9.

73 18 2
                                    

Kalau lo lemah, udah dari lama lo mati.

—The Wicaksana

Present!


Dylan nggak tahu harus bersikap bagaimana untuk menenangkan Jemmy. Dylan terlalu canggung, terlebih hubungan mereka nggak sedekat itu untuk seorang saudara.

Jemmy itu jauh.

Entah sejak kapan, Jemmy menjadi bagian yang hanya menyisakan nama untuk Dylan ingat.

Dylan tahu kok dia jahat dengan berkata seperti itu. Tapi, mau gimana lagi? Kenyataannya memang begitu.

"Lo udah tenang?"

Dylan menggigit bibir dalamnya waktu Jemmy mendongak. Jemmy mengingatkan Dylan ke Mama Yena. Fisik Jemmy dan Kala yang paling mirip dengan mama mereka. Terutama mata mereka.

Jemmy mengangguk, lalu balik menunduk. Anak itu nggak banyak bicara. Dia asik mainin gelas berisi coklat panas buatan Dylan.

Setelah Jemmy bisa terkendali, Dylan turun buat bikinin coklat panas. Dylan pikir, dengan coklat panas mungkin Jemmy bisa lebih tenang lagi. Dan terbukti, cowok itu jauh lebih baik sekarang.

"Lo mau izin aja? Gue bikinin surat nanti."

Jemmy menggeleng.

"Kenapa?" tanya Dylan. Dia pikir Jemmy akan senang karena diizinkan buat membolos.

"Nanti Jemmy makin bodoh." Omongan itu bikin hati Dylan tersentil. Dylan jadi ingat semua kalimat buruk yang harus Jemmy terima selama ini. Dylan, Ryan dan Kala sering melontarkan semua omong kosong itu dengan mudah, tapi Jemmy yang menerimanya pasti kesulitan.

Ah, bodoh sekali. Dylan baru sadar sekarang.

Sekarang, setelah Dylan tahu kalau Jemmy bukan anak yang bodoh.

"Percuma lo sekolah kalau nggak bisa nangkep materinya. Mending izin aja." Tapi Dylan terlalu tinggi hati buat ngakuin kalau dia merasa bersalah.

Dari maniknya, dapat Dylan tangkap senyuman getir di wajah Jemmy. Padahal Jemmy jarang bereaksi kecuali ketakutan sama apa yang mereka katakan. Tapi, sepertinya ada yang beda sama Jemmy hari ini.

"Jemmy nggak sakit. Jemmy cuma mimpi buruk aja. Kak Dylan keluar aja, Jemmy mau mandi."

"Jem?"

Jemmy nggak membalas lagi. Dia sudah pergi ke kamar mandi di dalam ruangannya. Meninggalkan Dylan yang masih termenung.

Dylan tahu kalau dia salah. Dylan tahu kalau seharusnya dia minta maaf ke Jemmy. Tapi, sekali lagi, ego Dylan terlalu tinggi buat mengakui kesalahannya itu.


Ruang makan sudah penuh waktu Jemmy turun. Biasanya, Jemmy akan makan terpisah dari anggota keluarga yang lain. Ryan sempat mendongak, tapi nggak ada suara yang keluar dari bibirnya. Kala asik sama makanannya sendiri.

Jemmy melihat ada tiga tempat duduk yang kosong. Dua di pojokan dan satunya di samping Dylan. Jemmy sudah siap jalan ke tempat paling ujung. Dia nggak mau bikin Kala, Ryan atau malah Dylan, sebal sama kehadirannya.

"Sini, duduk samping gue!" Dylan tanpa terduga manggil Jemmy.

"Itu ... Kala?" Jemmy melirik adiknya yang masih asik makan.

"Sini!" ajak Dylan lagi.

Kala nggak bereaksi sama sekali. Kala nggak marah, ya? Jadi, dia boleh duduk di samping Dylan?

Jadi, Jemmy menurut saja. Dia duduk di sisi kanan Dylan. Sarapan sudah tersaji di piring. Nasi goreng dengan telur di atasnya, dan Jemmy yakin kalau yang masak itu Dylan.

The Wicaksana •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang