Bab 27 - pengakuan Naya

27 9 8
                                    

"Permisi, saya mau nanya pasien atas nama Kanaya Isvara yang baru saja diambil tindakan karena janinnya bermasalah dimana ya?" Tanya Adit kepada petugas rumah sakit yang berada di meja pendaftaran.

"Oh yang barusan datang ada di ruang IGD tirai nomor 5 pak." Ucap wanita yang memakai seragam petugas kesehatan itu.

"Oke, terima kasih." Adit segera berjalan menuju tempat yang diberi tahu oleh petugas rumah sakit itu, kemudian ketika ia membuka tirai nomor 5 ternyata benar bahwa Kanaya sedang meringis kesakitan dengan darah yang mengalir banyak terlihat dari kaki yang di tutup oleh sehelai kain hitam.

"Permisi, dengan bapak Aditya?" Seorang dokter muncul menyapa Adit.

"Ya, saya." Adit menoleh ke arahnya.

"Mari ikut saya untuk menandatangani surat persetujuan operasi, waktunya sudah sangat singkat untuk pasien menunggu."

Tanpa menyapa Kanaya, Adit segera mengikuti pria ber-jas putih itu menuju meja administrasi untuk menandatangani beberapa berkas persetujuan, namun ia sempat merasa tidak nyaman ketika namanya tertera pada lembaran kertas itu sebagai suami dari Kanaya, tapi kali ini ia tidak bisa berbuat apa pun karena ia harus menyelamatkan nyawa Kanaya saat ini juga.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Kanaya dibawa menuju ruang operasi dengan keadaannya saat ini yang tak sadarkan diri akibat kelelahan karena telah berkontraksi cukup lama, Adit pun menunggu proses operasi itu di luar ruangan, sungguh pemandangan itu seperti sungguhan, bagai seorang suami yang menunggu istrinya keluar dari ruang operasi, namun hal itu tentunya tidak mungkin karena sampai kapan pun Adit tidak akan pernah kembali pada wanita itu, apalagi bayi yang ada dalam kandungannya adalah hasil dari hubungan gelapnya bersama pria lain.

Hanya butuh waktu sekitar 30 menit, akhirnya dokter beserta tenaga medis itu keluar dari ruang operasi, kemudian mereka membawa Kanaya yang masih tak sadarkan diri di atas ranjang yang di dorong menuju ruang rawat yang tak jauh dari ruang operasi tersebut, Adit tak ikut bangkit dan berjalan mengikuti mereka, karena ia masih berdiam diri dengan tatapan kosongnya yang masih memikirkan ke mana Nada pergi saat ini.

"Permisi pak, mari ikut kami ke ruang rawat pasien." Seorang tenaga medis perempuan menepuk pundaknya hingga membuat ia tersadar dari lamunan.

"Oh, iya." Ia pun bangkit kemudian berjalan dibelakang tenaga medis itu untuk menyusul kepergian dokter yang sudah lebih dulu membawa Kanaya menuju ruang rawat.

Dengan perasaan penuh gelisah, ia terus saja memandangi layar ponselnya, tidak ada kabar terbaru dari teman-teman kerjanya maupun dari ibu kos yang ia minta cari tahu jika mereka mendapatkan kabar dari Nada, pasalnya hari ini sudah pukul 04.00 sore, sudah hampir setengah hari Nada pergi, bahkan Adit kembali mencoba menelepon Nada pun ternyata nomornya masih belum bisa dihubungi.

"K-kamu disini." Ucap Naya terbata-bata karena baru tersadar dari tidurnya.

"Ya." Singkat Adit yang masih menatap layar ponsel di samping ranjang tempat Naya terbaring.

Wanita itu meraih tangan Adit sambil menunjukkan lekukan sabit di bibirnya,  "makasih ya, sudah selamatin nyawa aku."

Dengan spontan Adit menepis tangannya lalu memindahkan kursi tempat ia duduk sedikit lebih menjauh dari Naya, "gausah kepedean, gue cuma bantu atas dasar kemanusiaan aja, dan karena lo udah sadar sekarang gue balik." Pria itu bangkit lalu beranjak pergi.

"Kamu pasti cari Nada!" Ucap Naya sedikit berteriak sehingga membuat Adit menghentikan langkah kakinya.

Pria itu menoleh dengan tatapan mata yang tajam, "tahu apa soal Nada?"

Naya terlihat sedikit pucat karena usai operasi, namun karena ketakutan akan amarah Adit pula yang membuat wajahnya semakin pucat, ia pun menelan salivanya dengan pelan lalu segera menjawab pertanyaan pria yang sempat ia cintai itu, "aku minta maaf karena udah bikin kalian salah paham."

Adit kembali mendekat ke arah Naya, dengan kedua mata yang dibulatksn membuat Naya semakin merasa ketakutan, "Apa yang lo lakuin ke mbak Nada!" Adit memegang erat lengan atas Naya dengan sangat kencang hingga membuat wanita itu meringis.

"Maafin aku, aku salah, maafin aku." Wanita itu memohon ampun dengan menitikan air mata.

"Jelasin sama gue, apa yang lo lakuin ke mbak Nada sekarang!"

Naya menatap kedua bola mata Adit dengan matanya yang berlinang, kemudian ia menghela nafas yang kemudian ia mulai menceritakan sesuatu yang terjadi pada saat itu.

***

(Semalam setelah Nada keluar dari warung nasi dekat indekosnya).

Ternyata sejak Nada pergi dari Cafe dan Adit langsung mengejarnya membuat Naya marah karena terbakar oleh api cemburu, namun ia tidak bisa berbuat apa pun karena merasa percuma Adit tidak akan memedulikannya.

"Ngapain lo masih disini? Sana pergi!" Ucap Bian dengan ekspresi wajah sangarnya hingga membuat Naya semakin kesal karena ia tidak dihargai ditempat ini.

Naya pun mengendus kesal, namun ia tidak menyahuti perkataan Bian hingga ia pun terpaksa pergi dari tempat itu.

Ketika ia sedang berada dalam perjalanan disebuah taksi, ia melihat Adit yang sedang menepi di bahu jalan karena motor yang ia kendarai sepertinya sedang mengalami masalah pada mesinnya, dan tak lama pria itu memberhentikan sebuah taksi dan Naya pun memerintahkan sopirnya untuk mengikuti taksi yang Adit kendarai, sampai akhirnya mereka berhenti di sebuah indekos yang Naya kira sepertinya ini tempat tinggal kekasih baru Adit.

Naya hanya menyaksikan dari kejauhan, seorang pria yang menantikan seseorang dari dalam kamar indekos yang setelah 30 menit tak kunjung keluar, berkali-kali ia menelepon tapi tak kunjung mendapat jawaban, hingga ia melihat pria itu menyerah dan pergi dari tempat itu segera.

Namun tak lama ternyata wanita itu keluar sambil mengendap-endap, mungkin ia memastikan bahwa Adit telah pergi, hingga Naya pun memiliki niat untuk mengikuti ke mana wanita itu pergi.

Naya membiarkan wanita itu melaksanakan makan malam dengan tenang, namun kemudian setelah selesai ia segera menantikannya dekat gerbang menuju indekos tempat ia tinggal.

"K-kamu?" Wanita itu tampak gugup ketika berhadapan dengan Naya.

Naya tersenyum licik sambil mengangkat satu alisnya, "ya, saya Kanaya."

"Mau apa kamu kesini?" Nada tampak ketakutan dengan kedua mata yang berbinar.

"Jadi kamu, yang udah rebut Adit dari saya?" Wanita itu terus saja menatap Nada dengan sinis sambil melipat kedua tangannya pada dada.

"Apa maksud kamu?"

Naya menunjukkan sebuah foto hasil USG kehamilannya pada Nada, kemudian Nada mengerutkan dahi dengan tatapan penuh tanda tanya, "saya sedang mengandung anaknya Adit, dan seharusnya saya meminta pertanggung jawaban dari dia, pastinya gak akan lama lagi kami berdua akan segera menikah."

Bagai tersambar petir di siang hari yang terik, seperti itulah perasaan Nada ketika mendengar pernyataan buruk yang bahkan tidak ia sangka pada pria baik-baik menurutnya, namun ia pun tidak bisa menyangkal kenyataan itu karena memang ia menyadari akan kedekatan mereka berdua.

Dengan tetap berusaha tegar, ia menahan air mata yang hampir keluar dari kelopak matanya, ia pun menanggapi ucapan Naya dengan tetap tenang, "lalu apa hubungannya dengan saya? Saya tidak ada hubungan apapun dengan Adit, kita hanya rekan kerja saja di kantor, dan itu sifatnya hanya sementara sampai program magang Adit selesai saja."

"Good. Sekali lagi saya peringatkan supaya anda menjauhi Adit, agar dia dapat bertanggung jawab atas perbuatannya, permisi." Naya pun segera pergi meninggalkan Nada yang masih berdiri mematung di tempat itu.

Entah sehancur apa hatinya saat ini, dikala ia siap membuka hati untuk Adit setelah bertahun-tahun ia kunci ternyata pria itu memiliki sebuah aib yang amat tidak disangka olehnya hal itu dilakukan oleh pria sebaik Adit, namun siapa sangka, siapa pun dapat melakukan hal buruk itu jika ia memiliki kesempatan, dan benar apa yang dikatakan Naya, ia lebih berhak atas Adit karena mereka memiliki ikatan yang sangat kuat, yaitu bayi yang ada dalam kandungannya.

Life After Break Up [Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang