Bab 38 - With You...

1.8K 221 13
                                    

GAVIN VARREN akhirnya menemukan jawaban dari pertanyaannya sejak dulu mengapa Liasha meninggalkannya begitu saja di LA. Menyedihkannya, tak ada satu pun spekulasinya yang benar. Semuanya salah.

Gadis itu tidak baik-baik saja. Ia sakit.

"Sebenernya alasan aku liburan ke LA adalah buat kabur dan bunuh diri," ucap Liasha pelan.

Mata Gavin terbelalak kaget. Dadanya mendadak terasa nyeri, dan seluruh tubuhnya kaku. Napasnya tertahan mendengar pengakuan yang mengejutkan itu.

"Aku udah banyak ngejalani pengobatan buat nyembuhin serangan panik tiba-tiba yang begitu menyiksa, tapi nggak bisa, aku nggak kunjung ngerasa baik. Malah makin menjadi-jadi," katanya bercerita. "Setiap hari, setiap detik, rasanya kayak tinggal di neraka. Napas aja rasanya sakit. Suatu hari aku nyoba buat bunuh diri, tapi gagal, Arabella dateng nyelamatin aku," Liasha melanjutkan. Entah mengapa ia merasa perlu memberitahu Gavin agar pria itu tahu bahwa dirinya kemungkinan akan menikahi perempuan yang kesehatan mentalnya bermasalah. Ini juga akan menjadi senjata agar pria itu mau meninggalkannya. Gavin terlalu baik untuk gadis yang hidupnya berantakan sepertinya.

"Arabella yang takut aku ngelakuin itu lagi mencoba segala cara buat ngobatin aku. Tapi kayaknya aku nggak pernah membaik. Gak ada satu pun perawatan yang jalanin ngubah mindset aku tentang hidup, atau sekadar punya alasan buat lihat matahari esok hari." Liasha menggigit bibirnya kuat-kuat berusaha menahan air mata agar tidak terjatuh namun ia gagal. Air mata itu berjatuhan layaknya rintik air hujan di malam yang sunyi.

"Hidup aku sehancur itu Vin. Serangan panik kayak gitu bukan sekali dua kali terjadi sama aku. Kamu bakal capek, terbebani, dan nggak pernah bahagia. Apa kamu masih mau nikah sama orang gak sehat kayak aku?" ucap Liasha dengan suara tercekat.

"Kamu jadiin itu sebagai alasan buat ninggalin aku di LA?" tanya Gavin serak. Ia mencengkeram tangannya kuat-kuat.

Liasha menggelengkan kepalanya. "Awalnya aku cuma pengen ngelakuin banyak hal sebelum aku mati. Sekali aja, aku pengen hidup tanpa khawatirin apa pun. Sampai akhirnya aku nggak sengaja ketemu kamu, waktu aku cuma mikir nggak ada salahnya ngejalanin hidup tanpa tujuan. Sumpah, aku nggak pernah berniat ngancurin hati seseorang—" Gadis itu tak berhasil menyelesaikan ucapannya. Sejujurnya ia sangat menyesali perbuatannya kepada Gavin di LA. Ia tidak menyangka kepergiannya yang dianggap tidak akan memengaruhi apa pun ternyata telah membuat Gavin terluka.

"Kamu bilang alasan datang ke LA buat bunuh diri. Kenapa kamu nggak ngelakuin itu?" Gavin bersuara walaupun perasaannya campur aduk saat melayangkan pertanyaan tersebut.

Liasha tidak langsung menjawab, ia menatap Gavin selama beberapa detik kemudian menarik napasnya dalam-dalam.

Hening sejenak. Hanya terdengar suara-suara samar dari jalan raya.

"Karena aku pengen ketemu kamu lagi. Karena kayaknya dunia nggak sekejam itu setelah aku ketemu sama kamu," bisik Liasha yang masih bisa didenger jelas ditelinga Gavin. "Aku pengen hidup," sambungnya sambil menatap wajah Gavin.

Tanpa aba-aba lebih dulu, tanpa tahu apa yang akan dirinya sendiri lakukan, tangan Gavin terulur untuk menarik lengan Liasha dan mencium bibir gadis itu. Mata Liasha terbelalak kaget karena tindakan tiba-tiba yang dilakukan Gavin. Ia berusaha menarik diri namun tangan Gavin malah menyentuh belakang kepalanya dan menekannya agar semakin merapat padanya.

Gavin tidak ingin meninggalkan Liasha sekalipun dunia memintanya. Apa yang terjadi di LA bukan sekadar nafsu atau rasa penasaran. Ia telah jatuh cinta. Jatuh cinta pada gadis bernama Liasha Kiran yang berpura-pura menjadi Arabella Kiran. Karena itu hari ini ia bersyukur, bahwa Liasha bertahan, bahwa dirinya masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan gadis ini lagi.

Summer We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang