18.

64 12 1
                                    

Likee oohh, ahh! Our relationship.

—The Wicaksana

Present!

Ulangan Tengah Semester, alias UTS sudah di depan mata.

Jemmy mengembalikan buku yang Saka pinjamkan. Dia sudah selesai menyalin isinya dan berkata kalau dia akan belajar sendiri. Tadinya Saka menyarankan buat mereka belajar bareng saja, tapi Jemmy meyakinkan Saka kalau dia bisa belajar sendiri. Jadi, mau nggak mau Saka setuju sama keputusan yang Jemmy ambil.

"Nih, buat temen lo belajar nanti. Ini dari Mama." Saka memberikan plastik yang sedari tadi dia bawa. Dengan senang hati Jemmy terima bungkusan tadi. "Isinya cheesecake," jelas Saka.

Jemmy semakin melebarkan senyuman setelah mengetahui isi dari plastik yang Saka berikan. "Bilangin ke Mama, makasih."

"Hm."

Saka mengusap-usap belakang tengkuknya. Matanya tertuju pada Jemmy yang lagi asik mengintip ke dalam plastik tadi. "Lo okay?"

Jemmy mendongak. "Maksudnya?"

"Ya, lo, okay apa nggak?"

Jemmy tertawa hingga matanya hampir hilang. Sedari kemarin Saka terus saja bertanya apa dia baik-baik saja atau nggak. "Saka kayak punya trust issue, deh, sama Jemmy." Jemmy mengangkat plastik tadi tinggi-tinggi. "Jemmy okay, kok. Makin okay setelah dapat cheesecake buatan Mama. Bilangin makasih beneran, loh."

"Syukur deh kalau lo okay," ucap Saka. "Iya, nanti gue bilangin."

"Jemmy pulang duluan, ya!"

"Gue anter?"

"Enggak usah. Jemmy mau mampir beli susu kotak dulu."

Saka terkekeh mendengar jawaban Jemmy. "Ya udah. Hati-hati."

"Papaaii!" Jemmy melambaikan tangan sambil berjalan menjauh. Saka membalas lambaian itu dengan senyuman tipis.

Jemmy kelihatan lebih ceria dibanding sebelumnya. He looks so happy. There's something changed. Saka yakin, pasti hal baik sudah terjadi sama Jemmy. Mungkin perubahan itu berhubungan dengan keluarganya.

"Musim seminya udah datang, ya?" gumam Saka.


Jemmy belajar di kamarnya, ditemani Dylan.

Dylan meminta Ryan untuk membatalkan jadwal les bersama orang asing. Dia sendiri yang mengajukan untuk membantu Jemmy belajar. Tadinya, baik Jemmy maupun Ryan, nggak ada yang setuju. Jemmy yang nggak mau buat Ryan merasa nggak dihargai, dan Ryan yang nggak yakin sama Dylan.

"Gue bisa bantu Jemmy. Kalau semisal nggak ada perubahan di uts nanti, lo boleh panggil tutor." Dengan alasan yang Dylan buat, akhirnya keduanya setuju. Jemmy tentunya ikut setuju setelah Ryan mengangguk.

Jadilah, Dylan membantu Jemmy belajar untuk utsnya.

"Kak Dylan, ini benar, nggak?"

"Sini, coba gue lihat."

Jemmy menunggu dengan tenang saat Dylan membaca kertas jawabannya. Dia sudah mengerjakan satu soal yang sama sejak dua puluh menit yang lalu dan sejak tadi jawabannya masih salah terus.

"Nah, ini bener. Coba lo kerjain pakai rumus yang ini buat soal ini."

"Okay," jawab Jemmy bersemangat. Belajar sama Dylan memang cukup menegangkan karena kakaknya itu jarang bereskpresi. Tapi, Dylan yang sabar membuat Jemmy jadi bisa mengurangi rasa tegangnya.

Nilai pada ulangan Jemmy mungkin nggak langsung meningkat. Tapi, bukan berarti nggak ada peningkatan sama sekali.

Jemmy bisa mencapai batas minimum yang ditentukan. Dia juga bisa mengerjakan soal-soal tanpa mengalami panik. Sekarang, Jemmy bisa berubah secara perlahan.

"Jem."

"Hm? Kenapa, Kak?"

"What do you think about going to psikolog?"

Gerakan tangan Jemmy terhenti.

"With me," imbuh Dylan. "Gue pikir, lo butuh tenaga ahli buat bantuin. Gue tahu masalah lo, tapi ya stop di situ aja. Gue nggak tahu harus gimana sama lo. Gue nggak tahu tindakan apa yang harus gue ambil. But, gue pengen lo bisa lebih baik dari sekarang."

"Kalau perlu, kita ikut sesi konseling yang sama. Siapa tahu, gue juga ada gejala kayak lo." Dylan tertawa di akhir. Tawa untuk mengejek dirinya sendiri yang nggak bisa melakukan apa pun untuk saudaranya.

"Ah, sorry. Gue nggak maksud bilang kalau lo gila atau apa," gumam Dylan.

"Kak Dylan ...."

Jemmy meremas pensil yang sedari tadi dia gunakan untuk menulis.

"Sebenernya, Jemmy udah pergi ke psikolog. Mama yang daftarin Jemmy ...."

"You, what?"

"Iya, Jemmy udah dapat penanganan dari ahli." Jemmy tersenyum tulus. "Cuma, akhir-akhir ini Jemmy sering bolos konseling. That's why, kondisi Jemmy sering nggak terkendali. Kalau Kakak mau antar Jemmy, Jemmy pasti senang."

Hati Dylan seperti diremas dari dalam. Ah, dia kalah langkah lagi dari mamanya Saka.

Dylan benci sekali. Dia merasa nggak berguna sebagai saudara kandung Jemmy.

Kenapa harus selalu keluarganya Saka, sih?

The Wicaksana •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang