Bisa nggak, egonya diturunin dikit?
—The Wicaksana
Present!
...
Sudah tiga puluh menit Jemmy duduk di pinggir lapangan untuk menunggu Saka yang sibuk latihan. Jemmy malas pulang karena dia nggak mau bertemu dengan Ryan. Bukannya Jemmy mau memberontak karena disuruh ikut les, toh dia memang lebih sering nggak di rumah. Jemmy cuma butuh waktunya sendiri sekarang. Yah, meskipun nggak benar-benar sendiri karena dia bukan orang yang mudah mengingat arah.
Hah! Jemmy bingung. Pikirannya menjadi ke mana-mana. Aneh sekali.
Untuk kesekian kali, Jemmy kembali mengembuskan napasnya. Embusan yang terdengar cukup putus asa dan nggak bertenaga.
"Pulang aja kali, nanti kalau Bang Dylan nyariin lo, gimana?"
"Memangnya Kak Dylan pernah nyariin aku?"
Saka meringis pelan saat mendengar pertanyaan Jemmy. Sebenarnya sejak Jemmy menginap untuk belajar berdua, sering kali saat mereka pergi bersama atau saat Jemmy ingin menyendiri dari keluarganya, Saka mendapatkan telepon dari Dylan. Dylan suka diam-diam bertanya tentang keadaan Jemmy. Dia juga berpesan agar Saka membelikan makanan enak untuk adiknya dan Dylan bersedia menggantikan uang yang digunakan kalau-kalau Saka kekurangan; meskipun Saka nggak pernah kekurangan uang, sih kalau cuma traktir Jemmy dan hobi makannya yang rata-rata balik lagi ke stroberi, ayam, susu dan yang berkisar di sana saja.
"Ya, kan gue bilang kalau, Jem. Kalau." Sama saat Saka menjaga janjinya buat Jemmy, Saka juga akan jaga janjinya dia buat Dylan.
"Enggak mungkin," kekeh Jemmy, terlihat sangat sangsi. Meskipun dia selalu mencoba berpikir positif jika menyangkut keluarganya, tetap saja ada sisi di mana Jemmy terlalu ragu jika dia dapat menjadi bagian dari mereka.
Drama keluarga Wicaksana itu memang agak rumit sih. Pada tsundere akut orang-orangnya, terus menyusahkan manusia-manusia di sekitar mereka. Tapi, bukan berarti Saka benci bisa menjadi bagian dari drama mereka. Saka suka kok, kalau bisa membantu Jemmy. Iya, Jemmy doang. Soalnya dia nggak sedekat itu sama member Wicaksana lainnya. Bahkan sama Kala yang satu grup di basket, Saka nggak sedekat itu kalau masalah komunikasi personal.
"Lagian, lo kenapa nggak cerita aja sama kakak-kakak lo itu? Mereka mungkin bisa lebih mengerti, 'kan?"
"Mengerti apa? Mengerti kalau aku itu bodoh?" Jemmy menggeleng. Raut wajahnya menunjukkan mendung yang nggak terbendung. Selalu seperti itu jika membahas tentang kecerdasn, Jemmy merasa kalau dirinya terlalu di bawah dan jauh dari kata pintar. Insecure, kalau orang bilang. "Ka, caranya biar pinter tuh gimana, sih? Jemmy capek jadi anak bodoh." Suaranya semakin lirih, menjauh, nggak tertolong lagi. Saka menelan ludahnya sendiri, menggigit kuat-kuat bibir bagian dalamnya.
Jika Saka salah menjawab, bisa-bisa Jemmy akan berada dalam masalah. Saka nggak mau menjerumuskan Jemmy dalam suasana yang lebih gelap dan membuat cowok itu sulit untuk bangkit. "Yang bilang lo bodoh tuh siapa, sih? Lo pinter kok," ujarnya.
"Kalau aku pinter, aku nggak mungkin tinggal kelas."
"Stop! Lo pinter dan itu kenyataannya. Kalau lo sendiri nyerah sama kenyataan yang lo miliki, siapa yang bisa bantu lo? Lo pinter dan nggak ada yang bisa nutupin fakta itu, Jeremy!" tekan Saka.
Jemmy tertawa. Entah apa yang dia tertawakan. Matanya bahkan menyipit hingga meninggalkan garis tipis. Dia menggeleng heboh, lalu memegangi perutnya dengan kedua tangan. Tawa menyebalkan yang nggak ingin Saka lihat dari seorang Jeremy yang dia kenal.
"Jem," panggil Saka. "Jeremy, listen!" Dia menaikkan suaranya untuk menunjukkan jika Jemmy harus berhenti tertawa seperti orang gila.
"No, no, Saka. Saka, you should listen to me." Jemmy menggeleng dengan mata yang ditutup. Saat membuka kelopaknya, dia berkata, "Kayaknya, aku mau pulang sekarang."
![](https://img.wattpad.com/cover/368976806-288-k667409.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wicaksana •√
Fanfic"Apa benar, kalau keberadaan Jemmy tuh cuma buat orang lain sengsara?" "Apa Jemmy nggak bisa menghilangkan kesialan dan menggantinya menjadi keberuntungan?" "Kalau Jemmy bisa membuat mereka bahagia, Jemmy tidak akan menuntut pada Tuhan lagi."