Mereka yang dewasa dalam fisik, belum tentu memiliki mental yang serupa.
—The Wicaksana
Present!
•
Mama Yena, ya?Saka ingat.
Perempuan yang selalu memakai gaun di bawah lutut dengan riasan tipis menghiasi wajah. Mama Yena selalu terlihat natural jika Saka bandingkan dengan mamanya sendiri. Setitik make up yang dia torehkan di kulit wajahnya itu menjadi daya tarik yang bikin orang lain susah berpaling.
Tetapi, Saka juga ingat. Untuk dia yang berusia empat tahun, Mama Yena memiliki kenangan buruk dalam pikirannya sendiri.
Mama Yena dan topeng baik hati miliknya adalah perpaduan paling pas untuk sebuah mimpi seram.
Jemmy selalu bilang kalau Mama Yena itu baik hati, sosok yang dia rindukan setiap hari. Tapi, di sisi lain Jemmy juga selalu memiliki mimpi buruk soal mamamya sendiri. Sesuatu yang sangat kontras.
Padahal, kalau Mama Yena baik, Jemmy pasti nggak akan dihantui mimpi buruk selama ini.
Ya, buat Saka, Mama Yena bukanlah orang yang sebaik itu.
Saka mau bilang kalau mimpi Jemmy pasti berhubungan dengan apa yang sudah Mama Yena lakukan di masa lalu.
Mama Yena yang memaksa Jemmy untuk tinggal di rumahnya. Mama Yena yang akan menatap galak ke arah Jemmy kalau-kalau Jemmy menolak untuk menurut. Atau ... Mama Yena yang menangis saat Jemmy bereaksi kecil sama apa yang mamanya itu mau.
Saat itu, Jemmy baru berumur lima tahun. Saka sendiri masih di usia empat tahun. Dan Mama Yena adalah orang dewasa di antara mereka.
Hanya saja, Saka yakin kalau di antara mereka bertiga, Mama Yena adalah orang paling kekanakan dan semaunya sendiri.
Saka ingin berterus terang sama Jemmy. Saka mau bilang kalau Mama Yena itu berbeda dari apa yang Jemmy paksa tanam di otaknya sendiri.
Tapi, Saka paling nggak suka sama reaksi yang akan Jemmy tunjukkan setelah itu.
"Lo mimpi apa?" Dengan menahan emosinya, Saka bertanya.
Jemmy menggeleng. Dia nggak mau bikin Saka khawatir. "Jemmy juga nggak ingat." Walau setengah berbohong, Jemmy berkata.
Dia nggak ingat sama keseluruhan mimpinya semalam. Hanya saja, Jemmy tahu jika itu bukan sesuatu yang baik. Mimpinya membawa Jemmy menuju rasa takut yang berlebihan. Itu buruk sekali.
"Ya udah. Nggak usah dipikirin lagi kalau nggak ingat."
Jemmy mengangguk setuju.
"Mau gue pesenin jus stroberi lagi?" tanya Saka. Jus stroberi sudah seperti obat untuk Jemmy dalam melawan harinya yang berat. "Mau, nggak?" Saka bertanya lagi karena Jemmy nggak juga memberikan jawaban.
"Mau. Jemmy mau jus stroberi lagi."
"Jangan ke mana-mana, gue beliin." Saka mengusap rambut Jemmy sebelum beranjak. Tentu saja Jemmy menepis tangan besar itu dengan kesal. Wajahnya cemberut karena rambut Jemmy yang sekarang berantakan.
"Saka, ih! Jemmy bukan anak kecil!" dengkus Jemmy.
Saka hanya tertawa saja, berjalan menuju salah satu warung di kantin untuk membeli jus stroberi.
Sembari menunggu Saka kembali, Jemmy memakan bakso dengan tenang.
Kantin sekolah mulai ramai sama anak-anak yang kelasnya memiliki jadwal penjaskes. Suara-suara memesan terdengar memenuhi udara. Banyak yang asik mengobrol sambil menunggu pesanan mereka juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wicaksana •√
Fanfiction"Apa benar, kalau keberadaan Jemmy tuh cuma buat orang lain sengsara?" "Apa Jemmy nggak bisa menghilangkan kesialan dan menggantinya menjadi keberuntungan?" "Kalau Jemmy bisa membuat mereka bahagia, Jemmy tidak akan menuntut pada Tuhan lagi."