Bab 26 - I Wanna Marry You

1.7K 234 21
                                    

"KELAKUAN lo apa gak keterlaluan banget?"

"Menurut gue enggak sama sekali. Malah belum seberapa itu."

Gavin menyesap minumannya dengan santai, mengabaikan tatapan tajam Elena kepadanya. Awalnya Elena bersemangat bertemu Gavin karena pria itu berkata bahwa ia bertemu kembali dengan perempuan yang diceritakannya kepada Elena tempo lalu. Namun setelah satu jam mendengar semua cerita sahabat baiknya, Elena sungguh tidak habis pikir.

"Sebenernya apa yang lo pengen dari cewek itu? Semua rencana balas dendam pasti ada tujuannya," kata Elena mengetuk-ngetuk meja kaca bar dengan gemas.

"Gue cuma pengen liat dia menderita, karena dia gak peduli gue menderita," ucap Gavin tanpa beban.

"Kalau dia udah menderita?"

Gavin mengerjap. Benar juga, kalau ia sudah berhasil membuat Liasha menderita, apa yang akan ia lakukan setelah itu?

"Nanti gue pikirin lagi," jawab Gavin sembari meneguk minumannya dengan perlahan.

Elena mendesah dan menggelengkan kepalanya. "Lo bener-bener manusia paling gak waras di dunia, Vin. Kalau lo bersemangat kayak gitu buat orang menderita, kenapa gak sekalian nikahin dia dan lo ganggu dia tiap hari," celetuk Elena kesal. Ia mencomot buah ceri yang ada di meja dengan gerakan ekstra dan memasukkan ke dalam mulutnya.

Dahi Gavin berkerut mendengar usul itu. Ada benarnya juga, kalau ia menikahi Liasha, Gavin akan lebih leluasa membalaskan dendamnya.

"Bakal gue pertimbangkan," ucap Gavin setelah berpikir lumayan lama.

Elena kontan terbatuk-batuk karena tersedak buah ceri yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. Mata gadis itu membulat sempurna, seakan-akan tidak menyangka Gavin akan menyetujui ucapan asal-asalan yang dilontarkannya.

"H-eh... gue gak serius bilang kayak gitu..." kata Elena gelagapan. "Itu cuma sekadar nyeletuk gak jelas aja, bukan sesuatu yang perlu lo pertimbangin," tambahnya dengan nada panik.

Gavin menatap Elena dan tersenyum kecil. "Eh lo tau gak kenapa si Newton bisa nyiptain fisika dan kawan-kawannya? Cuma gegara apel jatoh di kepalanya. Coba lo pikirin, betapa hal kecil itu bisa berdampak besar bagi semua umat manusia. Jangan nyepelein celetukan gak jelas," ujarnya kalem.

"Beda lah anjir! Si Newton meneliti hukum gravitasi supaya bisa bermanfaat bagi banyak orang, kalau lo apa?" pekik Elena tidak setuju dengan gagasan yang dilontarkan Gavin.

"Manfaat itu kan gak perlu buat semua orang, buat diri sendiri juga perlu," jawab Gavin tidak mau kalah.

"Lo bener-bener gila."

"Yang awalnya ngide kan elo, berarti lo juga gila," tandas Gavin.

Elena tak sanggup lagi berkata-kata, berseteru dengan Gavin tidak akan ada habisnya. Yang ada Elena bisa dilarikan ke rumah sakit karena darah tinggi.

"Terserah lo aja deh," gumam Elena akhirnya.

Gavin terkekeh, ia meminum minumannya sambil tersenyum.

***

Pria itu benar-benar tidak mau melepaskannya.

Entah sudah berapa kali Liasha membaca pesan Gavin kepadanya. Seharusnya ia bisa menahan diri untuk tidak menampar pria itu. Apa yang ia lakukan bukan menyelesaikan masalah malah menambah masalah. Kenapa tak ada satu pun hal yang bisa lakukan dengan benar? Rasa ingin mengurung diri di kamarnya kian meningkat. Ia tidak siap menyambut hari esok. Ia tidak siap bertemu dengan Gavin Varren.

***

"Mar, masa tadi gue liat Bu Poppy nangis-nangis di ruang meeting sama HRD."

Summer We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang