk merawat rumah ini sekaligus membantu putra semata wayang mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari ketika mereka sedang di sibukkan oleh pekerjaannya.

"Gak usah bi, saya sudah kenyang," Adit menghentikan langkahnya ketika baru menaiki dua anak tangga, kemudian ia menoleh ke arah bi Sari, "papa mama belum pulang?"

"Ibu malam ini gak pulang karena katanya ada pasien yang minta di temani di klinik, sedangkan bapak pulang tengah malam, tapi katanya setelah pekerjaannya selesai mau ke klinik ibu, supaya besok pagi pulang bareng."

Adit mengangguk pelan sambil pandangan matanya ia arahkan lagi ke depan, "yaudah saya balik ke kamar ya bi."

"Baik mas, selamat istirahat, kalau butuh sesuatu langsung hubungi saya ya."

"Iya."

***

Sudah hampir 10 kali Adit menelepon Nada namun jawabannya selalu tidak dapat dihubungi, mungkin saat ini Nada sedang me-nonaktifkan ponselnya karena sedang tidak ingin diganggu, ia pun berkali-kali coba mengirim pesan namun ternyata Pesannya belum bisa diterima Nada, mungkin nanti setelah Nada mengaktifkan kembali ponselnya, ia akan membaca permintaan maaf Adit.

Mbak ke mana? Aku yakin malam ini mbak gak pulang ke kos kan?
Maafin aku karena sudah salah berucap, mungkin perkataanku buruk sehingga mbak marah dan pergi, tapi aku mohon mbak jangan sampai meninggalkan kerjaan ya, jika besok mbak masih belum maafin aku, aku rela untuk sementara ini aku gak akan ganggu mbak, asal di kantor kita tetap baik-baik aja, jangan sampai karena aku, kerjaan mbak jadi terganggu..
Sekali lagi aku minta maaf.

"Masih ceklis satu." Adit melenguh, kemudian meletakkan ponsel pada nakas samping tempat tidurnya, ia rasa malam ini ia akan bermimpi buruk karena telah membuat kesalahan pada Nada, tidak apa, ia akan siap menerima apa pun yang akan terjadi pada nasibnya dengan Nada.

***

Adit membuka mata, segera ia meraih ponsel dan membuka layarnya, ternyata masih pukul 05.00 pagi, ia rasa tidurnya tidak terlalu nyenyak sehingga ia dapat terbangun lebih awal tanpa bantuan suara alarm, pria itu segera mencuci muka dan menggosok gigi ke kamar mandi, untuk membersihkan diri ia rasa bisa dilakukan nanti sebelum berangkat menuju kantor.

Ia berjalan menuju dapur, mengambil air minum serta mencari roti tawar untuk ia makan, karena ia sedikit merasa lapar sepertinya makan satu lembar roti dengan selai strawberry cukup mengganjal perut hingga waktu sarapan tiba.

"Sudah bangun kamu, tumben masih gelap gini." Ucap Sandra, seorang dokter psikolog yang kebetulan adalah ibu kandung dari Aditiya.

"Ia ma, tiba-tiba aja kebangun, mama papa baru pulang?" Tanya Adit ketika melihat kedatangan kedua orang tuanya yang baru masuk ke rumah ini yang masih menggunakan pakaian ala dokter dengan jas putihnya.

"Papa selesai dari semalam, cuma papa ikut menginap di klinik mama karena mama bilang gak pulang ke rumah dulu tadi malam." Ucap Arman, sang papa.

"Pasti pasien mama yang abis diceraikan suaminya itu kan?" Adit menebak.

Sandra meng-iyakan dengan hanya mengangkat satu alisnya, "mama sama papa ke kamar dulu ya." Pamitnya yang mendapat persetujuan dari Adit.

Pria itu kembali mengecek ponsel miliknya, berharap balasan pesan dari Nada telah tiba, tapi ternyata dugaannya salah, ada beberapa pesan yang masuk hanya dari teman grupnya dikelas dan Bian yang menanyakan kepergiannya bersama Nada tanpa sepengetahuan Bian.

"Ceklis dua biru." Adit tersenyum lega karena Nada telah membaca pesan darinya, walaupun tidak mendapat balasan, setidaknya wanita itu membaca ungkapan maaf darinya.

Adit pun kembali bergegas pergi ke kamar untuk mempersiapkan diri berangkat kerja, sepertinya hari ini ia tidak akan menjemput Nada ke tempat kos-nya, karena kali ini Nada pasti akan semakin marah dan tidak nyaman dengan situasinya, tidak mengapa, karena ia masih memiliki kesempatan bertemu dengan Nada di ruang kerja mereka.

Life After Break Up [Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang