Candu : 07

227 31 2
                                    

Kurama menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul tiga dini hari. Seseorang yang ditunggunya tak kunjung pulang saat ini. Kejadian malam lalu saat di pesta tidak akan membuat Naruto enggan pulang ke rumah, seperti malam ini.

Kemarin, adiknya meski masih bersitegang dengan dirinya, Naruto hanya pulang dalam keadaan mabuk saja kata sang pelayan, saat Kurama bertanya padanya kala itu.

Namun, berbeda dengan malam ini. Adik tirinya itu tak kunjung pulang hingga pagi menjelang. Kurama sudah siap dengan setelan jas kantornya, sembari menikmati sarapan pagi. Dan Naruto tak kunjung pulang juga.

Sesekali ia akan melihat ke arah jam tangan hanya untuk memastikan pukul berapa sekarang, dan kenapa sang adik belum kelihatan batang hidungnya. Perasaan khawatir sempat hinggap di relung hatinya. Baru kali ini Naruto melakukan hal yang nekad.

Kurama mengecek kembali ponselnya. Tidak ada panggilan masuk sama sekali. Dia sudah menelepon Naruto tiga kali namun selalu mesin operator yang menjawab. Ponsel adik tirinya mati, dan keberadaannya tidak ia ketahui.

"Aku akan memberinya pelajaran jika bertemu dengannya." gumamnya pelan.







Di balik selimut yang hangat, keduanya enggan membuka mata. Sasuke yang mulai tersadar segera membuka kelopak matanya. Ia bisa mendapati jika gadis itu masih terlelap di sampingnya. Mereka tidur berdua di hotel yang mereka sewa, malam tadi.

Naruto yang sudah tertidurpun enggan membuka mata, membuat Sasuke memutuskan untuk menginap di hotel saja. Lagi pula, tidak mungkin kan Sasuke membawa gadis asing ini pulang ke rumahnya. Jika iya, keluarganya pasti akan marah besar padanya.

Tidur bersama seorang gadis menjadi pengalaman pertama bagi Sasuke. Senakal-nakalnya Sasuke, ia tidak akan keluar jalur sejauh itu. Ia menjaga seorang wanita, dan tidak akan merusaknya.

Ia merubah posisi tidurnya menghadap ke arah gadis itu. Tidurnya terlihat sangat lelap setelah hal buruk menimpanya, semalam. Sasuke juga baru saja menyadarinya, jika gadis ini sangat cantik bahkan terlampau cantik.

Ia berpikir, pasti banyak lelaki di luar sana yang akan selalu tergoda dengan kecantikan yang dimiliki gadis ini. Bagaimana reaksi kekasihnya, jika wanitanya dilirik banyak pria selama mereka tidak bertemu. Ah, Sasuke tidak perlu repot-repot memikirkan hal yang tidak berkaitan dengan dirinya.

Naruto yang merubah posisi menghadap ke arah dirinya membuat Sasuke terperanjat. Pipinya bersemu merah, tanpa ia sadari. Seperti ada cubitan kecil di dalam perutnya.

Sasuke menamatkan wajah gadis itu dengan serius. Surai pirangnya yang lurus dan sehat hampir membuat tangannya gatal untuk tidak menyentuhnya. Halis yang rapi, dengan hidung yang mancung. Bibir tipisnya yang merah segar karena lipstick, meski sedikit berantakan karena bekas tamparan yang kejam.

Luka lebam itu menghiasi sudut bibir gadis itu yang mulai membiru. Luka yang sudah kering akibat cakaran seseorang di pipi kirinya pun terlihat jelas. Sudut ujung mata kanannya pun juga membiru dan sedikit bengkak. Tanpa terasa satu tangannya yang bebas terkepal erat.

Harusnya, Sasuke membunuh preman-preman itu tadi malam agar tidak melukai orang lain lagi. Perasaan ingin itu hadir saat ia semakin hanyut dalam memandangi gadis itu. Jaket yang sedikit tersibak menampilkan gundukan berisi dengan malu-malu.

Ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam perutnya, seperti kupu-kupu yang ingin keluar dari dalam perutnya. Perasaan apa ini, batinnya. Tubuhnya sedikit memanas jika ia terlalu lama memandang Naruto. Sasuke harus mendinginkan tubuhnya saat ini juga.

Pipi Sasuke sedikit bersemu merah, tipis saat dia kembali melihat Naruto yang sudah bangun dan terduduk dengan  selimut yang membungkus dirinya. Dengan secepat kilat Sasuke menetralkan kembali ekspresi wajah, serta debaran jantungnya yang semakin bertalu. "Kau sudah bangun." kalimat ambigu Sasuke, di pagi ini.

