GAVIN VARREN memang pria paling tidak waras di dunia.
Itulah yang dipikirkan Liasha saat pria itu dengan santainya melontarkan kata-kata itu padanya. Saking seringnya dipermainkan Gavin, ia bahkan tidak bisa menilai perkataan pria itu jujur atau tidak.
Untungnya Liasha tak perlu membalas ucapan pria itu karena mereka sudah sampai di depan gerbang rumah gadis itu. Ia sudah menyiapkan banyak alasan agar bisa segera terhindar dari pembicaraan yang tidak nyaman ini, namun tiba-tiba saja Gavin terkekeh kecil.
"Lucu banget," gumam Gavin disela kekehan.
"Lucu?" tanya Liasha sambil menatap pria itu dengan ekspresi bingung.
Gavin balas menatap Liasha dan tersenyum lebar. Ia mengangkat sebelah tangannya lalu mengusap wajah gadis itu. "Sering-sering jadi orang culun gak bisa ngomong apa-apa kayak gini, aku suka liatnya," ucap pria itu sambil menautkan kedua alisnya.
"Heh—" Liasha hendak melontarkan makian yang sudah diujung lidah namun terhenti seketika saat Gavin tiba-tiba mencodongkan tubuh ke hadapannya. Oh tidak, jangan biarkan dirimu terlihat tidak berdaya Liasha, gadis itu merutuki dirinya sendiri yang terus-menerus bertindak bodoh.
Liasha diam-diam menelusuri setiap bagian wajah Gavin yang begitu dekat dengannya. Ia bahkan bisa mencium harum parfum pria itu begitu jelas dan cukup membuatnya terhanyut sejenak. Apa yang akan pria ini lakukan?
"Ka-kamu mau ngapain sih?" pekik Liasha tertahan.
Klik. Terdengar suara pintu mobil terbuka. Pria itu memundurkan tubuhnya lalu menunjuk pintu mobil yang terbuka dengan dagunya.
"Udah nyampe, kan? Pulang sana," usirnya.
Liasha terbahak tidak menyangka. Memang musyrik percaya dengan apa pun yang keluar dari mulut pria ini. Ia hanya ingin mempermainkan Liasha agar dendamnya pada gadis itu bisa terbalaskan.
"Siapa juga yang mau lama-lama sama orang gak jelas kayak kamu?" teriak Liasha di depan wajah Gavin. Liasha pun keluar dari mobil Gavin dan berdiri di depan pintu. "Kamu bilang tadi aku terbiasa nutup pintu mobil angkot, kan? Iya, bener! Aku emang begitu." Setelah mengatakan itu, Liasha menutup pintu mobil Gavin dengan gerakan ekstra hingga terdengar suara berdebum begitu keras sampai bahu Gavin tersentak kaget.
Liasha berjalan sambil menghentakkan kakinya berulang kali menuju pagar rumahnya. Gavin yang melihat itu tak kuasa menahan tawa dan mengamati punggung gadis itu yang mulai menghilang. Pria itu menyandarkan dagunya di stir mobil lalu mengembuskan napasnya pelan.
"Bahkan sekalipun gue ngomong jujur, lo gak bakal percaya, kan?" gumam Gavin entah kepada siapa.
Sadar atau tidak, Gavin sudah kalah bersama logikanya sendiri. Bahwa mungkin sejak awal rencana pembalasan dendam itu tidak pernah ada. Bahwa mungkin ia hanya mencari cara agar gadis itu kembali padanya. Bahagia bersamanya.
***
Setelah hari di mana Liasha bertemu dengan keluarga Gavin, pria itu tidak menghubunginya lagi. Tentu saja begitu, karena ayah dan kakaknya juga sangat sibuk menjelang peluncuran aplikasi novel online. Orang-orang di kantornya juga sangat bekerja keras sampai harus lembur berhari-hari, khususnya tim IT yang tampaknya sudah menganggap kantor sebagai rumah kedua mereka.
"Susah banget ketemu Kakak gue sekarang," kata Liasha sembari memasukan makanan ke dalam mulutnya.
"Tapi itu sebanding Sha, gue denger makin banyak investor yang tertarik sama projek aplikasi novel online kita. Semua orang di kantor juga seneng banget, itu artinya perusahaan aman dan makin maju," balas Mariana menimpali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer We Met
Ficción GeneralLiasha Kiran merasa hidupnya tidak berguna. Ia merasa sudah tidak memiliki gairah untuk menjalani hidup sejak satu tahun yang lalu. Namun kakaknya bersikeras agar dirinya mau menjalani perawatan psikologis agar ia mulai membaik seperti sedia kala. K...