Naruto menatap sengit Kurama yang balas menatap sinis dirinya. "Minggir!" serunya, ketus.
Hari ini, Naruto sudah berencana untuk pergi ke tempat kerja dan akan menyerahkan surat cutinya dengan waktu yang tidak tahu sampai kapan. Ia akan menggunakan waktu itu untuk menyamar di sekolahan yang sudah masuk dalam rencananya untuk merebut hati pemilik investor yang menanam saham di perusahaan Kaze Corp.
Kurama mengangkat dagu sang adik, dan memeriksa setiap lukanya yang sudah mulai agak membaik. "Dihajar siapa kau?" tanyanya, sinis sembari melepas pegangannya.
Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana bahan. Tubuhnya sedikit dicondongkan ke depan dan berucap, "Dasar pendek." lalu diakhiri dengan seringaian. Kurama pun pergi begitu saja meninggalkan Naruto yang mulai memanas, karena emosi.
Ia memberi punggung Kurama tinju. Wajahnya terlihat kesal. "Di mana Naruko?"
"Nona Muda sudah pergi ke sekolah, Nona."
Tanpa keperluan lagi, Naruto pun juga ikut bergegas menuju ke area depan untuk mengambil mobilnya. Setibanya di depan teras, ia teringat jika mobilnya masih berada di lokasi mogok terakhir kali. Ponselnya pun hilang entah ke mana. Pekerjaan kantor yang digarapnya semalam juga membuat kelopak bawah matanya memiliki kantong mata.
Naruto berjalan dengan langkah terpincang-pincang, tak menghiraukan Kurama yang menatap remeh ke arah dirinya.
"Masuk!" suruh Kurama tegas. Ia masih berdiri di samping pintu mobilnya, dengan pintu belakang bagian penumpang yang sudah terbuka. Sedangkan yang bersangkutan hanya membuang muka dan masih terus berjalan melewatinya.
Kurama yang sudah mulai emosi pun menyusul kepergian Naruto yang belum terlalu jauh. Ia menggendong tubuh sang adik tanpa aba-aba.
"Lepaskan aku, sialan!"
"Turunkan aku, sekarang!"
Tukas Naruto yang berusaha memberontak dari gendongan Kurama. Pelayan wanita yang menyaksikan hal itu pun berlalu pergi, tidak ingin dimarahi Kurama seperti yang lalu-lalu dan berujung dipecat. Sudah berapa banyak pelayan yang sudah dipecat oleh Kurama karena membela Naruto?
Pelayan itu tidak ingin menerima nasib buruk, nantinya. Banyak yang tutup mulut tentang kelakuan Kurama yang diluar batas terhadap sang nona. Demi kelangsungan hidup, mereka rela tutup mulut dan berpura-pura tidak tahu.
Kurama membanting tubuh sang adik ke dalam kursi penumpang belakang. Ia menindih tubuh mungil itu dengan tubuh besarnya. Kurama mengunci kedua tangan Naruto ke atas kepalanya dengan satu tangan.
Dia mulai melepaskan beberapa kancing kemeja kantor yang dikenakan sang adik dengan cepat. Tanpa babibu, Naruto menjerit seketika saat Kurama menghisap bagian atas gundukan miliknya dengan keras. Kurama semakin menjadi, ia semakin memperbanyak kissmark di beberapa bagian gundukan yang empuk itu.
"Aku mohon, sakit." lirihnya, smbil terisak. Gigitan Kurama membekas di sana dan itu akan terasa perih setelah ini.
Kurama yang mendengar kalimat itupun menghentikan kegiatannya. Ia menjauh dan membenahi setelan jasnya yang sedikit berantakan. "Itu hukuman untuk mulutmu yang kurang ajar."
"Aku tidak akan menghukumu jika kau tidak berkata lancang padaku!" tukasnya, dengan gigi yang bergemeletuk, keras. Ia benar-benar menahan emosinya. "Camkan itu!"
Mobil itu pun melesat pergi meninggalkan mansion Namikaze.
Kurama keluar terlebih dahulu tanpa menghiraukan keberadaan Naruto di belakangnya, yang masih betah berada di dalam mobil. Di dalam mobil, Naruto merutuki kesialannya yang bisa memiliki kakak tiri sebej*d ini.
"Kau harus kuat, Naruto." lirihnya, memberi semangat pada dirinya sendiri. Setelah urusannya selesai, Naruto akan keluar dari rumah itu dan tinggal di apartemen. Dia harus menjaga jarak dengan Kurama.
Setelah menyerahkan surat cuti, Naruto segera buru-buru pergi dari perusahaan. Ia menahan rasa sakit di bagian kaki saat berjalan tergesa. Dia harus segera cepat pergi sebelum Kurama melihat dirinya.
Ia mencegat taksi yang kebetulan lewat. Naruto akan pergi ke apartemen yang sudah ia sewa jauh-jauh hari. Ponselnya yang kebetulan hilang pun bisa ia jadikan alasan selama ia menghilang dari pandangan Kurama.
Apartemen Naruto terbilang cukup murah. Bangunan itu terletak di pinggiran kota dan cukup jauh dari perkotaan. Targetnya pun kebetulan memilih bersekolah di sekolahan elit yang cukup dekat dengan lokasi apartemennya.
Sekolahan KHS terletak di ujung kota, demi kenyamanan para murid dengan suasana yang tidak terlalu bising namun ketat dengan penjagaan. Nuansa alamnya pun masih terjaga, membuat daya tarik tersendiri untuk sekolahan elit itu.
Naruto memasuki apartemen itu dengan langkah gontai. Kakinya baru terasa semakin sakit saat ia mendudukan diri. Kenapa ia harus rela mengenakan sepatu hak tinggi setelah mengetahui jika kakinya masih belum sembuh.
"Tsk! Naruto bodoh!"
Beberapa hari kemudian.
Pagi ini, Naruto berencana untuk pergi ke supermarket terdekat. Persediaan makanan di kulkas sudah habis, dan ia perlu mempersiapkan bekal untuk besok pagi karena ia akan mendaftar ke sekolah elit itu.
Dalam perjalanan ia sibuk menggulung surai pirangnya yang panjang dengan asal. Pakaian santai yang dikenakannya pun terlihat pas ditubuhnya. Saat asyik berjalan, Naruto dikagetkan dengan suara benturan benda yang cukup keras.
Naruto berbalik, dan sudah menemukan seseorang yang terjatuh di atas tumpukan kayu yang ada dibawah jembatan layang. Ia bergegas untuk melihat keadaan orang itu. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya, sedikit waspada.
Seseorang berperawakan tinggi, jangkung itu tak bergerak membuat Naruto semakin waspada dan khawatir bersamaan. "Eee, Tuan. Apa kau baik-baik saja?" Langkah kakinya semakin mendekat.
"To-long." seru orang itu dengan suara lemah.
Mendengar kata tolong, Naruto pun semakin mendekati orang itu dan berusaha membatu sebisanya. Ia memapah laki-laki itu dan mendudukkannya bersandar pada tiang jembatan layang ada tepat di samping laki-laki itu terjatuh.
"Apa kau terluka? Di mana yang sakit?" tanyanya, dengan suara halus dan perhatian. Naruto yang memiliki jiwa empati yang tinggi mulai terbawa suasana. "Aku akan mengantarmu ke rumah sakit, jika kau merasakan sakit di bagian tertentu?"
Naruto berusaha mencari kesadaran laki-laki tersebut. Ia menatap lurus wajah laki-laki itu, mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, berharap orang itu sadar sepenuhnya. "Hei! Kau baik-baik saja, kan?" tanyanya, yang mulai panik.
"Tuan?"
Naruto menepuk pipi laki-laki itu, saat netra yang tertutup itu mulai terbuka. "Sadarlah!"
Laki-laki itu membuka mata, dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah cantik seorang wanita muda. Kedua pipinya bersemu merah, tanpa ia sadari. "Sakit." gumamnya pelan.
"Aku akan membawamu ke rumah sakit terdekat, jadi bertahanlah." tutur Naruto, ia berusaha memapah lelaki itu dengan sekuat tenaga. Beruntung, kaki Naruto yang terkilir sudah sembuh dan ia bisa leluasa memapah lelaki ini dengan mudah. Yah, meski berat tubuh mereka sangat jauh berbeda.
"Nona, aku tidak mau ke rumah sakit. Rumahku berada dekat di area sini." jelas lelaki itu.
"Baiklah. Aku akan mengantarmu sampai rumah."
Dalam perjalanan itu, lelaki itu hanya bisa menamatkan wajah wanita yang ada di sebelahnya dengan cermat. Wajah itu terlalu cantik untuk diabaikan. Aku harus memilikinya, gumamnya di dalam hati.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
FanfictionNaruto yang dalam perebutan kekuasaan, mengharuskan dirinya turun tangan langsung memperebutkan tahta kekuasaan perusahaan Kaze dengan Kurama, sang kakak. Demi memuluskan rencananya, Naruto rela menyamar menjadi seorang siswi di KHS untuk mendekati...