Sasuke merutuki kebodohannya. Jelas-jelas Naruto sudah bangun dan ia bertanya 'Kau sudah bangun.' Dia sibuk mengeringkan surai hitam kebiruannya dengan handuk, secara kasar. "Bagaimana keadaanmu?"

"Um. Aku sudah membaik." diiringi anggukan kepala. Naruto melirik malu-malu. "Terima kasih," cicitnya dengan suara pelan.

"Hn."

"Aku sudah memesan sarapan. Setelah ini, aku akan mengantarmu pulang."

"Tidak." tolak Naruto cepat. Ini akan menjadi masalah, jika Naruto membawa orang asing untuk mengantarnya ke rumah. "Aku bisa memesan taksi." tambahnya, takut menyinggung hati Sasuke karena sikapnya yang tidak tahu terima kasih.

"Ngomong-ngomong, apa kau melihat ponselku?"

"Tidak."

"Apa aku menjatuhkannya, ya?"

Suara ketukan pintu mengalihkan mereka. Sasuke bergerak maju untuk membuka pintu dan menerima pesanan sarapan mereka berdua.

Setelah sarapan selesai, mereka berdua pun segera keluar dari hotel. Dalam perjalanan, Naruto mengatakan hanya ingin meminjam uang Sasuke untuk memesan taksi, dan akan mengembalikan uang itu sesegera mungkin. Naruto juga memaksa Sasuke untuk memberinya nomor telepon miliknya agar Naruto mudah berkomunikasi dengannya, dengan alasan mengembalikan uang yang sudah dipinjamnya.

Motor itu berhenti di area parkir pantai, membuat Sasuke keheranan. "Kau yakin turun di sini?" tanyannya, memastikan.

"Ya." jawab yang bersangkutan dengan mantap. "Terima kasih. Aku akan menghubungimu setelah ini." tuturnya, dengan perasaan tidak enak.

"Hn."

Dan motor Sasuke pun pergi meninggalkan Naruto di area parkir pantai. Dalam hati, Naruto menyeringai senang meski harus mengalami kejadian yang sedikit membuatnya takut dan bersyukur sekaligus, karenanya rencana Naruto berjalan dengan alami.

Hari ini, ia akan menikmati kesendiriannya terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah.







Kurama menatap tajam kedatangan Naruto yang terlihat sedang turun dari taksi. Ini sudah malam, dan Naruto baru menampakan batang hidungnya. Ia sudah keluar dari dalam ruang tamu dan bersiap memberi hukuman pada bocah itu.

Keadaan Naruto yang berjalan sedikit pincang tak membuat Kurama meredakan amarahnya. "Dari mana saja kau, huh?" bentaknya dengan suara keras. Dia mencekal bahu sang adik dengan cepat, menghadang dan membalik tubuhnya. "Jawab!"

Naruto menatap nyalang sang kakak, enggan menjawab jujur. "Bukan urusanmu!"

"Kau-, ada apa denganmu?" kalimat amarah yang siap meluncur itu pun berganti dengan kalimat khawatir setelah melihat beberapa luka yang tercetak di beberapa bagian wajahnya. "Siapa yang berani melukaimu?" imbuhnya.

Naruto hanya diam, dan memilih pergi meninggalkan Kurama di belakang. Terpeleset di tangga arah menuju pantai membuat kakinya terkilir. Masa bodoh dengan Kurama, pekerjaan di dalam kantor pribadinya sudah menumpuk dan harus ia kerjakan.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Naruto sudah duduk di ruangan kantor pribadinya. Hari ini ia memilih selonjoran di karpet berbulu dengan laptop menyala di atas meja. Malam ini ia tidak sempat mengobati lukanya yang semakin memburuk.

Suara ketukan di pintu mengganggu fokusnya. "Masuk."

"Ada apa?" tanyanya, dan menghentikan kegiatannya. Dia menatap pelayan itu dalam diam.

Seorang pelayan wanitapun masuk dengan membawa nampan yang berisi obat salep dan kompres es batu. "Tuan Kurama memerintahkan saya untuk mengobati Anda, Nona." katanya, menjelaskan.

Andai Kurama bersikap sebagaimana layaknya seorang kakak, pasti Naruto akan menyayangi Kurama seperti kakak kandungnya sendiri.

tbc.

CANDU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang